Legenda Nyai Randinem sebagai Koki Pertama Serabi Kalibeluk dari Kota Batang

Legenda Nyai Randinem sebagai Koki Pertama Serabi Kalibeluk dari Kota Batang
info gambar utama

Kabupaten Batang, Jawa Tengah telah terkenal memiliki keragaman kuliner yang menggiurkan selera. Salah satunya adalah kuliner tradisional serabi khas Batang yang dikenal dengan nama Serabi Kalibeluk.

Dinukil dari laman visitjawatengah.jatengprov.go.id, serabi ini memiliki ciri khas yang bisa langsung dikenali, yakni bentuknya yang besar dan berdiameter sekitar kurang lebih dari 10 sentimeter.

Bila dilihat dari penampilannya, serabi ini layaknya panganan Bika Ambon asal Medan yang memiliki tekstur berongga dengan bentuknya yang bundar setengah lingkaran. Serabi ini biasanya disajikan satu tangkup atau satu pasang yang berisi dua loyang serabi.

Cerita Serabi, Pancake Khas Orang Indonesia

Hal yang menarik adalah asal usul dari kue serabi ini dipercaya berasal dari perempuan bernama Nyai Randinem. Dia adalah seorang wanita cantik yang pertama kali membuat dan menjual kue tersebut.

“Resep kue serabi ini dia dapatkan dari Ki Ageng Cempaluk dari Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah,” tulis Yesaya Wisnu yang dimuat Solopos.

Mitos Nyai Randinem

Dicatat sosok Ki Ageng Cempaluk merupakan ayahanda dari Tumenggung Bahurekso yang merupakan Senopati Kerajaan Mataram Islam. Dirinya dikenal sebagai sosok pembuka jalan di Alas Roban yang kini dikenal angker.

Disebutkan oleh Yesaya, Ki Ageng Cempaluk ini kemudian memberikan wejangan kepada Nyai Randinem bahwa dengan membuat serabi, hidupnya akan penuh berkah dan berkecukupan pada masa mendatang.

“Perkataan Ki Ageng Cempaluk ini membuahkan hasil di mana keturunan Nyai Randinem berhasil memasarkan kue Serabi Kalibeluk Batang hingga sekarang,” paparnya.

Sejauh Mana Anda Mengenali Serabi?

Bahkan dipercaya hingga sekarang hanya keturunan dari Nyai Randimen yang bisa membuat serabi tersebut. Rahasia dan cita rasa yang khas ini hanya diketahui oleh garis keturunan Nyai Randinem.

Sementara itu bila ada orang di luar nasab yang memaksa mencoba membuat kue serabi, akan gagal. Dalam artian, tekstur kue serabinya akan lembek, rasanya hambar, meski adonan tepung, kelapa atau santan dan gulanya tepat ukuran.

“Wah saya tidak tahu pak ya.. kalau menurut saya siapapun bisa mencobanya, syaratnya harus telaten,” jawab Bu Surini salah satu keturunan dari Nyai Randinem yang dinukil dari Mojok.

Penjaga warisan

Di Desa Kalibeluk kini hanya terdapat sekitar delapan rumah tangga, yang membuat kue serabi. Para penghuni dari 8 rumah tersebut masih keturunan dari Nyai Randinem. Mereka terus menjaga warisan kuliner dari leluhurnya tersebut.

Surini menjelaskan bahwa dia mendapat ilmu membuat kue serabi dari orang tuanya. Setiap hari dirinya membuat serabi dengan bantuan anak-anaknya. Surini mengaku bisa menghasilkan kue serabi sebanyak 40 tangkep atau 80 buah.

“Untuk membuat serabi sebanyak 80 buah atau 40 tangkep diperlukan 15 kg beras ditambah kelapa 15 butir, gula aren, dan daun pandan secukupnya. Sedangkan untuk mencetak serabi hingga matang, setiap serabi membutuhkan waktu sekitar 5 atau 6 menit,” tutur Surini.

Serabi Kalibeluk, Serabi Jumbo Khas Batang

Supaya kue serabi ini tetap terjaga aromanya yakni sedap, gurih, dan daun pandannya terasa wangi, dirinya memasak tidak menggunakan api dari gas elpiji atau arang, tetapi menggunakan kayu bakar.

Ketika membuat tepung yang bahan bakunya dari beras, dirinya pun harus menumbuk dengan antan atau alu, tidak boleh digiling dengan mesin. Karena itulah saat Pemkab Batang akan memberikan bantuan mesin, dirinya menolak secara halus.

“Itu bisa berpengaruh terhadap rasa serabi yang sudah kita buat secara turun temurun ini,” terangnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini