Cerita Masyarakat Mentawai yang Bergembira ketika Datang Gempa

Cerita Masyarakat Mentawai yang Bergembira ketika Datang Gempa
info gambar utama

Bila teteu kabaga atau gempa datang, Orang Mentawai di Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) bersukaria. Mereka melantunkan sebuah syair mengenang kebaikan para leluhur. Bagi orang Mentawai, gempa adalah berkah.

“Orang Mentawai selalu gembira jika gempa datang. Leluhur kami tidak pernah tahu pahitnya gempa. Ketika melihat bencana tsunami di Aceh pada 2004, baru kami tahu gempa itu menakutkan,” kata Kortanius Sabeleake, pemerhati masyarakat adat Mentawai yang dimuat Kompas.

Subbet, Makanan Lokal Khas yang Menggambarkan Kehidupan Suku Mentawai

Pegawai Madrasah Tsanawiyah Swasta Sikakap, M Jusuf Tasiringengek mengisahkan masa kecilnya di Uma (Dusun) Silaoinan Hulu di tepian Sungai Silaoinan, Pulau Siberut. Sejak kecil dirinya tak mengenal kearifan lokal soal gempa.

Hal ini berbeda dengan masyarakat adat di pesisir Pulau Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam yang secara turun temurun memiliki pengetahuan tradisional yang membuat mereka tahu bahaya gempa dan tsunami.

“Baru 25 Oktober 2010 kami merasakan pahitnya gempa yang berujung tsunami,” katanya.

Kearifan lokal

Ade Rahadian, penulis berdarah Minangkabau menyebut orang Mentawai memiliki lagu berjudul Teteu Amusiast Loga (gempa akan datang tupai sudah menjerit). Lagu tersebut kerap dinyanyikan oleh anak-anak Mentawai.

Tetapi banyak yang tidak tahu bahwa ada makna lain di balik lagu ini. Kata “Teteu” diartikan sebagai kakek atau juga bisa sebagai gempa bumi. Menurut kepercayaan masyarakat Mentawai yang beraliran Arat Sabulungan percaya bahwa roh-roh penguasa alam sejagat.

Sikerei, Dukun Pengobatan yang Hubungkan Dunia dengan Alam Roh

“Jika Teteu murka, maka dia akan menggoncangkan bumi hingga mengeluarkan gempa,” dalam 4 Mitigasi Gempa Bumi Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia yang dimuat Kumparan.

Namun sebelum gempa tersebut mengguncang ada beberapa pertanda yang disampaikan oleh binatang. Sebagai contohnya adalah tupai akan gelisah, begitu juga dengan ayam peliharaan akan berkotek tanpa sebab.

“Lagu ini tak ubahnya seperti early warning system yang bersifat kultural bagi masyarakat di Kepulauan Mentawai,” jelasnya.

Simulasi dini

Warga Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan sudah melakukan simulasi dengan menggunakan alat komunikasi tutdakut. Masyarakat sepakat karena mudah dipahami dan bisa digunakan oleh semua orang.

Tutdakut di Mentawai sebenarnya hanya digunakan tiga fungsi untuk memberikan kabar kematian, burung, dan peringatan bahaya, namun karena seringnya bencana di Mentawai maka tutdakut ini akan dicoba dijadikan sebagai alat simulasi dini dan sukses, sudah diuji coba dan dibunyikan suara tutdukatnya dan suara tutdukat mencapai beberapa kilometer, semakin tinggi tutdukat diletakkan semakin jauh juga jangkauan suaranya,” kata Aman Lima Kok.

Deretan Sport Tourism dengan Kearifan Lokal Indonesia

Zulfadrim pelaksanaan simulasi dini mengakui masyarakat juga tidak sulit untuk diajak melakukan simulasi ini, jadi tingkat pemahaman, dan kesadaran masyarakat Mentawai sudah ada.

Puluhan warga Muntei telah mengikuti simulasi dini dengan menggunakan alat komunikasi tutdukat sanggar yang dibunyikan oleh warga setempat, ternyata setelah tutdukat dibunyikan warga langsung naik ke bukit dengan dua menit lebih.

“Ternyata masyarakat lebih memahami suara tutdukat dan pendengaran mereka lebih tajam dan cepat sehingga laripun di atas bukit lebih cepat, hanya saja yang harus diperbaiki adalah jalur evakuasi karena ada beberapa jalur evakuasi yang licin dan bersemak,” kata Zul

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini