Kisah Misteri Gua Batu Masigit yang Selalu Terdengar Lantunan Selawat

Kisah Misteri Gua Batu Masigit yang Selalu Terdengar Lantunan Selawat
info gambar utama

Gua Batu Masigit yang terletak di Desa Sangrawayang, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi masih menyimpan misteri. Salah satunya adalah suara kumandang sholawat yang sering terdengar dari dalam gua tersebut.

Daerah ini memang erat kaitannya dengan penguasa pantai Ratu Kidul hingga kisah penampakan, bunyi atau suara misterius. Cerita itu turun temurun dikisahkan, menjadi legenda urban di kawasan tersebut.

Gua Gembyang, Tempat Bertapa Raden Wijaya yang Dikeramatkan

“Di lokasi Gua Batu Masigit kerap terdengar suara aneh, seperti kumandang shalawat yang sering terdengar di lokasi ini,” kata Heri Krisnalan atau akrab disapa Abah Doyok, penjaga Pantai Karang Embe, Desa Sangrawayang yang dimuat Detik.

Dirinya menyebut suara sholawat itu hingga kini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. Tetapi banyak kesaksian dari warga yang sering mendengar lantunan sholawat walau gua itu kosong tak berpenghuni.

Awal mula nama

Gua itu sendiri berada tepat di bibir pantai yang terhalang beberapa batuan karang yang menjulang. Karang-karang itu membentang menghadap Teluk Pelabuhan Ratu. Pohon kiara berusia puluhan hingga ratusan tahun berdiri gagah di bibir tebing.

Dikatakan oleh Abah Doyok, karena suara sholawat yang selalu terdengar itulah, warga akhirnya menyebut gua tersebut dengan nama Batu Masigit. Nama itu karena seringnya ada aktivitas keagamaan di dalam gua itu.

“Bak sebuah masjid,” tuturnya.

Pesona Gua Pindul dan Mitos Batu Lingga untuk Menambah Keperkasaan

Sementara itu di lokasi bibir gua tersebut ada dua batu besar yang nyaris berhimpitan menjadi pintu masuk ke arah gua. Kono dua batu karang raksasa itu merupakan perwujudan dua puteri kembar.

“Kalau menurut cerita sesepuh di sini, batu-batu tersebut merupakan perwujudan dari dua orang puteri kembar. Dua puteri kembar itu bernama Kinasih dan Kenting Manik,” tuturnya.

Didatangi peziarah

Agar bisa mencapai lokasi, pengunjung biasa berangkat menggunakan perahu tradisional. Biasanya peziarah bisa memanfaatkan jasa ojek setempat untuk menuju Gua Batu Masigit yang berjarak sekitar tiga kilometer dengan kondisi jalan sudah berpaving.

Para peziarah wajib menulis nama dan alamat di buku yang telah disiapkan petugas di loket dan membayar retribusi desa Rp10.000 per orang. Uang yang terkumpul nantinya selain sebagai pemasukan pemerintah desa, juga digunakan untuk tradisi warga setempat.

Gua Laut Indonesia yang Merekam 5.000 Tahun Jejak Tsunami

“Biasanya setiap tahun, desa menyelenggarakan pagelaran wayang kulit dengan biaya yang terkumpul dari para peziarah gua ini,” kata Narsid pemandu desa setempat yang dimuat Antara.

Mereka yang datang berziarah dan berdoa di Gua Masigit berasal dari berbagai daerah setempat. Jumlah peziarah mencapai 15 orang, sedangkan setiap hari selama sura, gua tersebut dipadati oleh pengunjung.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini