Kisah Bumi Arum, Pemakaman yang Beraroma Harum di Sukoharjo

Kisah Bumi Arum, Pemakaman yang Beraroma Harum di Sukoharjo
info gambar utama

Di Kabupaten Sukoharjo terdapat sebuah pemakaman kuno yang selama ini terkenal dengan cerita mistisnya. Ini adalah pemakaman Bumi Arum di Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo.

Disebutkan di pemakaman tersebut terdapat sebuah makam keramat dari putra ke 197 Prabu Brawijaya, Raden Joko Bodo atau yang lebih dikenal dengan Ki Ageng Sutawijaya. Sosok ini dipercaya adalah murid dari Sunan Kalijaga.

“Beliau (Joko Bodo) itu dulunya masih beragama Hindu, lalu ada dua versi yang membuat beliau menjadi mualaf yakni oleh Sunan Kalijaga atau Ki Ageng Pandanaran,” kata Juru Kunci Makam Majasto, Sayono dimuat Tribunews.

Misteri Pemakaman Trunyan, Kuburan Paling 'Wangi' di Bali

Setelah banyak menimba ilmu agama, Ki Ageng Sutawijaya lantas diperintah untuk menyebarkan agama Islam ke daerah timur. Sesampainya di Desa Majasto, Ki Ageng Sutawijaya disambut hangat oleh para penghuni di sana.

Di tempat ini, Ki Ageng Sutawijaya juga membangun masjid di komplek pemakaman Bumi Arum yang dinamai Masjid Tiban. Di tempat ini pula, Ki Ageng Sutawijaya akhirnya wafat dan dikuburkan di Majasto bersama para keturunannya.

“Makamnya di sini juga unik, liang lahatnya hanya digali sedalam 70 cm,” jelasnya.

Makam wangi

Kompleks makam yang berada di ketinggian sekitar 60 meter itu konon berbau wangi, sehingga dalam memakamkan jenazah tak perlu menggali lubang terlalu dalam. Dari tanah di sini, banyak tokoh mengambilnya sebagai tempat pemakaman.

Salah satu sosok yang mengambilnya adalah Sunan Gunung Jati (salah satu Wali Songo) yang mengambil tanah sekepal dibawa ke Cirebon. Sehingga di Cirebon juga terdapat Bumi Sedap yang berbau harum.

Indonesia Graveyard, Komunitas yang Belajar Sejarah dari Kuburan

“Sultan Agung Hanyokrokusumo juga mengirim utusan mengambil tanah dibawa ke Imogiri, jad di sana ada Bumi Wangi,” urai Madyo, sejarawan Desa Majasto yang dinukil dari Solopos.

Dikatakan oleh Madyo, makan di sana pun boleh ditumpangi dengan jenazah lain minimal setelah 1.000 hari. Namun demikian jenazah yang baru tersebut hanyalah anak keturunan dari orang yang telah dikubur di makam tersebut.

“Makam di sini setiap nisan setelah 1.000 hari boleh ditumpangi anak cucunya,” ungkap Madyo.

Jangan sembarang bicara

Makam Majasto memiliki keunikan salah satunya dari anak tangga menuju ke bukit. Berdasarkan cerita yang beredar, jumlah anak tangga di Makam Majasto akan berbeda jika dihitung dari bawah ke atas dengan penghitungan dari atas ke bawah.

“Memang seperti itu (hitungan berbeda), memang kalau ada pendatang bilang hitungannya berbeda. Salah satunya mungkin karena konsentrasi kurang atau ada sesuatu hanya Tuhan yang tahu, dari dulu mitosnya seperti itu,” ungkap Sayono, pengurus makam Majasto.

Sayono juga menjelaskan bahwa di makam tersebut ada jin penghuni bernama Mbah Bisu. Sosok ini sering membuat bingung masyarakat yang berada di sekitar perbukitan Makam Majasto.

Malam Selawe, Tradisi Malam Terakhir Ramadan di Makam Sunan Giri

“Biasanya orang baru, yang datang ke sini sendiri sering dibuat bingung. Sering diputar-putarkan,” terangnya.

Karena itulah ada aturan tidak tertulis tapi harus dipatuhi oleh para pengunjung. Saat berada di kawasan Bukit Arum Majasto, pengunjung diminta menjaga sopan santun dan dilarang berbicara yang tidak baik.

“Karena mulutmu adalah harimaumu. Di sini ditegaskan kalau ngomong tak boleh sembarang ngomong, harus menjaga sopan santun,” pungkas Madyo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini