Cerita dari Gang Dolly: Dari Pemakaman yang Disulap Jadi Lokalisasi Tersohor

Cerita dari Gang Dolly: Dari Pemakaman yang Disulap Jadi Lokalisasi Tersohor
info gambar utama

Gang Dolly yang berada di Jalan Kupang Gunung I Surabaya menyimpan jejak panjang bisnis perlendiran di Kota Pahlawan. Dolly menjadi ikon gemerlapnya dunia malam yang bahkan disebut mengalahkan Phat Phong di Thailand atau Geylang di Singapura.

Namun, siapa sebenarnya sosok pemilik nama tempat tersohor itu. Ada sebuah versi sosok pemiliknya adalah Dolly Van der Mart, perempuan Belanda yang awalnya adalah seorang pebisnis handal di gang tersebut.

Disebutkan dirinya membuka beberapa tempat penginapan dan juga restoran. Tetapi di sisi lain, dirinya juga menyambi menjadi seorang mucikari pada awal periode rumah bordil yang berada di Surabaya.

Cerita Mulia Dokter Basri, Penjinak 'Raja Singa' di Lokalisasi Planet Senen

Dinukil dari Detik, Dolly merupakan nama panggilannya sesuai nama yang tertulis di prasasti makamnya di Sukun, Kota Malang. Di sana tertulis D.A. Chavid atau nama lengkapnya adalah Dollyres Advenso atau Advenso Dollyres.

Disebutkan dirinya adalah perempuan kelahiran Surabaya keturunan Filipina. Chavid adalah nama ayahnya yang seorang Filipina. Sedangkan ibunya bernama Herliah yang merupakan seorang Jawa.

Bermula dari pemakaman

Dolly termasuk yang mengawali bisnis prostitusi di Kupang Gunung pada 1960-an silam Namun awalnya dirinya tidak terjun dalam bisnis pelacuran. Dia baru belajar dari seorang mucikari tersohor bernama Tante Beng di Kembang Kuning.

“Sekitar delapan tahun dia menjadi anak kesayangan Tante Beng. Pada masa-masa itu dia mulai mengumpulkan aset. Pelajaran ngegermo. menurut Dolly juga dia dapatkan dari sang mucikari,” sebut sebuah reportase di Majalah Jakarta-Jakarta.

Kemudian pada tahun 1969, Dolly memulai bisnisnya sendiri setelah pindah ke kawasan Kupang Gunung. Dia bangun sebuah rumah di bekas lahan kuburan China dan mulai menjalankan bisnis rumah bordil.

Memori Masjid Islamic Center Jakarta dari Puing Lokalisasi Terbesar di Asia Tenggara

Bangunan atau gundukan makam diratakan, mereka memindahkan kerangka yang tersisa atau bahkan hanya meratakan gundukan makam tapi tak memindahkan kerangka. Di atasnya, dibangun rumah-rumah.

“Pada 1967, muncul seorang bernama Dolly Khavit, seorang wanita yang konon dulunya juga pelacur yang kemudian menikah dengan seorang pelaut Belanda,” tulis Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly.

Disebutkan Dolly enggan dipanggil dengan nama Mami, dia lebih memilih dipanggil papi, sebagaimana layaknya germo pria. Karena dianggap sebagai perintis, Dolly dipanggil sebagai nama kompleks secara keseluruhan.

Luka yang dibawa mati

Mulai tahun 1980-an, Dolly telah terkenal di Asia Tenggara dan mancanegara. Mayoritas yang menjadi PSK di situ bukan orang Surabaya tetapi pendatang dengan beragam latar belakang, salah satunya ekonomi.

Setelah bertahan puluhan tahun, pada 2014 menjadi momen bersejarah ketika Pemkot Surabaya menutup Dolly. Walau ada rentetan unjuk rasa, Pemkot Surabaya tetap gigih menutup lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara ini.

Kini jejak Dolly masih tersimpan dalam sebuah bangunan yang dulunya bernama Wisma Barbara. Di gedung ini terdapat sekitar 100 kamar. Karena itu tidak main-main, wisma itu dibeli Pemkot Surabaya seharga Rp9-10 miliar.

Ziarahi Makam Tante Dolly, Pendiri Lokalisasi Tersohor di Surabaya

Di sisi lain, keluarga Dolly selama ini menutup rapat identitas mereka. Handoyo, salah satu adik Dolly mengaku malu disebut famili dari mantan PSK dan mucikari paling kesohor se-Asia Tenggara.

Handoyo mengatakan bahwa Dolly di usia tuanya sering menangis. Hal ini karena dirinya sakit hati dengan orang-orang yang mencetuskan namanya digunakan untuk kompleks pelacuran di kota Pahlawan.

“Sakit hati itu dibawa mati kakak saya,” katanya yang dimuat National Geographic.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini