[Siaran Pers] DESUS #1 - Menilik Peranan Teknologi Digital dalam Pemilu 2024 dan Hadirnya

[Siaran Pers] DESUS #1 - Menilik Peranan Teknologi Digital dalam Pemilu 2024 dan Hadirnya
info gambar utama

Yogyakarta - Dalam rangka membentuk pemerintahan yang demokratis sesuai dengan Undang-Undang 1945, Pemilu 2024 hadir untuk dilaksanakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Menjelang Pemilu ini, media sosial disuguhi berita-berita tentang pencalonan, kampanye, sampai isu penundaan. Namun, rakyat Indonesia banyak yang belum memahami esensi dari Pemilu dan bagaimana mencapai demokrasi.

Merespon isu tersebut, Center for Digital Society berkolaborasi bersama Perludem melalui serial perdana Desus untuk menyosialisasikan pemahaman mengenai Pemilu 2024 dan desas-desusnya kepada publik. Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem) menjadi pembicara pada kesempatan ini dengan dipandu oleh Heroik M. Pratama (Peneliti Perludem) dan Iradat Wirid (Peneliti CfDS) sebagai Host. Diskusi ini dapat disaksikan melalui linkini.

Transformasi Digital Pemilu 2024

Khoirunnisa Nur Agustyati membuka diskusinya dengan menjelaskan mengenai kerangka hukum yang sama di Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019, yakni UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pilkada mengacu pada UU No. 10 Tahun 2016 (UU No 6 Tahun 2020). Namun, perbedaan mendasar terletak pada transformasi digital yang menjadikan teknologi rekapitulasi suara sebagai kebutuhan terpenting sehingga tidak ada pergeseran suara karena rekapitulasi manual membutuhkan waktu 35 hari setelah Pemilu berlangsung.

Selain itu, transformasi digital juga diperlihatkan oleh KPU dengan tujuan transparansi kepada publik lewat Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), dan sebagainya.

Lebih lanjutnya, Pemilu 2024 akan diwarnai oleh pemilih baru yang erat hubungannya dengan sosial media. Lewat platform inilah informasi mengenai Pemilu sampai kampanye akan didistribusikan. Namun belum ada mitigasi risiko-resiko di media sosial, seperti disinformasi dan transparansi sehingga dibutuhkan penanganan terkait penangkalan disinformasi.

Peningkatan Literasi Digital sebagai Solusi

Tidak dapat disangkal bahwa disinformasi, hoax, dan polarisasi melalui media sosial akan menjadi tantangan terbesar Indonesia di era Pemilu. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi mengikat untuk mendorong adanya ekosistem digital yang demokratis, yakni literasi digital.

Untuk meningkatkan literasi digital diperlukan sistematika pemberantasan konten penyebaran informasi, forum diskusi yang menggaet semua pihak terkait de-bunking dan pre-bunking, kolaborasi dari masyarakat sipil dengan platform media sosial, menganalisis disinformasi di Pemilu 2024, dan sistem pelaporan hoax yang jelas. Hal terpenting dari Pemilu 2024 adalah partisipasi dari pemilih yang mampu secara cerdas memilih informasi saat kampanye berlangsung.

“Narasi yang memecah belah dan menjatuhkan akan menjadi clue utama dalam mengidentifikasi hal ini. Politik identitas menjadi mobilisasi politik untuk membangun sentiment emosional sehingga menjadikan pemilih muda komoditas politik yang terombang-ambing kepada kandidat tertentu. Oleh karena itu, kita harus bisa menganalisis hal ini” jelas Khoirunnisa menutup diskusinya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini