Maraknya Pelecehan Seksual di Kampus, Bagaimana Cara Mencegahnya?

Maraknya Pelecehan Seksual di Kampus, Bagaimana Cara Mencegahnya?
info gambar utama

Kasus pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja. Bahkan, di lingkungan pendidikan, seperti sekolah dan universitas bisa terjadi hal itu. Saat ini, menurut siaran pers Komnas Perempuan tentang Catatan Tahunan (CATAHU) 2022 yang dilansir dari lm.psikologi.ugm.ac.id, tercatat sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukan pada 2021. Angka yang sungguh banyak dan memprihatinkan bagi kelangsungan generasi.

Menurut data CATAHU 2021 Komnas Perempuan, dalam kurun 10 tahun terakhir (2010-2020), angka kekerasan seksual pada perempuan mengalami kenaikan dari 105.103 kasus pada 2010 mencapai 299.911 kasus pada 2020.

Selain itu, jenjang pendidikan perguruan tinggi berada di urutan pertama dengan kasus kekerasan seksual terbanyak. Urutan tersebut tidak bisa dibanggakan karena perguruan tinggi adalah tempatnya menimba ilmu bukan tempat melampiaskan nafsu.

Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dilansir dari kumparan.com, menyatakan sebanyak 77% dosen mengakui bahwa telah terjadi kekerasan seksual dan 63% kasus pelecehan seksual di kampus tidak pernah dilaporkan.

Alasan pelecehan seksual sulit dilaporkan dalam kampus adalah pelaku memiliki relasi kuat terhadap penguasa kampus. Hal itu membuat korban bisa diancam drop out atau kampus sengaja menutupi kasus kekerasan seksual demi reputasi kampus.

Baca juga: Kawasan Industri Hasil Tembakau Akan Dibangun di Jawa Timur

Secara tidak langsung, Kawan bisa mengetahui bahwa sikap itu bisa melukai sistem pendidikan perguruan tinggi. Pihak kampus tidak memberikan perlindungan bagi para korban pelecehan seksual. Justru mereka membiarkan pelaku tetap bebas melakukan aksinya.

Penyebab Maraknya Pelecehan Seksual di Kampus

Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus
info gambar

Sebenarnya penyebab pelecehan seksual di kampus cukup beragam. Pada umumnya, ada beberapa penyebab pelecehan seksual itu terjadi di kampus, yakni:

1. Budaya Patriarki yang Kuat

Perempuan dianggap sebagai aset bagi laki-laki. Tidak heran banyak laki-laki yang menindas mereka. Bahkan, dengan adanya sistem patriarki, perempuan sulit masuk dalam struktur masyarakat. Kemudian dalam stratifikasi sosial, wanita sulit mendapatkan tempat terbaiknya. Parahnya lagi, perempuan hanya dianggap sebagai objek fantasi laki-laki.

2. Adanya Relasi Kuasa yang Bertimpangan

Hal ini sering terjadi di lingkungan kampus. Ketika pelaku memiliki kekuasaan dalam kampus sehingga ia bertindak seenaknya terhadap korban. Alhasil, korban sulit untuk melaporkan karena merasa diancam oleh pelaku. Para korban tetap diam agar menjaga nama baik kampus dan reputasi pelaku.

3. Budaya Victim Blaming

Menurut sebagian besar orang, kekerasan seksual di kampus adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Dengan hal itu, pihak kampus menganggap masalah ini sebagai masalah internal antara pelaku dan korban. Maka dari itu, banyak korban yang melaporkan kasus pelecehan seksual secara publik.

Baca juga: Kasus Stunting di Indonesia Alami Penurunan di 28 Provinsi

Namun, masyarakat menyelahkan korban atas kejadian tersebut. Hal itu bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti korban yang menggunakan busana terbuka atau sikap korban yang seolah-olah menggoda pelaku.

4. Mahasiswa Masih Kurang Memahami Konsep Pelecehan Seksual

Mahasiswa masih belum mengerti tentang konsep pelecehan seksual. Sebenarnya ada beberapa perilaku yang mencerminkan pelecehan seksual, seperti bergurau dengan menggunakan istilah seksis yang membuat korban tidak nyaman, memaksa seseorang menonton tayangan pornografi, memberi komentar terhadap seseorang dengan istilah seksual yang merendahkan, melakukan masturbasi di hadapan orang lain, dan tatapan tidak diinginkan ke wilayah sensitif wanita/pria.

5. Sikap Korban yang Tidak Mau Melapor

Kasus pelecehan seksual di kampus seakan-akan fenomena gunung es, yakni apa yang ada di permukaan belum tentu mencerminkan jumlah kasus sebenarnya. Maka dari itu, Kawan mungkin sering membaca beberapa kasus pelecehan seksual di kampus. Namun, berita yang dilaporkan tersebut cenderung terbatas.

Setelah mengetahui beberapa penyebab maraknya pelecehan seksual di kampus, bagaimana cara mencegahnya?

Cara Mencegah Pelecehan Seksual di Kampus

Perlu diketahui, perilaku peleceha seksual cukup beragam. Dengan begitu, perlu ada usaha dari mahasiswa dan dosen untuk mencegahnya, yakni:

1. Pembentukan Satgas Pelecehan Seksual

Saat ini, mulai banyak kampus yang membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekeresan Seksual (PPKS) dengan memperhatikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Baca juga: Tips Tingkatkan Story Telling Kawan untuk Jadi Storyteller Sukses

Dengan pembentukan tersebut, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus dapat berkurang. Pastinya penanganan pelecehan seksual dilakukan sesuai prosedur sehingga tidak ada kejadian saling menghakimi.

2. Memperketat Pertemuan antara Dosen dan Mahasiswa

Seringkali kasus pelecehan seksual dilakukan oleh dosen dan/atau mahasiswa. Untuk itu, pihak kampus harus memperketat pertemuan antara mahasiswa dengan dosen dan tenaga kependidikan tanpa persetuuan ketua prodi.

Ditambah, apabila pertemuan tersebut dilakukan di luar area kampus atau jam operasional kampus, maka persetujuan dari pihak kampus sangat penting.

3. Kampanye Pencegahan Pelecehan Seksual

Lakukan kampanye adalah cara baik untuk mencegah pelecehan seksual. Dewasa ini, banyak organisasi di kampus yang menyelenggarakan program kerja berupa kampanye pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Kampanye bisa berupa sosialisasi terkait penanganan pelecehan seksual, pemberian kontak bantuan, dan zero tolerance untuk pelaku pelecehan seksual di kampus. Dengan kampanye, pihak kampus dapat memantik para korban untuk melapor kasus kekerasan seksualnya.

Baca juga: 5 Komik Jadul Terkenal di Indonesia, Apakah Kawan Mengetahuinya?

4. Pencegahan Lain

Beberapa pencegahan lain yang bisa Kawan lakukan, diantaranya:

  • Hindari berduaan dengan dosen, mahasiswa lain, tenaga pendidikan, atau staf kampus lain di tempat sepi dan gelap.
  • Apabila Kawan mahasiswa akhir, usahakan konsultasi skripsi dilakukan di ruang resmi, seperti ruang dosen atau tempat umum. Kawan juga bisa melakukan konsultasi secara online. Jadi, jangan Kawan konsultasi di rumah dosen atau tempat sepi nan gelap.
  • Menghindari bertemu dengan dosen dan tenaga pendidik lain di luar jam perkuliahan.
  • Apabila Kawan merasa untuk bertemu di luar kampus atau di luar jam kuliah, maka usahakan ajak teman atau orang terpercaya untuk menemanimu.
  • Usahakan beretika saat mengirimkan pesan kepada dosen. Jangan pernah Kawan curhat permasalahan pribadi.
  • Apabila ada dosen dan tenaga pendidikan yang mengirimkan pesan panjang lebar dan tidak berkaitan dengan urusan kampus, Kawan tanggapi seperlunya saja.
  • Jika ada bercandaan vulgar yang dilontarkan dosen atau tenaga pendidikan, Kawan dilarang tersenyum. Tunjukkan bahwa Kawan tidak nyaman dengan bercandaan itu.
  • Bentuk tindakan, seperti merangkul, memeluk, memegang tangan yang tidak wajar, meraba, mengelus, mencolek, dan gestur fisik lain yang tidak sewajarnya tidak boleh dilakukan oleh mahasiswa dan/atau dosen.
  • Jika Kawan diminta dosen, tenaga pendidikan, atau mahasiswa lain untuk memegang alat kelamin atau bagian tubuh tertentu, Kawan harus menolak dan menegurnya. Jika Kawan dipaksa untuk hal itu, Kawan bisa menegur, berteriak, atau melaporkannya. Bahkan, Kawan bisa lari meninggalkan tempat tersebut.
  • Pastikan dulu bahwa Kawan memang korban pelecehan seksual agar tidak menyalahi laporan.
  • Selalu waspada dan jangan sampai lengah. Kawan harus tetap menjaga sopan santun dan tidak terlalu skeptis pada orang lain. Kawan perlu sadar dengan keadaan sekitar dan keamanan diri.

"Jangan berikan tempat yang nyaman untuk pelaku pelecehan seksual."

Referensi: kalderanews.com| kumparan.com | lm.psikologi.ugm.ac.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini