Masyarakat Biak dalam Upaya Memberikan Rehat bagi Laut Agar Lestari

Masyarakat Biak dalam Upaya Memberikan Rehat bagi Laut Agar Lestari
info gambar utama

Ribuan masyarakat Biak datang dalam suasana riang ketika menyambut ritual adat munara. Mereka membawa panah, tombak ikan, dan parang. Masyarakat tersebut berdiri berjajar di tepi pantai untuk menunggu aba-aba menuju laut yang menandakan dimulainya upacara.

“Munara dimaknai sebagai mekanisme pembaruan dalam dinamika hidup masyarakat Biak, sebagaimana sasi laut ditetapkan untuk meregenerasi kehidupan di dalamnya,” papar B Josie Susilo Hardianto dalam Tanah Air: Biak Hidup Harmonis Bersama Laut yang dimuat Kompas.

Disebutkan oleh Josie, sasi merupakan masa jeda bagi masyarakat Biak untuk mengeksploitasi laut. Bagi masyarakat biak, menangkap ikan (snap mor) merupakan salah satu bagian dari kemampuan mereka.

Merawat Nasionalisme di Papua Lewat Olahraga

Menurut beberapa warga, sebelum pesta digelar, di tempat itu diterapkan sasi laut. Sebelumnya di setiap kampung juga menetapkan sasi mereka sendiri. Beberapa warga mengatakan sasi ditetapkan untuk memberikan kesempatan bagi laut meregenerasi diri.

“Pada masa lalu, para orang tua tahu betul kapan saat ikan mulai bertelur, kapan musim ikan tertentu hanya dengan memperhatikan pasang surut atau kondisi air laut,” kata tokoh adat Biak Mananwir Yarangga.

Membaca tanda alam

Disebutkan oleh Mananwir, orang Biak memiliki kemampuan untuk membaca laut dan tanda-tanda alam. Karena itulah mereka mereka mengetahui kapan dan di mana ikan-ikan tertentu akan diperoleh.

Biasanya setelah melewati masa sasi laut, dan kebun-kebun di hutan telah siap dipanen, serta siklus pasang-surut tahunan menempatkan laut pada titik terendah saat surut, di gelarlah pesta itu.

“Saat pasang tertinggi tiba, jala dipasang mengitari gosong laut di tepi pantai, sementara saat air laut surut hingga titik terendah, masyarakat pergi ke laut untuk mengambil ikan-ikan yang terjebak di gosong-gosong yang mengering itu,” ucap Munanwir.

Mengenal 4 Provinsi Baru di Papua, Apa Saja?

Pada momen itulah, jelas Munanwir, biasanya acara-acara lain seperti perkawinan, inisiasi anak menjadi remaja, remaja menjadi pemuda, pemuda menjadi dewasa digelar. Nantinya ikan tangkapan tidak dijual namun akan menjadi lauk pesta.

Biasanya akan ada papan berisi pemberitahuan kepada orang-orang untuk tidak memancing atau menangkap ikan. Siapapun yang melanggar akan mendapat sanksi adat dan agama. Bahkan dipercaya bila ada warga yang melanggar akan didera oleh penyakit.

Energi alam

Dalam tradisi masyarakat Biak, ketika pesta digelar nantinya akan dipertunjukkan pula tari-tarian yang disebut wor. Munanwir menjelaskan bahwa wor bermakna pujian kepada Tuhan sang Pemberi Kehidupan, Hikmat, dan Berkat.

Dikatakannya wor dinyanyikan dan ditarikan oleh semua peserta, baik pemuda maupun anak-anak. Munara dan wor, ucap Mananwir, bisa dipahami sebagai sarana merekonstruksi kembali semua energi alam.

“Sebab melalui munara dan wor orang kembali diingatkan akan jati diri final mereka sebagai manusia,” paparnya.

5 Wilayah Adat yang Jadi Dasar Pemekaran Provinsi Papua

Karena itulah, bagi masyarakat Biak, munara tidak hanya sekadar sebuah pesta atau perhelatan menangkap ikan ramai-ramai. Tetapi bisa dipahami sebagai ekspresi kultural yang hendak menunjukkan relasi manusia dengan Tuhan.

Selain itu hal ini juga upaya untuk mengurangi penangkapan ikan berlebih sebagai dampak dari persaingan antar nelayan yang tak hanya datang dari Biak, tetapi juga dari penjuru Nusantara yang mengancam kesuburan laut Biak.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini