Mengenal Anik Sunyahni, Pesinden Legendaris yang Masih Eksis

Mengenal Anik Sunyahni, Pesinden Legendaris yang Masih Eksis
info gambar utama

Rino wengi yo mas kutut manggung. Hanyenyung ngerah ati ya rama. Ramane tle omben omben. Ben omben ben omben ben omben. Ben omben ben omben omben ben ombenana. Manuke dara omben ombenana. (Kutut Manggung – Anik Sunyahni, Cipt : Nyi Tjondrolukito)

Potongan syair tersebut merupakan bagian dari lagu gending Kutut Manggung. Terdengar asing, bukan? Padahal, lagu berjudul Kutut Manggung sendiri adalah salah satu gending yang paling sering dibawakan dalam seni karawitan karena unsur keindahan dalam segi penyajiannya. Para pesinden selalu membawakan gending tersebut dengan penuh rasa dan penghayatan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sinden atau biasa juga disebut sebagai waranggana adalah penyanyi wanita pada seni gamelan atau dalam pertunjukan wayang, baik wayang golek maupun wayang kulit. Sementara itu, Ki Mujoko Raharjo dalam bukunya menyebutkan bahwa sinden berasal kata “pasindhian” yang memiliki makna sesuatu yang kaya akan lagu atau yang melagukan. Dalam sebuah pertunjukan gamelan, sinden bertugas melagukan syair-syair yang biasanya mengandung makna dan filosofi sesuai tema yang diangkat pada pertunjukan tersebut.

Bayu Purnama, M.Sn., Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, menyebutkan bahwa sinden bertugas menyampaikan pesan dalam karawitan melalui media syair (cakepan) yang dilagukan dengan teknik tertentu. Misalnya, pada lirik tembang Pocung, yaitu “ngelmu iku kelakone kanthi laku” memiliki arti “ilmu itu didapat dengan belajar”. Pesan-pesan filosofis dalam sebuah pertunjukan karawitan sendiri biasanya disesuaikan dengan tema yang diangkat. Oleh sebab itu, sinden memiliki peran yang besar dalam sebuah pertunjukan karawitan.

Meskipun mulai tergerus zaman, masih banyak sinden yang sering tampil membawakan gending-gending dengan suara khasnya di luar sana. Salah satu sinden legendaris yang banyak dikenal masyarakat hingga saat ini adalah Anik Sunyahni dengan julukannya “Si Ratu Kutut Manggung”. Beliau adalah sinden yang mempunyai pembawaan yang khas dan indah dalam melagukan gending Kutut Manggung di atas panggung.

Baca juga: Deretan Sosok Sinden yang Berasal dari Mancanegara

Profil Anik Sunyahni "Si Ratu Kutut Manggung"

Pesinden Anik Sunyahni di Luar Panggung
info gambar

Anik Sunyahni lahir pada tahun 1976 di sebuah daerah bernama Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Sunyahni terlahir dari keluarga yang sangat njawani. Ayahnya, Bapak Atmowiyono, merupakan pemilik gamelan di desanya yang sering dipakai untuk pertunjukan karawitan. Tidak heran jika Sunyahni kecil mempelajari seluk-beluk ilmu sinden secara langsung dari keluarganya dan mulai belajar tampil di panggung sejak usia delapan tahun.

Seiring berjalannya waktu, Sunyahni semakin dikenal banyak oleh sesama seniman karawitan. Panitia tetap (Pantap) Semarang merupakan salah satu kelompok seniman yang turut membesarkan nama Sunyahni. Ketika menginjak usia 14 tahun, Sunyahni diminta menemani dalang-dalang besar seperti Ki Anom Suroto dan Ki Mantep Sudarsono untuk menjadi sinden dalam pagelaran wayang mereka.

Puncaknya, Sunyahni mendapat kontrak dengan salah satu media televisi terbesar di Indonesia, Indosiar, untuk menjadi bintang tamu bersama para dalang ternama. Sejak saat itu, ia menjadi sinden yang dikenal luas masyarakat.

Kualitas suara serta ketekunan Sunyahni juga berhasil membuatnya tampil di berbagai negara, seperti Suriname, Slovakia, Ceko, dan Taiwan. Sementara itu, di dalam negeri, Sunyahni mendapat berbagai penghargaan dari perlombaan sinden. Ia juga berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Presiden Soeharto dan tampil di Gedung MPR dan DPR.

Tantangan yang Dihadapi

Dibalik segala prestasi tersebut, Sunyahni harus menghadapi berbagai macam tantangan, mulai dari stigma negatif masyarakat hingga sulitnya berinovasi dalam mengubah cengkok yang sering disalahartikan mengubah pakem atau aturan baku gending.

Baca juga: Penyamei, Si Sinden Bengkulu Tanpa Wajah

Selain itu, banyak orang yang beranggapan bahwa dunia pewayangan, termasuk sinden di dalamnya, tidak terlepas dari hal-hal bersifat magis. Hal ini membuktikan bahwa profesi sinden memang bukanlah profesi yang mudah. Mereka harus memiliki mental yang tangguh serta keajegan dalam meniti karier sedikit demi sedikit.

Sunyahni memang dinilai berhasil mempertahankan kebudayaan jawa di era sekarang. Ia juga berusaha menurunkan bakat sindennya kepada kedua anak perempuannya, Putri dan Monika. Keduanya mengaku bangga memiliki ibu seorang pesinden profesional dan berusaha mempelajari ilmu-ilmu sinden secara totalitas.

Sunyahni Tampil Bersama Pesinden Muda
info gambar

Namun, kenyataannya, jika Kawan lihat kondisi yang terjadi pada saat ini, kebudayaan lokal seperti sinden mulai jarang diketahui. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah pesinden muda. Padahal, sebagaimana yang dikatakan Bayu Purnama, dunia sinden dan karawitan itu banyak mengandung filosofi yang perlu diketahui masyarakat, baik yang berkaitan dengan agama, moral, dan kesopanan.

Sementara itu, menurut Sunyahni, sebenarnya masih banyak sinden berkualitas di luar sana. Hanya saja, rendahnya atensi media membuat sinden-sinden tersebut kurang terliput dan dikenal oleh masyarakat. Ia juga menganggap bahwa anak muda yang mulai melupakan kebudayaan lokal tidak serta-merta melakukannya secara sengaja. Hanya saja, mereka kurang disodorkan kebudayaan tersebut secara terus menerus sehingga lebih banyak terekspos kebudayaan luar.

Potret Sunyahni Mengajarkan Sinden
info gambar

Kendati demikian, terlepas dari menurunnya animo masyarakat terhadap dunia sinden, sebagai sinden profesional, Sunyahni sendiri mengaku akan terus menekuni profesinya itu.

“Selama masyarakat masih mau menerima saya dengan kondisi apapun, saya akan tetap bersinden ria. Sebagai sinden seperti saya, ibaratnya ‘nek dituku larang, nek dijaluk diwenehke’,” tutup Sunyahni.

Referensi

Film pendek dokumenter "Waranggana: Si Ratu Kutut Manggung" (2017) karya Snack and Dessert Production.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini