Lonjakan HET Jadi Alternatif Kendali Mutu Stabilitas Pasar Domestik

Lonjakan HET Jadi Alternatif Kendali Mutu Stabilitas Pasar Domestik
info gambar utama

Bulan Ramadhan, tiap tahun ke tahun, tampaknya selalu identik dengan isu terkait harga pangan yang selalu mengalami eskalasi tiap tahunnya. Pada tahun ini, Badan Pangan Nasional mengeluarkan ultimatum kebijakan kenaikan HET (Harga Eceran Tertinggi) terhadap bahan pangan. Penetapan harga tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, setelah melakukan konsolidasi dengan Presiden Joko Widodo pada Rabu (15/3) di Istana Negara.

Stabilitas harga komoditas pangan yang menjadi kebutuhan konsumen saat ini dinilai jauh melebihi harga acuan yang seharusnya. Padahal, Menteri Perdagangan Republik Indonesia sendiri telah membuat peraturan perundangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 mengenai penetapan harga eceran tertinggi (HET) beras.

Baca juga: Pemerintah Pastikan Stok Pangan Aman hingga Akhir Lebaran, Asal Jangan Ditimbun

Harga jual beras medium-premium

Taraf signifikansi ini dapat dilihat dari kenaikan persen harga jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada Jumat (31/3), harga jual beras kualitas medium I di pasaran bernilai Rp 13.450 per kilogram (kg). Persen kenaikan harga jual beras dari seluruh provinsi ini diketahui berjumlah sekitar 0,37%. Tarif jual yang tertera berbanding jauh dari penetapan HET beras oleh pemerintah yang hanya berkisar antara Rp 10.900/kg – Rp 11.800/kg. Sementara itu, untuk beras kualitas premium, Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) telah menetapkan harga yang berkisar antara Rp 13.900/kg - Rp 14.800/kg. Patokan harga tersebut tentunya dibuat dengan segala pertimbangan, mulai dari kualitas beras, margin keuntungan petani, biaya produksi, serta dampak dari eskalasi inflasi.

Walaupun Republik Indonesia pernah mencapai angka swasembada, tetapi itu tidak menjamin pasokan beras yang dimiliki negara cukup memadai bagi konsumen. Untuk itu, butuh peran aktif dari pemerintah sebagai upaya pengendalian stabilitas suplai beras lewat penetapan HET yang seluruhnya berdampak pada petani. Dalam beberapa kasus, campur tangan pemerintah menstabilkan taksiran bahan pokok juga berguna dalam mengoptimalkan efektivitas pemasaran serta kapasitas produksi di tingkat nasional dan mendorong perekonomian di strata pedesaan. Mengingat komoditas beras adalah yang paling krusial, pemerintah mencoba berbagai alternatif untuk bisa mempertahankan mutu stabilitas harga di pasar domestik.

Minyakita dijual melebihi kisaran HET

Tidak hanya itu, komoditas pangan lain seperti minyak goreng juga mengalami kenaikan. Sebut saja Minyakita, produk minyak goreng curah kemasan hasil pabrikasi Kementerian Perdagangan. Seperti yang diketahui, Minyakita masih mengalami kelangkaan di pasar rakyat karena tingginya permintaan masyarakat. Meskipun harga eceran tertinggi minyak dipatok seharga Rp. 14.000 per liter, para pedagang tetap menjualnya dengan taksiran sebesar Rp. 16.000-Rp. 17.000 per liter. Para pelaku tataniaga cenderung menjual minyak dengan nilai yang fluktuatif, tidak sesuai dengan penetapan harga yang telah dikukuhkan pemerintah.

Perbedaan harga jual ini bukan sepenuhnya salah pedagang pasar, sebab para pedagang sudah mendapat harga yang tinggi dari pemasok. Faktanya, kebijakan HET yang dibuat pemerintah tidak memegang cukup andil dalam mempengaruhi pedagang minyak, karena kebanyakan dari pedagang tidak mengetahui kisaran harga yang telah ditetapkan.

Menanggapi kedua komoditas penting yang mengalami kenaikan harga eceran, Arief Prasetyo Adi angkat bicara:

“Sebelum penetapan kami telah melakukan diskusi dan mendapatkan masukan mengenai angka HPP dan HET. Hasil masukan dari organisasi petani, penggilingan, dan Kementerian/Lembaga terkait tersebut kemudian dihitung dan dianalisis, diantaranya terkait dampaknya terhadap inflasi,” paparnya dalam siaran pers, Kamis (15/03/2023), dikutip dari badanpangan.go.id.

Arief juga menegaskan bahwa tujuan dari penetapan HET ini sudah sesuai dengan masukan dari Presiden Joko Widodo guna menjaga stabilitas dan keseimbangan harga pangan bagi masyarakat Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini