Artefak Prasejarah di Loyang Mendale, Jejak Peneguh Kebhinekaan

Artefak Prasejarah di Loyang Mendale, Jejak Peneguh Kebhinekaan
info gambar utama

Penemuan artefak dan kerangka manusia prasejarah di Loyang (Gua) Mendele, Kebayakan, Aceh Tengah, Aceh memiliki makna besar. Penemuan artefak di Loyang Mendele ini seperti sebuah peneguhan kebhinekaan.

Hal ini karena tiga kelompok manusia pernah hidup di gua itu pada rentang waktu 8.800 tahun hingga 3.500 tahun lalu. Tiga kelompok ini meski berbeda secara budaya dan bahasa, hidup secara harmonis.

“Inilah bibit-bibit kebhinekaan kita,” ucap Zulkarnaini dalam Tanah Air: Loyang Mendele. Peneguhan Kebhinekaan yang dimuat Kompas.

Napak Tilas Kupiah Meukeutop sebagai Identitas Masyarakat Serambi Mekkah

Ahli arkeologi Indonesia, Harry Truman menyatakan hal seperti ini terjadi di Loyang Mendele dan beberapa daerah lain di Nusantara, kemudian berkembang dan menjadi nilai kehidupan. Artinya jelasnya, kebhinekaan ini sudah tumbuh sejak zaman nenek moyang.

Truman bersama para arkeologi lainnya menyatakan peresmian rumah Peradaban Gayo sangat penting. Hal ini karena Rumah Peradaban Gayo dibentuk untuk menyebarluaskan penemuan benda bersejarah di Mendale.

“Yang terpenting adalah memaknai penemuan ini,” kata Truman.

Penemuan artefak

Zulkarnaini menyebut penemuan artefak dan kerangka manusia prasejarah di Loyang Mendale berawal dari temuan gerabah oleh tim arkeolog Balai Arkeologi Medan pada tahun 2007 silam.

Ketika itu mereka sedang mensurvei Danau Laut Tawar. Mereka menduga ada kehidupan di sekitar danau itu pada ribuan tahun lalu. Apalagi, danau itu cocok dijadikan untuk tempat tinggal karena ekologinya sangat mendukung kehidupan.

Danau Laut Tawar ini terletak sekitar 10 kilometer dari Takengon, ibu kota Aceh Tengah, atau 325 kilometer dari Banda Aceh. Danau seluas 5.000 hektare ini merupakan penyedia air bagi pertanian dan menjadi obyek wisata unggulan.

Mitos Jimat Rantai Babi yang Bawa Kekebalan Saat Melawan Belanda

Pada tahun 2009, para arkeolog kemudian melakukan ekskavasi untuk mengetahui kandungan arkeologis di dalam tanah di mulut Loyang Mendale. Loyang itu pun jaraknya hanya 30 meter dari tepi danau.

“Pada kedalaman 20 sentimeter hingga 2 meter ternyata ditemukan artefak berupa gerabah, kapak batu, tulang hewan, cangkang kerang, dan 13 kerangka manusia,” papar Zulkarnanini.

Truman menuturkan di Loyang Mendale ternyata terdapat tiga lapisan penghuni. Periode pertama sekitar 8.800 tahun lalu, periode kedua sekitar 4.400 tahun lalu, dan terakhir sekitar 3.500 tahun lalu.

Akulturasi budaya

Truman melanjutkan bahwa pada periode pertama, penghuninya bercirikan ras Austro-Melanesia dengan babakan peradaban mesolitik. Orang-orang Melanesia, memiliki ciri kulit hitam dan rambut keriting.

“Seperti saudara kita di bagian timur Indonesia,” ujar Truman.

Lantas pada 4.400 tahun lalu, datang penghuni baru dari ras Mongoloid dari Asia Tenggara daratan. Mereka sudah bercocok tanam, tinggal menetap, dan memiliki pranata sosial atau aturan dalam komunitasnya.

Imigrasi yang ketiga terjadi sekitar 3.500 tahun lalu saat kedatangan ras Mongoloid penutur Austronesia. Mereka memiliki budaya yang hampir sama dengan ras Mongoloid dari Asia Tenggara tetapi lebih maju karena punya inovasi di bidang teknologi, tenun, dan pelayaran.

Mengapa Aceh Disebut Serambi Mekkah?

“Itulah nenek moyangku seorang pelaut,” katanya.

Ketiga kelompok ini hidup di Loyang Mendale secara harmonis. Terjadi interaksi biologis dan perkawinan silang dan akulturasi budaya dengan baik. Kematian mereka bukan karena peperangan hal ini dibuktikan dari posisi kerangka.

“Inilah bibit-bibit kebhinekaan kita. Di Indonesia ada campuran, ras, kelompok, dan etnis sehingga membentuk keindonesiaan. Nilai ini yang perlu kita teruskan kepada generasi muda bahwa kita bersaudara sejak leluhur,” tutur Truman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini