Hutan Punggualas, Metamorfosis Wilayah Pembalakan Liar Jadi Obyek Wisata

Hutan Punggualas, Metamorfosis Wilayah Pembalakan Liar Jadi Obyek Wisata
info gambar utama

Hutan Punggualas di Kabupaten Katingan. Kalimantan Tengah tengah menjadi daya tarik wisata yang menjanjikan. Masyarakat sekitar pun terlibat di dalamnya sebagai pemandu wisata bagi wisatawan luar.

Dimuat dari Kompas, agar bisa mencapai tempat itu dari kota Palangkaraya, ibu kota Kalteng, bisa menempuh jalan darat menggunakan mobil sekitar empat jam. Dari desa itu, tepatnya di dermaga Kereng Patahi, perjalanan digunakan menggunakan perahu kelotok.

Perahu kelotok itu melewati kanal dengan air hitam hutan gambut, semakin masuk ke jantung hutan, dan berhenti di kamp pengawas milik Taman Nasional Sebagau (TNS) dan World Wide Fund for Nature (WWF) Kalteng.

Kuntul Perak, Burung Primadona Kota Bontang

Para wisatawan bisa mendengar teriakan rangkong dari kejauhan, menyusup di antara pepohonan mengalahkan gemericik gerimis. Suasana seperti menyapa para pengunjung yang mencari rindu akan belantara hutan di Punggualas.

Semakin jauh melangkah, terlihat pohon buah yang banyak tumbuh di dalam hutan, seperti rambutan hutan, manggis, langsat, durian hutan, dan cempedak. Tidak heran tempat ini menjadi surga makanan orang utan.

Sedikitnya 40-60 individu orangutan tinggal di Punggualas yang luasnya mencapai 1.176 hektare. Ini hanya sebagian kecil dari total luas TNS yang mencapai 568.700 hektare dengan total populasi orangutan pada survei mencapai 6.000 orangutan.

“Jumlah ini menjadikan TNS sebagai salah satu kawasan dengan populasi orangutan terbesar di dunia,” papar Dionisius Reynaldo Triwibowo dalam Hutan Punggualas, Dari Pilu Jadi Rindu.

Jejak pilu

Namun Penggualas tak terbentuk indah begitu saja. Pada puluhan tahun lalu, tempat ini pernah mengalami hal pilu. Karena di mana-mana pohon ditebangi demi keuntungan ekonomi sematar.

Jejaknya masih bisa masih bisa dilihat dari parit atau kanal yang disebut Parit Palembang. Hal ini karena pada 1970-an, banyak orang Palembang datang untuk mengambil kayu. Ketika itu parit mengalirkan kayu yang ditebang.

Selama tiga dekade lamanya pohon-pohon ditebangi. Sebelum menjadi kawasan konservasi, sedikitnya ada 13 izin hak pengusahaan hutan (HPH) di wilayah itu. Masyarakat yang awalnya ikut memanfaatkan hutan malah ikut menebangi pohon.

Tari Dayak di Era Modern, Adaptasi dan Inovasi dalam Seni Tradisional di Kalimantan

Bambang Hermanto, Sekretaris Desa Karuing menjelaskan bahwa tempat ini dianggap mistis karena banyak orang tewas berebut lahan untuk memotong kayu di sekitar paris. Pada masanya, kayu bagaikan emas.

Dirinya masih mengingat bagaimana keluarganya bekerja memotong kayu dengan bayaran Rp5 juta per hari untuk puluhan hingga ratusan kubik kayu. Tetapi baginya uang itu adalah uang panas, sehingga sering membawa petaka.

“Semua mau bekerja, rebutan, tetapi mereka tahu bahwa tak boleh potong pohon sembarangan, bisa celaka,” katanya.

Titik balik

Kini Punggualas telah berbenah dan dijadikan kawasan ekowisata dan penelitian. Hal ini bermula saat izin-izin perusahaan habis dan status kawasan tersebut diubah menjadi kawasan konservasi.

Kanal-kanal yang dibuat para pembalak dan perusahaan kayu disekat untuk membasahi kembali daerah gambut yang kering. Sedikitnya ada 800 kilometer kanal yang dibangun. Modal sosial kemasyarakatan menjadi kunci sukses.

Sekretaris Jenderal Perkumpulan Petani Rotan Katingan (P2RK) Oskar N Sukah mengungkapkan bahwa rotan menjadi salah satu komoditas pengganti agar masyarakat tidak membalak kayu.

Mengenal 5 Istana Kerajaan yang Ada di Kalimantan

“Bahkan rotan menjadi salah satu daya tarik bagi turis. Banyak yang mau melihat proses budidayanya hingga menjadi tikar, keranjang, dan kerajinan tangan khas Dayak lainnya,” kata Oskar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini