Menapaki Rumah Kawin: Tempat Silaturahmi Etnis Tionghoa dan Betawi di Tangerang

Menapaki Rumah Kawin: Tempat Silaturahmi Etnis Tionghoa dan Betawi di Tangerang
info gambar utama

Sejak berabad-abad, masyarakat Tionghoa dan Betawi telah saling berhubungan. Di Tangerang, hal ini terbukti dari bertahannya rumah kawin yang menjadi tempat bersilaturahminya masyarakat Tionghoa dan Betawi.

Rumah kawin, bangunan kayu seperti aula tempat penyelenggaraan hajatan masyarakat China Banteng. Di tempat tersebut masyarakat Tionghoa akan menyebut masyarakat Betawi lewat alunan gambang kromong dan tarian para cokek.

“Nyinggah saja, pasti Anda diterima baik. Disuruh makan-minum dan ngibing,” ujar Oei Jin Eng, sesepuh Kelenteng Bun Tek Bio, Pasar Lama, Kota Tangerang yang dimuat Kompas.

Riwayat Masyarakat China Udik yang Bertahan di Tangerang

Pada sebuah hajatan, Jing Eng akan hadir dengan salam pai-pai atau bersoja (mengepalkan kedua tangan di hadapan dada) khas Tionghoa disampaikan kepada tuan rumah dan disambut salam serupa.

Rombongan pun dipersilahkan langsung mengambil hidangan yang ada di dua deret meja, masakan Tionghoa dan masakan Indonesia khusus bagi Muslim. Itulah keunikan rumah kawin sebagai pusat kegiatan komunitas China Benteng.

“Mereka beruntung hidup di tengah masyarakat yang masih “asli” dan tidak dikepung mal serta kemewahan palsu di Jakarta yang berjarak 20 kilometer timur Tangerang,” ucap Budi Swarna dan Iwan Santosa dalam Ajang Silaturahmi Budaya Tionghoa dan Betawi.

Sering manggung

Para tetua Tionghoa biasanya akan menandak bersama para cokek. Para tamu yang menandak tidak ketinggalan menggenggam chiu kin yaitu selendang kecil di kedua tangan untuk dilingkarkan di tubuh cokek yang dipilih menemani di depan panggung.

“Kami berhenti dulu sekaligus beristirahat sekitar setengah jam,” ujar Le Tiong Pin, tuan rumah yang menyelenggarakan pesta ulang tahun istrinya, Liem Dah Nio alias Ida.

Para anak wayang alias penari cokek berikut rombongan Gambang Kromong Sinar Baru pimpinan Ukar Sukardi asal Citeureup, Bogor juga istirahat. Di atas panggung terlihat sesaji khas Betawi.

Pasar Lama Tangerang dalam Jejal Akulturasi Masyarakat Pribumi dengan Tionghoa

“Saya sering manggung di acara hajatan orang Tionghoa di rumah kawin. Tiap minggu selalu ada yang nanggap. Ngisi acara di bio (kelenteng) juga sering. Terakhir saat perayaan Cap Go Meh di Ho Tek Bio Pasar Bogor kami main semalam,” ujarnya.

Instrumen lokal

Biasanya seniman Betawi tersebut akan memainkan berbagai instrumen khas Tionghoa, seperti alat gesek su kong, the hian dan kong a hian. Ada juga saling horizontal khas Tionghoa serta kecrek.

Pengamat budaya Tionghoa Peranakan, David Kwa menjelaskan keindahan musik yang dihasilkan semakin sempurna setelah dipadu alat musik lokal gambang, kromong, kendang, dan gong.

Sejarah Kota Singkawang yang Mayoritas Penduduknya Keturunan Tionghoa

“Meski demikian, ada berbagai elemen yang sudah tiada, seperti gweh khim alat sejenis gitar bundar (moon guitar) dan hoo siang,” kata David Kwa.

Disebutkan olehnya, hal ini terjadi karena adanya rumah kawin. Biaya sewa tempat itu pun tidak semahal perkawinan di gedung perkawinan di Jakarta. Ketika mal dan materialisme dijadikan pusat komunitas Jakarta, masyarakat Tangerang masih punya tempat kumpul.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini