Pulau Sebira, Daratan yang Menyendiri di Pelupuk Cakrawala Ibu Kota

Pulau Sebira, Daratan yang Menyendiri di Pelupuk Cakrawala Ibu Kota
info gambar utama

Pulau Sebira ini menyendiri di Laut Jawa, berjarak lebih dari 100 kilometer ini masih bagian dari DKI Jakarta. Pulau yang dihuni kurang dari 600 jiwa ini berada di pelupuk cakrawala barat laut ibu kota.

Dimuat Kompas, pulau ini disebut Noordwachter atau Jaga Utara. Dengan perahu cepat bermesin 750 daya kuda, Sebira bisa dijangkau 2-3 jam dari Dermaga Marina, Ancol, Jakarta Utara.

Bagi yang gampang mabuk laut, perjalanan ke Sebira dengan perahu kayu berkapasitas 20 orang adalah ujian berat. Namun ketika sampai, wisatawan akan disambut dengan mercusuar buatan Belanda tahun 1869.

Kisah Benteng Saksi Pertempuran Mataram Vs VOC yang Jadi Kawasan Kumuh

“Sudah sampai Sebira, belum afdal jika enggak berani naik,” kata Joko Darmaji, teknisi Menara Suar Jaga Utara.

Senja dari puncak mercusuar adalah hidangan mata yang ekslusif. Di kejauhan terlihat beberapa menara pengeboran minyak lepas. Karena mercusuar itulah, pulau ini pernah disebut sebagai Jaga Utara.

Kehidupan di Sebira

Mayoritas warga Sebira merupakan nelayan, kebanyakan dari mereka bukanlah orang asli tetapi pindahan dari pulau lain di Kepulauan Seribu. Pada awalnya, Sebira adalah pulau singgah bagi nelayan untuk beristirahat.

Nelayan bermukim di Pulau Genteng, tetapi kemudian menjual lahan ke pengusaha resor. Karena tidak lagi memiliki tanah, mereka migrasi dan menguasai Sebira. Mereka kebanyakan keturunan suku Bugis, Sulawesi Selatan.

Di Sebira telah berdiri SD-SMP Satu Atap yang baru beroperasi pada tahun 2006 dan pos kesehatan. Tak ada aparatur negara kecuali pejabat RW dan RT. Sementara lurah berada di Pulau Harapan dan camat berada di Pulau Kelapa.

Kemang, Bob Sadino, dan Transformasi Wilayah yang Tak Pernah Tidur

Sementara untuk kesehatan, di Sebira hanya ada seorang perawat dan dua bidan. Dokter datang setiap bulan memeriksa kesehatan warga. Perempuan hamil biasanya akan pergi ke Jakarta, karena tidak percaya layanan kesehatan yang ada.

“Tidak mudah, tetapi warga mulai percaya,” ucap Rita Sahara, perawat dan warga Sebira.

Energi

Masyarakat Sebira mengandalkan penerangan dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan Surya (PLTS). Listrik sekolah, masjid, pos kesehatan, balai RW, majelis taklim, dan ruang pendidikan berasal dari PLTS.

Energi dari PLTS dan PLTD akan menerangi 135 rumah di Sebira. Operasional PLTD menghabiskan 8.000 liter solar per bulan yang ditopang dari pungutan warga. Untuk mandi, mencuci, memasak, warga mengandalkan air tawar berkualitas cukup baik.

Mengingat Kampung-Kampung yang Pernah Kepung Kemegahan Kota Jakarta

“Tutupan tumbuhan besar, terutama pohon ketapang, cukup rimbun,” ucapnya.

Sebagian kebutuhan air biasanya juga dipasok dari Jakarta atau pulau terdekat. Air minum dalam kemasan gelas, botol, galon, dan tong merupakan komoditas yang biasa warga beli untuk konsumsi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini