Benahi Link and Matched, Sekolah Ini Raih Juara 1

Benahi Link and Matched, Sekolah Ini Raih Juara 1
info gambar utama

Mungkin yang dirasakan Hapsari Posporini seperti ini, "Dapat mimpi apa semalam aku? Ternyata sekolahku berhasil menyabet Juara 1 ajang "Penganugerahan Pelatihan Vokasi Award 2021" yang diadakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dengan tema "SDM Kompeten, Indonesia Maju". Demikian, mengutip laman IPB'97 dalam artikelnya tentang link and matched di dunia peluang kerja.

Adapun Hapsari Pusporini adalah founder yang kini menjabat sebagai Chairwoman, TransAvia. Perempuan berusia 35 tahun yang akrab disapa Sasa itu, adalah lulusan D3 jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas 11 Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah.

Sejak di semester akhir kuliahnya, Sasa sudah melalang buana ke berbagai negara, lantaran menjadi pramugari. Diawali sebagai pramugari pesawat haji, hingga kemudian setelah lulus kuliah Sasa menjadi pramugari reguler di pesawat komersil selama 5 tahun.

Kemudian berangkat dari keprihatinan atas fakta di lapangan, bahwa banyak generasi muda Indonesia yang skillful tapi terbentur biaya, Sasa menjadi kepikiran. "Karena akhirnya mereka jadi menganggur cukup lama. Sayang sekali potensi yang mereka punya, tergilas waktu menganggur," ungkap Sasa.

Dia ingin agar generasi muda Indonesia, setidaknya tak perlu mengalami menganggur, seperti saat dia mulai bekerja sebagai pramugari, di saat masih di tahap akhir kuliahnya.

Namun, dari fakta itulah Sasa justru melihat problem yang berkelanjutan. Selain banyaknya potensi positif generasi muda Indonesia yang berserakan, tetapi dia juga melihat cukup banyak upaya yang dilakukan perusahaan dan instansi untuk mewadahi angkatan kerja berpotensi tersebut melalui penyebaran informasi lowongan kerja. Permasalahannya, kenapa informasi lowongan yang tersedia panjang sekali masa tayangnya?

Kisah Akrom, Mahasiswa UNY yang Buka Jasa Servis Jam Tangan

Perlu diketahui, dulu sebelum bermunculan website (bahkan aplikasi informasi pekerjaan), seperti JobStreet apps, Linkedin apps, Kalibrr, Glints, dan lainnya, para pencari kerja harus menunggu informasi lowongan kerja selama sepekan. Ya, dulu akhir pekan merupakan hari dimana koran-koran menampilkan iklan lowongan kerja. Alhasil, potensi untuk mengakses informasi lowongan kerja hanya seminggu sekali. Sedangkan saat ini? Setiap jam bahkan ada update informasi lowongan kerja baru.

Namun entah kenapa, untuk bisa meraih pekerjaan impian itu malah semakin berat. Secara logika sederhana, bermunculannya website dan apps informasi tersebut seharusnya semakin mempermudah calon pencari kerja mendapatkan pekerjaan.

Namun tetap saja, dari ratusan lowongan kerja tersedia, penetrasi tenaga kerja yang masuk sangat sedikit. Dari fakta inilah kemudian banyak sorotan muncul dari masyarakat, baik dari pencari kerjanya dan juga praktisi HRD-nya.

Terjadi saling menuding. Pihak pekerja mengeluhkan proses perekrutan yang rumit dan pihak HRD mengeluhkan banyak pencari kerja yang mengirimkan biodata tidak sesuai pekerjaan yang diminta.

Sasa pun melihat seperti terjadi deadlock antara link and matched dari kondisi faktual tersebut. Alhasil Sasa melalui TransAvia-nya, mengambil siasat dari sisi pengembangan skill (keahlian).

Sasa pun tidak sendiri. Dia memiliki kakak kandung yang juga pernah bekerja selama dua tahun di perusahaan penyewaan pesawat dan jet pribadi. Namanya Ratih Pusparani, yang merupakan pemegang gelar master dari UNS namun dengan gelar sarjana S1 dari teknologi perikanan IPB.

Sasa dan Ratih kemudian berkolaborasi, saling mengisi. Secara teknis Ratih memerlukan pengalaman adiknya dan secara manajemen, Sasa dibantu oleh kakaknya. Pada Desember 2015 akhirnya didirikanlah TransAvia.

Kisah Faron: Bermula dari Penerima KIP Kuliah hingga Jadi Pebisnis Sukses
Ratih Pusparani (kiri) dan Hapsari Pusporini (kanan) | Foto: Ist
info gambar

"Angkatan pertama TransAvia saat itu 15 orang saja. Lokasi perkuliahannya pun cuma di ruko. Sekarang angkatan yang terbaru, yang akan diluluskan nanti, jumlahnya sudah mencapai 100 orang lebih. Kampus kami sekarang sudah mandiri di tengah kota Solo," ungkap Ratih, yang bertugas di belakang layar sebagai Direktur Bisnis dan Pengembangan TransAvia.

Karena tugasnya adalah mengembangkan sayap TransAvia, demi menyiasati pemanfaatan potensi sumber daya manusia yang tersia-siakan itu, Ratih pun mendaftarkan sekolahnya sebagai Lembaga Pelatihan Ketrampilan Swasta (LPKS) berbasis kompetensi.

Kini sudah 7 angkatan yang dihasilkan oleh TransAvia, yang masing-masing lulusan telah menyebar bersama kemampuan mereka ke berbagi perusahaan dan instansi. "Dan dari semua angkatan itu, 80 persen menembus peluang kerja," ungkap Ratih.

Bahkan yang sedang bersekolah pun, lanjut Ratih, sudah ada yang disalurkan ke perusahaan dan instansi yang memerlukan tenaga kerja. Tentunya melalui kerjasama magang dan pelatihan.

Tahun ini, empat siswa program studi Perhotelan dan Kapal Pesiar menjalani masa on the job training (OJT) selama 6 bulan (Januari hingga Juni 2023) di Hotel Parkroyal Penang Resort, Malaysia.

Lalu instansi dan perusahaan apa yang menampung lulusan TransAvia ini? "Paling banyak dari perusahaan transportasi udara seperti maskapai dan bandar udara kemudian transportasi darat seperti kereta dan perusahaan otobus lalu perkapalan," jelas Ratih yang juga Direktur Bisnis dan Pengembangan TransAvia itu.

Kisah Inspirasi Warren-nya Indonesia, Lo Kheng Hong

Sedangkan dalam hal pendidikan, TransAvia mengembangkan kompetensi spesifik dan kompetensi terbuka. Kompetensi spesifik ialah penempaan kemampuan yang tidak bisa dilakukan hanya dengan kompetensi terbuka. Contohnya pada salah satu program studi Aviation Security atau sekuriti bandara.

"Tidak bisa orang yang punya pengalaman sekuriti di bank misalnya, atau pernah jadi petugas keamanan kantor, kemudian jadi sekuriti bandara. Mereka harus berlisensi keamanan penerbangan dan ini pun diperbarui dua tahun sekali," kata Ratih.

Sedangkan pada program studi Staf Hospitality di TransAvia, mereka diajarkan untuk bisa mengasah kemampuan di bidang pelayanan umum. Selanjutnya, lulusan Staf Hospitality ini akan siap ditempatkan di bagian pelayanan.

"Selama ini lulusan Staf Hospitality TransAvia telah tersalurkan ke perbankan, rumah sakit, juga ke PT. KAI. Mereka di bagian pelayanan seperti customer service dan supporting system," ungkap Ratih.

Maka melalui sekolah berbasis LPKS tersebut, Ratih telah berhasil menjembatani link and matched antara pencari kerja yang tak mampu melanjutkan studi ke universitas dengan penyedia lowongan kerja. Rahasianya adalah memanfaatkan dengan baik link and matched yang tentunya melalui penempaan mental dan kualitas SDM.

Dengan begitu, mereka yang meskipun tidak mampu melanjutkan kuliah karena biaya tinggi, tetap bisa menembus peluang kerja yang semakin menantang di saat ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini