Kopi Luwak, Minuman Pelipur Lara Petani Lampung yang Kini Dihargai Mahal

Kopi Luwak, Minuman Pelipur Lara Petani Lampung yang Kini Dihargai Mahal
info gambar utama

Presenter tersohor Amerika Serikat Oprah Winfrey pernah mengulas kenikmatan kopi Luwak pada suatu acaranya. Dirinya begitu menikmati kelezatan kopi yang berasal dari Lampung tersebut hingga nyaris tersedak.

“Cita rasanya unik dan lezat,” demikian komentarnya.

Tetapi kehadiran kopi luwak di Tanah Air merupakan sebuah ironi. Pada masa cultuurstelsel atau tanam paksa, kopi luwak merupakan “obat” pelipur lara bagi para petani yang saat itu terjajah oleh Belanda.

Awal abad ke 19, sejumlah petani di Tanah Air, khususnya Lampung dipaksa menanam kopi sebagai komoditas andalan. Mereka lalu diwajibkan menyetorkan semua hasil panen kepada pemerintah kolonial Belanda.

Mimpi Petani yang Terwujud untuk Naik Haji dari Berkah Kopi Lampung

Karena itulah para petani ini tidak bisa menikmati kopi yang sebenarnya hasil dari kerja keras sendiri. Mereka lantas menemukan sebuah cara untuk menikmati kopi hasil panen tersebut.

“Caranya dengan ngelahang (mengumpulkan) kopi yang jatuh di tanah, termasuk yang berupa kotoran luwak,” kata Sukardi yang dimuat Kompas.

Kebiasaan yang kesejahteraan

Ratusan tahun setelahnya, kebiasaan ngelahang kopi luwak itu dilakukan segelintir petani kopi di Lampung Barat dan Sumatra Selatan. Bagi Minariah, petani kopi di Liwa menikmati kopi luwak hasil ngelahang adalah sebuah kenikmatan sendiri.

“Berangkalan (biji-biji kopi yang masih tercampur kotoran luwak) biasanya banyak ditemukan saat musim panen (kopi). Bisa di dahan, batang atau tanah, Saya kumpulkan, digiling, lalu diminum sendiri karena memang jumlahnya tidak banyak,” papar Minariah.

Masyarakat Liwa biasanya menyebut kopi yang satu ini dengan sebutan kopi luwak hitam. Komoditas yang satu ini memiliki rasa yang sangat unik. Aromanya sangat tajam, gurih, dan tidak terlalu asam.

Enrekang, Bibit Awal Tanaman Kopi Mengharumkan Nama Sulawesi

Di pasaran kopi luwak hutan dijejakan dengan rasa yang berbagai, bahkan ada yang ditambah aroma tanah yang eksotis. Kekhasan kopi luwak antara lain karena di dalam organ pencernaan hewan tersebut kopi mengalami fermentasi secara alamiah.

“Proses itu juga menurunkan kadar kafein secara tajam pada kopi. Jadi orang yang minum kopi luwak sehari 10 gelas pun tidak masalah. Tidak merusak tubuh,” kata Sukardi.

Dipelihara

Karena ketenarannya, kopi luwak yang beredar di pasaran kini tidak lagi hanya berasal dari hasil pencarian di alam terbuka, seperti kebun kopi atau hutan. Namun sebagian besar dihasilkan dari tempat-tempat pemeliharaan luwak.

Di Way menjelaskan biasanya luwak yang terkenal liar dan buas dipelihara di dalam kandang di pekarangan rumah warga. Akan tetapi, yang dipelihara itu hanya yang jenis Paradoxurus dan Arctictis.

Walau begitu diungkapkan oleh Gunawam S, Ketua Kelompok perajin kopi luwak Raja Luwak Pekonan menyatakan biaya operasional pemeliharaan luwak sangat tinggi mencapai Rp55.000 ekor per hari.

Biji Kopi Atasi Masalah Kemiskinan di Lereng Gunung Argopuro

“Seekor luwak tiap hari diberi makan buah kopi segar (yang dinilai terbaik) 5 kg, pisang minimal satu tandan, serta suplemen atau vitamin. Harga kopinya saja sudah Rp6.000 per kg,” ujarnya.

Sementara itu tak semua buah kopi yang disajikan dimakannya. Luwak hanya memakan yang benar-benar matang dan segar. Berbagai persoalan inilah yang membuat harga kopi luwak sangat mahal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini