Pemukiman Dekat Gunung Berapi, Zona Berbahaya yang Malah Dirindukan

Pemukiman Dekat Gunung Berapi, Zona Berbahaya yang Malah Dirindukan
info gambar utama

Bagi para ahli, strategi pengosongan pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif di Maluku dan Maluku Utara adalah pilihan masuk akal. Tetapi terbukti metode ini kerap kurang efektif karena masyarakatnya yang tetap kembali.

Meski negara telah memberikan fasilitas hidup yang memadai selama di perantauan, termasuk kemudahan akses pendidikan dan kesehatan di lokasi baru, para penduduk tetap tak bisa melupakan kampung halaman.

Berkunjung ke Tolitoli: Kota Cengkeh yang Kerap Sejahterakan Petani

Di Maluku, cengkeh dan pala tetap menjadi daya tarik untuk selalu kembali. Meski telah ditinggal bertahun-tahun, tanaman ini tak rusak. Bahkan hasilnya akan semakin baik. Tanaman tahunan ini pun tak membutuhkan perawatan ekstra.

“Semburan abu gunung api justru menyuburkan tanaman rempah ini,” papar Ahmad Arif dkk dalam Zona Merah di Kepulauan Rempah yang dimuat Kompas.

Harta kebun

Dosen Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Khairun, Kuad Suwarno menjelaskan bahwa bagi masyarakat di Kepulauan Maluku dan Maluku Utara tanaman cengkeh dan pala adalah doro raki atau harta kebun.

Pada konsep doro raki, manusia hidup harus meninggalkan tabungan buat anak cucunya. Tabungan ini adalah pohon cengkeh, pala, atau kenari yang bisa berumur puluhan hingga ratusan juta.

“Karena itu upaya pengosongan pulau dengan alasan menghindarkan dari bahaya letusan gunung api tidak akan pernah berhasil. Warga tak mungkin meninggalkan harta kebunnya,” kata Kuad.

Hal ini juga disepakati oleh Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Maluku Utara Syahril Muhammad yang menyebut bahwa masyarakat Maluku di Ternate menganggap bahwa cengkeh adalah prioritas utama.

Cengkeh: Sejarah, Manfaat, dan Budidaya Tanaman Rempah Asal Maluku

“Bahkan, pada 1970-an sempat muncul anggapan bahwa orang yang tidak memiliki kebun cengkeh adalah orang miskin,” paparnya.

Walaupun harga pala dan cengkeh tak setinggi ratusan tahun lalu, tanaman rempah ini masih bisa menjadi sandaran hidup warga. Bahkan banyak anak-anak warga yang bisa sekolah hingga perguruan tinggi karena pala dan cengkeh.

Ketergantungan warga dengan cengkeh dan pala inilah yang membuat masyarakat Maluku rela hidup berdampingan dengan gunung api. Bahkan gunung-gunung api ini baik Gamalama, Kie Besi, maupun Banda Api adalah penyubur alami.

“Namun abu itu juga yang membawa kesuburan bagi tanaman cengkeh lain yang masih hidup,” kata Kene Tomaito, petani Kampung Tegetege.

Gunung api dan kesuburan

Kaitan antara gunung api, kesuburan tanah dan penduduk sejak dulu telah banyak diteliti. RW van Bemmelen dalam Geology of Indonesia (1949) mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki gunung api terbanyak di dunia.

Sejak 1800, bencana vulkanik tercatat nyaris terjadi setiap tiga tahun sekali. Sebanyak 135.000 korban jiwa, ratusan desa, dan ribuan hektare tanah atau hutan hancur akibat letusan dari gunung api.

Tetapi walau kerap menelan korban jiwa, bagi Van Bemmelen, tingkat kepadatan populasi di sekitar gunung api justru meningkat. Dirinya menyatakan di Jawa saja populasi meningkat dari 5 hingga 50 juta dalam satu abad.

Cerita Semua Pembangunan Benteng di Ternate untuk Lindungi Cengkeh

“Kepadatan penduduk di sekitar gunung api ini disebabkan kesuburan tanah di area itu,” paparnya.

Sementara itu ahli pertanian Belanda ECJ Mohr dalam paper-nya, The Relation Between Soil and Population Density in the Netherlands Indies (1938) menyebut kesuburan tanah tersebut menjelaskan mengapa daerah gunung api selalu padat penduduk.

Wilayah tanpa gunung api biasanya malah berpenduduk sedikit. Karena itu tidak mengherankan jika Kepulauan Banda, Ternate, Makian, dan Halmahera selalu dipadati penduduk meski tanah mereka berpijak sangat membahayakan.

“Warga tetap kembali meski harus mengungsi saat gunung di pulau itu meletus," ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini