Kisah Mbah Boncolono, Maling Sakti dari Kediri yang Ditakuti Belanda

Kisah Mbah Boncolono, Maling Sakti dari Kediri yang Ditakuti Belanda
info gambar utama

Mbah Boncolono merupakan cerita yang begitu melegenda di Kediri, Jawa Timur. Disebutkan sosok ini memiliki kesaktian yang ilmunya saat itu dipergunakan untuk menolong kaum lemah pada masa penjajahan Belanda.

Dinukil dari Liputan6, Mbah Boncolono selalu mendermakan hartanya yang didapat dari merampok orang-orang Belanda untuk diberikan kepada rakyat miskin. Karena sepak terjangnya itu, masyarakat menyebutnya dengan julukan Maling Gentiri.

“Bagi warga lokal Kediri, dia adalah pahlawan. Ini, kan cerita turun-temurun masyarakat yang diyakini kebenarannya pada masa penjajahan Belanda dulu,” tutur Nur Muhyar Kepala Disbudparpora Kota Kediri.

Keindahan Batu Gantung dari Danau Toba yang Menyimpan Cerita Kesedihan

Perbuatan tersebut tidak dilakukan Mbah Boncolono sendirian. Dirinya mengajak Tumenggung Mojoroto dan Poncolono untuk merampok. Ketiganya sama-sama tidak suka melihat orang Belanda yang kejam dan biadab kepada warga.

Karena dianggap meresahkan, pemerintah Belanda membuat sayembara bagi siapapun yang bisa membunuh Ki Ageng Gentiri akan mendapatkan hadiah. Sayembara ini digelar karena pasukan Belanda selalu gagal meringkus aksi mereka.

“Karena ada hadiah, pada waktu itu banyak tokoh dan pendekar lokal yang ikut. Namun mereka juga gagal karena Ki Ageng Gentiri memiliki ilmu Pancasona yang membuatnya tidak bisa dibunuh. Kecuali kepalanya dipenggal dan dipisah dari badannya dengan batas Sungai Brantas,” kata Sejarawan asal Kediri, Fachris yang dikutip dari Detik.

Kuburan terpisah

Singkat cerita, Mbah Boncolono berhasil ditangkap. Tidak jelas pada periode kapan sosok ini tewas di tangan Belanda. Namun dalam cerita rakyat, Mbah Boncolono tewas dengan kepalanya terpenggal.

Selanjutnya tubuh dan kepalanya pun dikuburkan secara terpisah. Bagian kepala dimakamkan di lingkungan Ringin Sirah, lokasinya sekarang terletak di pusat kota, di belakang gedung pusat perbelanjaan.

Sementara untuk jasad tubuhnya disemayamkan di dataran tinggi, tepatnya di atas bukit (Gunung Mas Kumambang). Lokasinya masuk ke dalam kawasan wisata Selomangkleng, Kediri, Jawa Timur.

Cerita Rakyat dari Jawa Tengah: Kisah Timun Mas

Dirinya pun dimakamkan bersama dengan dua kawannya yakni Tumenggung Mojoroto dan Poncolono. Tempat pemakaman Mbah Boncolono kini dinamakan Astana Boncolono dan kerap dikunjungi peziarah.

“Mereka ini bertiga saudara seperguruan,” kata Asisten 3 Bidang Umum Pemkot Kediri Nur Muhyar.

Cagar budaya

Nur menyatakan bahwa keturunan dari Mbah Boncolono sampai sekarang masih ada dan menetap di Jakarta. Salah satu keturunan Mbah Boncolono adalah Japto S Soerjosoemarno pendiri dan Ketua Pemuda Pancasila.

“Keturunannya masih ada, salah satu namanya adalah Japto S Soerjosoemarno SH tinggal di Jakarta,” jelasnya.

Pada tahun 2004, pihak keluarga dan seluruh keturunannya bekerja sama dengan pemerintah Kota Kediri untuk merenovasi Astana Boncolono. Mereka menyerahkan seluruh bangunan dan fasilitas pendukungnya untuk diresmikan dan dikelola Pemkot Kediri.

Legenda Sumur Berbau Wangi yang Jadi Bukti Kesetian Cinta dari Banyuwangi

Pemkot Kediri pun mengembangkan makam ini dalam rangka melestarikan budaya nasional dan menambah aset pariwisata Kediri. Untuk dapat memudahkan pengunjung yang ziarah ke Astana Boncolono, dibangun jalan seperti tanggak berundak.

“Banyak yang datang ke sini, terutama pada hari kamis malam Jumat, baik laki-laki maupun perempuan. Ya sekadar untuk berdoa di sana. Ya, sekadar untuk berdoa di sana, kadang sore maupun malam hari,” ujar Mbah Darno, salah satu pemilik kopi di kawasan Astana Boncolono.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini