Simalakama Generasi Sandwich, Pilih Master atau Bantu Keluarga?

Simalakama Generasi Sandwich, Pilih Master atau Bantu Keluarga?
info gambar utama

Halo Kawan GNFI! Tahukah Kawan mengenai generasi sandwich? Melansir OJK, generasi sandwich merupakan generasi orang dewasa yang perlu memikul hidup tiga generasi, antara lain orang tua, diri sendiri, dan anaknya. Dikiaskan dengan sandwich karena seperti seiris daging yang terhimpit oleh dua roti di bagian atas dan bawah.

Mengutip dari Katadata.com, Carol Abaya yang merupakan seorang Aging and Elder Care Expert membagi generasi sandwich dalam tiga jenis, antara lain: The traditional sandwich generation, The club sandwich generation, dan The open faced sandwich generation.The traditional sandwich generation adalah mereka yang berusia 40 hingga 50 tahun dengan tanggung jawab orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial.

The club sandwich generation yaitu mereka dengan usia 30 hingga 60 tahun dengan tanggung jawab orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), dan atau nenek kakek (jika masih hidup). The open faced sandwich adalah mereka yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia.

Penulis berpendapat bahwa generasi sandwich atau generasi yang bertanggung jawab atas tiga generasi ini juga dapat dirasakan oleh mereka yang lahir di di bawah usia tiga kategori milik Carol Abaya. Mereka, utamanya adalah generasi milenial dan juga generasi Z. Pew Research Center dalam lamannya menyebutkan bahwa generasi milenial adalah geenrasi yang memiliki rentang usia 23 hingga 38 tahun. Sedangkan generasi Z memiliki usia 7 hingga 22 tahun.

Baca juga: Terowongan Bawah Laut di IKN Mulai Dibangun 2024, Buat Apa?

Berkaitan dengan hal ini, Bada Pusat Statistik Indonesia, mengatakan bahwa usia kerja dimulai dari usia 15 tahun . Ketentuan ini membawa dampak kepada longgarnya bekerja dengan latar belakang pendidikan under sarjana dan master. Jangankan berpikir untuk mengenyam pendidikan tinggi, melihat kondisi kebutuhan keluarga saja menjadikan mayoritas individu untuk berpikir segera menghasilkan uang demi bisa mencukupi mereka.

Mengerucut pada generasi milenial yang memiliki usia yang bila ditransformasikan ke perguruan tinggi berada di tingkat akhir kelulusan sarjana (usia 23). Pada usia ini, beberapa individu sudah memiliki orientasi hidup mandiri dan sedikit banyak berkeinginan untuk menempuh master (S2) untuk upgrading ilmu pengetahuan. Sehingga, tidak hanya gaji yang dikejar, melainkan bisa menyumbangkan kontribusi dan inovasi expert untuk pekerjaan yang dilakukan.

Namun demikian, ada dua tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan bagi beberapa orang. Ya, ada tanggung jawab kepada orang tua dan saudara (bisa adik atau kakak, namun biasanya adik).

Berkaitan dengan hal ini, seringkali yang menjadi red thread adalah orang tua yang sudah menua dan kurang mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan tanggungan anak. Sebagai yang sudah berusia dan berhasil mengenyam standar perguruan tinggi di gelar sarjana, tentu saja dua hal ini menjadi pertimbangan berat.

Penulis pernah bertanya kepada salah satu teman mengenai simalakama pilihan ini. Ia sedikit banyak bercerita bahwa, pasca lulus sarjana, ia menginginkan untuk lanjut master (S2). Namun akhirnya ia merasa berat sebab sebagai anak pertama ia perlu bisa meng-cover orang tua dan adik. Tidak dipungkiri bahwa dua hal tersbeut berkaitan dengan kebutuhan finansial, seperti memenuhi kebutuhan rumah tangga orang tua dan membantu biaya sekolah adik.

Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan generasi sandwich pasca sarjana (usia milenial) merasakan kegundahan atau simalakama untuk melanjutkan pendidikan (master) atau bekerja demi memenuhi kebutuhan pengiringnya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain:

Baca juga: Bonus Melimpah Tunggu Timnas Indonesia Jika Berhasil Rebut Emas SEA Games

1. Biaya Pendidikan

Pendidikan Foto: Pixabay/sasint
info gambar

Mengutip laporan dari Lifepal, jenjang master (S2) memiliki biaya kuliah lebih tinggi dari tingkat sarjana (S1). Secara general, biaya ini meliputi: uang pendaftaran dan uang ujian masuk, uang pangkal, uang semester, dan biaya lain termasuk untuk ujian setiap semester. Rata-rata biaya per semester saja mulai dari tujuh juta. Biaya ini dinamis tergantung dengan kampus dan jurusan yang dipilih. Biaya ini kemudian sedikit banyak menekan persona untuk mau tidak mau harus memiliki pemasukan yang banyak.

2. Orang Tua yang Semakin Bertambah Usia

Memiliki usia yang matang (usia porduktif) berbanding dengan semakin menuanya usia orang tua kita. Beberapa dari mereka memiliki kondisi tidak bisa produktif bekerja di usia yang sudah lanjut. Pada fase ini, jiwa bertanggung jawab kita sebagai anak muncul. Alih-alih memperpanjang masa studi dengan referensi minim pendapatan atau bahkan belum punya, maka akan mengalah dan memilih bekerja untuk bisa menanggung mereka.

3. Usia yang Tidak Lagi Muda

Orang tua Foto: Pixabay/sabinevaperb
info gambar

Bagi sebagian peribadi, adalah beban hati bila di usia 23 ke atas masih meminta uang orang tua. Ada dialektika dan dilematika bahwa di usia produktif itu bukan lagi waktunya meminta melainkan bisa memberi.

Baca juga: Asyik! TransJakarta dan Trans Pakuan Akan Terhubung, Jalan-jalan Jakarta-Bogor Makin Mudah

4. Kesempatan Berbakti

Berbakti dan mengabdi kepada orang tua adalah hal yang mulia. Bukan karena alasan balas budi atau mengganti kebaikan mereka, karena sampai kapan pun balasan kasih sayang anak tidak akan mampu menandingi kasih sayang orang tua. Menanggung kebutuhan mereka adalah wujud bakti kepada orang tua.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini