Merawat Musik Gondang, Alunan Indah Berbalut Nuansa Supranatural

Merawat Musik Gondang, Alunan Indah Berbalut Nuansa Supranatural
info gambar utama

Gondang merupakan sajian musik bernilai sakral dalam ritual tradisional masyarakat Batak. Bagi masyarakat Batak, memainkan gondang tak boleh sembarangan. Namun perubahan sosial telah menggeser pandangan itu.

Dinukil dari Kompas, gondang sejatinya adalah permainan musik yang digunakan oleh masyarakat Batak, terutama umat Parmalim, dalam ritual keagamaan atau tradisi setempat. Nilai sakral melekat dalam gondang sehingga tidak bisa dimainkan sembarangan.

“Margondang (permainan gondang) biasa dimainkan saat perayaan panen atau pesta kematian. Pemainnya pun pilihan, hanya orang-orang yang terlatih dan memahami makna setiap gondang,” kata Holo Siringoringo, pemain gondang dari Fransius Ringo Group Ajibata.

Keunikan Upacara Adat Batak yang Jarang Diketahui

Dikatakan oleh Holo, pada setiap komposisi gondang, dipercaya mempunyai kekuatan supranatural. Karena itu ketika dimainkan, suaranya akan terdengar sampai ke langit dan para penari kesurupan.

Nantinya para pendengarnya akan terasa menghanyut dan bersatu di dalam suasana kekeluargaan. Tetapi seiring berjalannya waktu, penghormatan atas kesakralan itu berkurang terutama dengan kehadiran musik modern.

Hilang dari zaman Belanda

Pemimpin tertinggi warga Parmalim, Raja Marnangkok Naipospos menjelaskan guncangan atas keaslian gondang bermula dari penjajahan Belanda dan masuknya agama baru. Musik gondang dianggap pemujaan terhadap roh nenek moyang.

IL Nommensen yang merupakan misionaris Kristen di Batak pada abad 20 sempat meminta Pemerintah Kolonial Belanda untuk melarang upacara dengan musik gondang. Larangan ini bertahan hampir 40 tahun sampai tahun 1938.

Larangan itu memberikan pukulan keras bagi seni gondang. Dijelaskan oleh Tonggo Raja Simangunsong, pargonsi dari Desa Sitorang Jahe bahwa masa larangan hingga 40 tahun itu merusak generasi.

Kisah Sianjur Mulamula: Cara Masyarakat Batak untuk Melacak Asal Usulnya

Pada masa-masa berikutnya hanya sedikit warga Batak yang memahami nilai dasar dan keaslian Gondang. Hingga akhirnya kini gondang lebih banyak dimainkan sebagai sekadar hiburan yang dipadu dengan alat musik modern.

30 tahun lalu warga biasa memanggil group gondang untuk menggelar upacara adat atau ritual keagamaan. Group gondang bahkan semakin laris saat musim panen atau menjelang tahun baru, namun makin ke sini warga enggan mengundang gondang.

“Sekarang ini paling-paling tiga kali dalam sebulan kami diundang warga. Itu pun kadang tidak ada sama sekali,” paparnya.

Kembalikan jati diri

Mulai terlupakannya gondang membuat para musisi Batak tergerak untuk mempertahankannya. Salah satunya adalah hadirnya gondang dalam festival musik di daerah Medan.

Dentum gondang dengan ketukan rancak taganing dan hesek, biasanya berpadu dengan alunan saksofon, harmoni organ, dan petikan gitar listrik, membentuk komposisi unik dan megah saat mengiringi lagu pop.

Walau permainan kolaboratif ini bisa menghibur penonton, tetapi bagi kalangan tradisionalis, inilah bentuk keruntuhan gondang sejati. Di sisi lain, di tengah benturan tersebut, peran pemerintah dianggap kurang tampak.

Sejarah Berkembangnya Agama Kristen di Tanah Batak dan Lahirnya HKBP

Holo menyebut pementasan rutin, penyediaan pertunjukkan, dan dorongan regenerasi belum ada. Sekolah-sekolah pun tak memasukkan musik tersebut sebagai muatan lokal dalam pendidikan.

Padahal kesakralan gondang menjadi bentuk kejeniusan dari leluhur yang melekat sebagai identitas. Walau godaan dan tantangan modernitas terus menggempur, para orang tua masih bertahan menjaga tradisi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini