Mengenal Masjid Pathok Negara, Peninggalan Keraton Yogyakarta yang Belum Banyak Diketahui

Mengenal Masjid Pathok Negara, Peninggalan Keraton Yogyakarta yang Belum Banyak Diketahui
info gambar utama

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi salah satu aset budaya terbesar di Yogyakarta yang membentuk nilai keistimewaan tersendiri. Meskipun begitu, masih banyak peninggalan sejarah yang misterius dari Keraton Yogyakarta yang telah berdiri sejak hampir tiga ratus tahun lalu ini.

Salah satunya adalah bangunan masjid sebagai tempat ibadah mayoritas masyarakat Yogyakarta dari dulu hingga sekarang. Keraton Yogyakarta mendirikan Masjid Gedhe Kauman yang cukup dikenal masyarakat luas sebagai pusat aktivitas keagamaan yang terletak di dekat bangunan keraton, tepatnya di sebelah barat Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

Baca juga: Misteri Keberadaan Keris Ki Joko Piturun dalam Legitimasi Penguasa Yogyakarta

Namun, ternyata, selain Masjid Gedhe, terdapat lima masjid lain yang juga menjadi peninggalan bersejarah di bidang religi. Berbeda dengan Masjid Gedhe yang terletak di pusat kota, lima masjid yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I ini berdiri di pinggiran kota, di mana pada saat dibangun merupakan tapal atau batas wilayah Keraton Yogyakarta.

Di Balik Nama “Pathok Negara”

Dilansir dari situs DPAD DIY, secara harfiah, istilah pathok nagara diambil dari bahasa Jawa, yang berarti batas atau penanda wilayah kerajaan atau negara. Dalam artian lain, pathok juga dapat dimaknai sebagai aturan, pedoman, serta dasar hukum dari suatu pemerintahan.

Selain menjadi tempat pusat kegiatan agama dan pendidikan, Masjid Pathok Nagara juga dulunya difungsikan sebagai bagian dari sistem pertahanan. Pada awalnya, daerah-daerah tersebut merupakan daerah mutihan yang bersifat perdikan, yaitu sebuah wilayah bebas pajak dengan ketentuan penduduk di wilayah tersebut harus melakukan suatu pekerjaan tertentu.

Untuk mengelolanya, keraton memutus suatu kelompok yang disebut sebagai Abdi Dalem Pathok Nagara. Selain menguasai ajaran agama islam, abdi dalem tersebut juga memiliki pemahaman di bidang hukum. Maka dari itu, kelompok Abdi Dalem Pathok Nagara disebar di wilayah perbatasan untuk mengelola bangunan masjid sekaligus memberi pengajaran kepada masyarakat di sekitar masjid.

Pendirian lima masjid sendiri mewakili arah mata angin dari wilayah kekuasaan keraton. Kelima masjid tersebut antara lain, Masjid Pathok Negara Babadan di perbatasan sebelah timur, Wonokromo di sebelah tenggara, Dongkelan di sebelah selatan, Mlangi di sebelah barat, dan Plosokuning di sebelah utara.

Baca juga: Wisata Religi di Masjid Kasunyatan: Hadiah Sultan untuk Para Ulama Banten

Masjid Pathok Negara Babadan, Bantul

masjid pathok negara babadan
info gambar

Berdiri di Desa Babadan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, masjid yang juga memiliki nama lain Masjid Ad-Darojat ini pernah mengalami penggusuran pada masa penjajahan Jepang. Desa Babadan pernah direncanakan menjadi tempat pangkalan udara dan gudang senjata untuk keperluan perang. Namun, setelah Jepang mengalami kekalahan pada Perang Dunia II, perlahan masyarakat mulai kembali dan berpindah ke Desa Babadan serta mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya.

Dibangun pada tahun 1774, masjid ini pernah beberapa kali direnovasi, terutama pada sekitar tahun 1990 hingga awal 2000-an, di mana dilakukan pembangunan berupa perubahan konstruksi, luas, dan unsur-unsur yang ada dalam masjid. Kendati demikian, simbol budaya dan arsitektur kuno dari masjid ini masih tetap dilestarikan hingga saat ini.

Masjid Pathok Negara Wonokromo, Bantul

bangunan masjid pathok negara wonokromo
info gambar

Tidak jauh berbeda dari Masjid Babadan, Masjid “Taqwa” Wonokromo telah dibangun sejak tahun 1775. Sebelum dibangun, wilayah tersebut pada awalnya merupakan hutan tanaman awar-awar. Kemudian, atas perintah dari keraton, seorang tokoh bernama Kyai Mohammad Fakih mendirikan sebuah bangunan masjid yang atapnya terbuat dari daun ilalang (welit). Dari sinilah, Kyai Fakih mendapat julukan Kyai Welit.

Dilansir dari Tribun Jogja, pada zaman penjajahan Belanda, masjid ini digunakan para gerilyawan atau mereka yang ikut berperang untuk berkumpul serta beribadah. Selain itu, masjid dengan luas total sekitar 4.495 m² ini juga menjadi tempat perundingan atau koordinasi sebelum mereka menyerbu markas Belanda di daerah Pleret.

Masjid Pathok Negara Dongkelan, Bantul

bangunan masjid pathok negara dongkelan
info gambar

Masih berada di wilayah administrasi Kabupaten Bantul, Masjid “Nurul Huda” Dongkelan ini tepatnya berada di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan. Jika dilihat dari bentuk bangunan, masjid yang didirikan tokoh bernama Kyai Syihabudin ini cenderung lebih modern. Meskipun demikian, masih terdapat unsur bangunan yang menjadi ciri khas masjid pathok negara, yakni atap tumpang dan bagian undakan.

Sejarah Masjid Dongkelan juga berkaitan dengan kisah perlawanan Pangeran Diponegoro, di mana pada saat itu, masjid ini pernah diserang serta dibakar oleh Belanda karena dianggap menjadi markas atau tempat berkumpul. Menariknya, hingga saat ini, masjid ini masih difungsikan sebagai tempat perkumpulan warga setempat, misalnya acara pernikahan, rapat RT / RW sekitar, hingga kegiatan pengajian.

Masjid Pathok Negara Mlangi, Sleman

bangunan masjid pathok negara mlangi
info gambar

Bergeser ke bagian barat, terdapat sebuah masjid pathok negara lain yang terletak di Dusun Mlangi, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Sleman, yaitu Masjid Jami’ Mlangi. Masjid ini dibangun oleh Kyai Nur Iman yang merupakan saudara Sri Sultan Hamengkubuwono I. Nama Mlangi dipilih sesuai nama daerah yang menjadi tanah pemberian Sri Sultan kepada Kyai Nur Iman.

Bangunan Masjid Jami’ Mlangi terdiri dari beberapa bagian, diantaranya bangunan utama, serambi, halaman, makam, hingga perpustakaan. Seiring peningkatan jumlah jemaah masjid dari waktu ke waktu, Masjid Jami’ Mlangi mengalami banyak perkembangan seperti perluasan bangunan serta pengelolaan sembilan pondok pesantren oleh para penerus Kyai Nur Iman yang membuat daerah tersebut terkenal sebagai daerah santri.

Masjid Pathok Negara Plosokuning, Sleman

bangunan masjid pathok negara plosokuning
info gambar

Disebut sebagai masjid tertua, Masjid Jami’ Sulthoni Plosokuning ternyata telah berdiri sebelum keraton didirikan. Dengan kata lain, masjid ini merupakan bagian dari keseluruhan desain awal keraton yang dirancang Sri Sultan Hamengkubuwono I. Dikutip dari situs Jogjaprov, nama Plosokuning dicetuskan berdasarkan banyaknya pohon ploso di sekitar masjid yang daunnya berwarna kuning.

Masjid yang berada di Desa Minomartani, Ngaglik, Sleman ini merupakan masjid yang paling banyak mempertahankan keasliannya. Salah satunya terlihat dari keberadaan kolam yang mengelilingi masjid. Dari segi bangunan, bentuk atap tumpang dua serta serambi yang khas masih nampak kokoh berdiri. Warna keramik serta nuansa kuno juga semakin menambah kesan kuno yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini