Rumah Modular sebagai Hunian Berkelanjutan

Rumah Modular sebagai Hunian Berkelanjutan
info gambar utama

Siapa yang tak bahagia jika memiliki rumah fungsional sekaligus indah dipandang mata? Bukankah kita sangat mendambakan hunian yang mampu memberikan rasa nyaman saat berteduh, beraktivitas, berkumpul, hingga beristirahat. Namun, apabila lingkungan harus dikorbankan untuk mencapai impian tersebut, apakah kebahagian kita akan berlangsung lama?

Bukan tanpa alasan pertanyaan tersebut diajukan, sebab dewasa ini isu limbah konstruksi kerap kali disuarakan. Rumah yang seharusnya memberikan kebahagian bagi pemiliknya, justru memberikan kesedihan bagi lingkungan bahkan makhluk hidup di dalamnya.

Baca juga: Menjawab Tantangan Perubahan Iklim dengan Kendaraan Listrik

Bumi bersedih karena sampah material bangunan yang selama ini kita abaikan, telah melebihi ambang batas toleransi lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh Directorate-General for Environment, disebutkan bahwa material konstruksi dari limbah pembangunan dan pembongkaran diperkirakan mencapai 180 juta ton per tahun. Limbah sisa pembangunan dan pembongkaran gedung juga tercatat menjadi limbah terbesar ketiga, setelah limbah pertambangan, dan pertanian (Zalaya, dkk, 2019).

Besarnya jumlah sampah material bangunan, sudah seharusnya menjadi peringatan agar manusia mempertimbangkan sisi lingkungan dalam aktivitas pembangunan, terutama rumah sebagai kebutuhan primernya. Hal ini mengingat, apabila lingkungan terus kita abaikan bukan tak mungkin lingkungan akan membalasnya dengan bencana alam. Jika, hal tersebut terjadi maka akan semakin banyak lagi kerugian yang diperoleh manusia.

Limbah Konstruksi Berdampak Besar terhadap Kehidupan Manusia

Air menjadi salah satu sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia terhadap sumber daya tersebut akan selalu meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk di muka bumi.

Berdasarkan Laporan dari Departemen Populasi Divis Urusan Sosial dan Ekonomi PBB, yang dikutip dari Tempo.co (23/6/2017) menyebutkan, bahwa jumlah penduduk dunia saat ini tercatat sebanyak 7,6 miliar, yang diprediksi akan bertumbuh mencapai 9,8 miliar pada tahun 2050.

Pertumbuhan populasi dunia tentu juga berdampak terhadap peningkatan kebutuhan manusia akan tempat tinggal. Permasalahan mengenai besarnya jumlah sampah material bangunan, kemudian muncul ketika peningkatan kebutuhan akan rumah tidak sejalan dengan pembangunannya yang ramah lingkungan.

Pembangunan hunian yang tidak ramah lingkungan, akhirnya melahirkan limbah konstruksi yang berdampak besar pada penurunan kualitas air dan kesehatan manusia itu sendiri. Dikutip dari Sanjaya (2019) menyebutkan, bahwa limbah konstruksi memberikan dampak berupa menurunkan kualitas air tanah dan mengganggu kesehatan manusia.

Kebutuhan air yang semakin lama semakin meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk. Namun di sisi lain, timbunan limbah konstruksi justru malah berkontribusi menurunkan kualitasnya. Alhasil, mendorong upaya pengelolaan limbah konstruksi yang berkelanjutan.

Di Indonesia, pengelolaan limbah konstruksi dapat dilakukan melalui pembangunan rumah modular. Mengingat, penerapan bangunan berkonsep modular dapat mengurangi kemunculan sisa material pasca konstruksi. Volume limbah yang dihasilkan relatif kecil jika dibandingkan dengan cara konvensional (Sari, 2018).

Alhasil, pemilihan rumah modular diharapkan bukan hanya mengurangi jumlah sampah material bangunan di tempat pembuang akhir (TPA). Namun, juga turut serta berkontribusi dalam menjaga kualitas air untuk manusia saat ini hingga generasi yang akan datang.

Rumah Modular, Hunian Nyaman yang Ramah Lingkungan

Menurut Firmawan (2012), limbah konstruksi mengacu pada bahan-bahan dari lokasi konstruksi yang tidak dapat digunakan dan harus dibuang karena alasan apapun. Adanya sisa material bangunan dari lokasi konstruksi, tentu menambah timbunan sampah di tempat pembuang akhir. Kondisi tersebut harus dicegah agar tidak menimbulkan dampak terhadap kehidupan lingkungan dan manusia itu sendiri.

Ilustrasi Rumah Modular | Foto: Binyamin Mellish (Pexels)
info gambar

Rumah modular menjadi salah satu solusi dalam mengurangi jumlah sampah material bangunan di tempat pembuangan akhir. Mengingat, bangunan berkonsep modular berupaya mengurangi kemunculan sisa material pasca konstruksi.

Dalam praktiknya, upaya mengurangi sisa material bangunan dilakukan dengan langsung membuat modul atau beberapa bagian rumah di lokasi pabrik. Bentuk dan ukuran produk tersebut juga sudah disesuaikan, sehingga tidak ada kesalahan saat dibawa ke lokasi pembangunan.

Ketika modul selesai diproduksi, beberapa bagian rumah tersebut kemudian diangkut untuk siap dirakit oleh kontraktor ke lokasi pembangunan. Modul yang telah selesai sekitar 60-90% di lokasi pabrik, kemudian dipindahkan dan dirakit ke lokasi pembangunan (Putri, 2022).

Bagi kontraktor, sistem modular yang diaplikasikan pada pembangunan rumah akhirnya memberikan keuntungan. Sebab, tidak ada biaya pengeluaran untuk mengangkut sisa material bangunan yang terbuang dari lokasi proyek.

Ketika rumah modular selesai dibangun, lantas bagaimana dengan kenyamanan dari hunian tersebut? Dilansir dari Sanwaprefab.co.id (20/01/2023) disebutkan, bahwa pengembangan modul pada bangunan berkonsep modular diawasi melalui kontrol kualitas yang ketat.

Sebelum sampai ke tangan pemilik bangunan, setiap proses konstruksi juga sudah melewati serangkaian pengecekan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Alhasil, kenyamanan hunian bukan hal yang perlu diragukan pada rumah modular.

Secara estetika, rumah modular juga menyediakan desain yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Ada berbagai gaya yang kerap diusung seperti perdesaan, modern, klasik, minimalis, kontemporer, dan lain sebagainya.

Dengan memilih rumah modular sebagai alternatif hunian. Pada akhirnya, pemilik bangunan bukan hanya ikut andil dalam mewujudkan hunian nyaman yang ramah lingkungan. Bahkan, ia juga turut serta menyediakan bumi yang layak ditempati untuk generasi di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini