Riwayat Haji Naim, Legenda Tukang Pijat Patah Tulang Asli Cimande

Riwayat Haji Naim, Legenda Tukang Pijat Patah Tulang Asli Cimande
info gambar utama

Kisah Ibu Ida Dayak menjadi perbincangan hangat di media sosial karena dikerumuni oleh banyak pasien. Sosoknya dianggap memiliki kemampuan dalam memijat patah tulang hingga kembali normal.

Namun kisah seorang pemijat patah tulang sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Jauh sebelum Ida Dayak, Indonesia memiliki seorang legenda pijat patah tulang asli Cimande bernama Haji Naim.

Dinukil dari CNN Indonesia, tempat prakteknya di Jalan MPR III Dalam No 24, Cilandak Barat, Jakarta Selatan selalu ramai. Rumah kecil itu selalu dipenuhi puluhan orang yang berkumpul untuk mendapatkan pengobatan dari Haji Naim.

Bukit Peramun, Hutan dengan Kekayaan Tanaman Obat di Pulau Belitung

Nama besarnya saat itu sudah menggema di seluruh kawasan Jakarta dan sekitarnya. Bukan hanya orang-orang biasa yang percaya tempat ini bisa mengobati berbagai penyakit, tetapi dari berbagai lintas sosial.

“Untuk digerakan saja sulit, tapi setelah dipijat tangan saya bisa diangkat,” ujar Shell, seorang wanita yang tinggal di Amerika.

Sosok Haji Naim

Kepopuleran tempat pijat tulang ini tak lepas dari sosok perintisnya, Haji Naim. Kepiawaian memijat Naim dimulai sejak dia belajar pencak silat. Sebagai putra asli Betawi, Naim pun belajar aliran pencak silat Cimande.

Aliran silat yang berasal dari Bumi Pasundan tersebut tidak hanya mewariskan ilmu silat pada orang yang berguru di aliran tersebut, namun juga ilmu memijat. Dirinya diketahui pernah belajar dari sesepuh aliran Cimande, Kyai Hasbullah.

Putra Naim, Hasan menjelaskan bahwa ayahnya telah mempraktekkan ilmu memijatnya sejak tahun 1960-an. Rumah Cilandak Barat itu kemudian menjadi saksi dimulainya praktik pemijatan yang kemudian tersohor di seluruh Jakarta.

Kisah T'wan Anoak Langia, Tabib Spesialis Pengobatan dari Hutan

“Ayah saya sudah tak aktif memijat tahun 1980, dan pada 1981 beliau wafat,” ucapnya.

Tetapi praktik pijat masih diteruskan oleh anak-anaknya. Haji Naim diketahui memiliki tiga belas orang anak. Hasan menjelaskan bahwa dari dua belas orang itu sudah mewarisi ilmu memijat dari Haji Naim.

“Yang tidak bisa memijat itu cuma kakak saya yang tertua,” ujarnya.

Ratusan orang hadir

Sejak beroperasi tahun 1960-an, pengobatan ini tak banyak berubah, baik dari segi empat maupun proses pengobatan. Meski begitu, pengobatan ini tetap diminati di tengah inovasi pengobatan modern.

Kosasih, salah satu penerus menjelaskan banyak pasien dari rumah sakit meneruskan pengobatan ke Pijat Haji Naim karena tidak repot dalam urusan administrasi. Hal ini ditambah biaya pengobatan yang seikhlasnya.

Sejuta Manfaat Cacing Tanah

“Dalam sehari sekitar seratus sampai dua ratusan pasien datang kemari. Apalagi Sabtu (dan) Minggu, bisa hampir tiga ratus,” ujar Kosasih yang dimuat Kumparan.

Praktik ini buka setiap hari, mulai pukul 05.30 hingga pukul 23.00 WIB. Tiap hari Kamis, pemijatnya melakukan pengajian Al-Quran, sehingga praktik tutup sementara pada pukul 18.00 dan kembali buka pada pukul 21.00.

Pijat di tempat tersebut menggunakan minyak khas Cimande dan penyangga yang terbuat dari bambu untuk pasien yang mengalami patah tulang. Tempat pengobatan itu menyediakan ruang rawat inap untuk pasien yang mengalami luka berat.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini