Bali punya kuliner khas bernama nasi jinggo. Bukan sekedar makanan biasa, nasi satu ini adalah penyelamat ekonomi Bali dari keterpurukan.
Nasi jinggo adalah makanan yang begitu melegenda di Bali, khususnya Denpasar. Meski tampilannya begitu sederhana, nasi jinggo punya kisah yang menarik dari eksistensinya di kancah kuliner Pulau Dewata.
Nasi jinggo adalah nasi yang disajikan dengan aneka lauk dan campuran. Nasi tersebut dikemas dan dijual dalam bungkusan kecil yang terbuat dari daun pisang. Jika Kawan GNFI melihat wujud nasi jinggo, mungkin hal yang akan terbayang adalah nasi kucing khas Jogja. Ya, nasi jinggo dengan nasi kucing memang mirip.
Seperti nasi kucing, nasi jinggo juga porsinya kecil. Oleh karena itu, pembeli biasanya tidak hanya membeli sebungkus saja, melainkan beberapa bungkus sekaligus agar mengenyangkan.
Entah ada kaitannya atau tidak, nama nasi jinggo ternyata terdengar senada dengan harganya. Menurut laman resmi Pemkot Denpasar, pada era sebelum krisis moneter tahun 1997, nasi jinggo dijual dengan harga Rp 1500 untuk setiap porsinya. Dalam bahasa Hokkien, "seribu lima ratus" adalah jeng go.
Seiring berjalannya waktu, harga nasi jinggo tentu saja mengalami penyesuaian. Saat ini, harga nasi jinggo sekitar Rp 5000.
Harga boleh berubah, tapi .nasi jinggo masih tetap tak sulit ditemui di Denpasar. Makanan ini juga kerap disajikan dalam berbagai acara mulai dari pertemuan seperti perayaan ulang tahun dan rapat, hingga ritual agama seperti ngaben.
Tak Menggunakan Cuko, Pempek khas Jambi Ini Menggunakan Sambal
Penyelamat Ekonomi
Kendati sederhana dan murah, nasi jinggo punya peran penting bagi Bali. Makanan ini bahkan disebut telah menyelamatkan ekonomi Bali saat dihantam pandemi Covid-19.
"Tidak bisa dipungkiri (ekonomi) Bali terpuruk dari 34 provinsi tapi dengan UMKM saat itu mikro kecil, (dagang) nasi jinggo dan sebagainya, ini menyelamatkan kami," ujar Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, seperti dilansir ANTARA.
Pria yang akrab disapa Cok Ace itu menuturkan bahwa pandemi membuat banyak pekerja yang kehilangan mata pencahariannya. Mereka kemudian beralih profesi ke sektor pertanian dan UMKM, salah satunya dengan menjadi penjual nasi jinggo.
Sebagaimana diketahui, salah satu penopang utama ekonomi Bali adalah sektor pariwisata. Menurut Cok Ace, ada 500 ribu hingga 600 ribu orang di sektor pariwisata yang kehilangan pekerjaan karena pandemi.
"Artinya ada sekitar 350 ribu tenaga kerja beralih profesi menjadi petani, pedagang kecil termasuk usaha mikro kecil. Mereka kami masih bisa bertahan. Saat itu kami khawatir, karena ini urusan perut bisa menjadi aksi kriminal, tapi untungnya Bali tidak sampai demikian," pungkasnya.
Roti Tenong, Roti Goreng Khas Padang Panjang
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News