Mengingat Kampung-Kampung yang Pernah Kepung Kemegahan Kota Jakarta

Mengingat Kampung-Kampung yang Pernah Kepung Kemegahan Kota Jakarta
info gambar utama

Perubahan zaman telah melahirkan pusat pertumbuhan ekonomi Ibu Kota. Dahulu Jakarta awalnya berupa perkampungan, kemudian berubah menyisakan ragam kisah pembentukan kota Jakarta.

Dian Dewi Purnamasari dalam Kisah Kampung Besar Tengara Kota yang dimuat Kompas, menyatakan sebelum menjadi megapolitan seperti saat ini, Jakarta adalah sebuah kampung yang sangat besar.

Dicatatnya sejak tahun 1960-an, jumlah kampung di Jakarta yang disebut kota hanya ada di Jakarta Kota atau Kota Tua, Gambir, Meester Cornelis atau sekitar Stasiun Jatinegara - Jalan Otista, Menteng, dan Kebayoran Baru.

Kisah Pilu Peziarah yang Menabur Bunga di Pemakaman yang Tenggelam

“Sudah ada penataan kawasan di sana dengan bangunan permanen seperti batu bata dan semen,” ucapnya.

Sementara tempat yang dikatakan kampung hanya terdiri dari pemukiman dari kayu dan bambu. Populasi penduduknya lebih sedikit banyak, pola jalannya berkelok-kelok, berupa jalan setapak yang becek di kala hujan.

Pemberian nama kampung

Arkeolog Candrian Attahiyat menjelaskan ada hal yang menarik dari penamaan kampung di Jakarta. Diungkapkan bahwa rata-rata nama kampung di Jakarta dibuat dari tengara nama-nama tanaman dan kontur tanah.

Misalnya Kampung Krukut di Taman Sari, Jakarta Barat yang diambil dari nama sejenis rumput atau tumbuhan kecil di tepi jalan dan parit. Selain itu juga yang mengambil dari kontur tanah seperti poncol atau dataran tinggi.

“Nama-nama itu kemudian diformalkan saat Belanda membuat pengukuran tanah dan peta. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka menjadi catatan resmi,” ucapnya.

Kisah Kampung Apung Teko yang Dahulu Rindang Layaknya Pondok Indah

Candrian menambahkan bahwa saat memberikan nama wilayah, orang zaman dahulu juga sudah memikirkan supaya nama tersebut memberikan keselamatan warganya dari malapetaka. Seperti kawasan Legok di Kali Ciliwung.

Dijelaskan olehnya, nama itu sesuai dengan kontur tanah setempat yang menjorok ke sungai. Akibatnya saat terjadi hujan lebat, kawasan itu memang kerap kebanjiran. Namun saat ini nama kawasan itu sudah berubah.

“Nama-nama itu juga bisa sebagai peringatan bagi orang yang akan tinggal di situ bahwa kawasan itu memang dataran rendah yang rawan banjir,” katanya.

Telah hilang

Dikatakan oleh Candrian, seiring dengan pengembangan kota, kampung-kampung di Jakarta juga ikut hilang. Karena program penggusuran untuk dijadikan fasilitas kota ataupun pembangunan obyek vital.

Misalnya di sekitar Senayan, ada sebuah kampung bernama Petunduhan dan Pecandran. Namun kampung tersebut kini sudah hilang. Sebagian penduduknya telah dipindahkan ke Tebet, Jakarta Selatan.

“Pondok Indah itu dulu namanya juga Pondok Pinang. Karena alasan pemasaran dari pengembang yang membangun perumahan elite, nama lokalnya hilang dan berubah,” katanya.

Jejak Tangkiwood, Meriahnya Kampung Para Artis dari Barat Jakarta

Yahya Andi Saputra, budayawan Betawi menganggap bahwa upaya merawat ingatan sangat penting. Dikatakannya bahwa memori kolektif ini perlu dijaga karena Jakarta merupakan kota dengan perkembangan yang pesat.

Bagi Yahya, mengenal asal usul kampung tidaklah sekadar untuk mengenang masa lalu, tetapi juga menjadikannya sebagai pijakan menghadapi tantangan masa depan. Apalagi, ucapnya perubahan wujud kampung telah meninggalkan ragam kisah kehidupan kota.

“Belanda dahulu memisahkan permukiman warga Batavia berdasarkan suku dan bangsa, setelah merdeka, Jakarta menjadi melting pot yang menunjukkan bahwa kota ini sebenarnya toleran dan damai dalam kultur yang beragam,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini