Nagari 1000 Menhir, Jelajah Kampung Leluhur Masyarakat Minangkabau

Nagari 1000 Menhir, Jelajah Kampung Leluhur Masyarakat Minangkabau
info gambar utama

Sumatra Barat tidak hanya memiliki panorama alam yang begitu mempesona. Tetapi di Negeri Andalas itu terdapat sebuah desa dengan status purbakala yang selalu bisa membuat penasaran para wisatawan.

Desa Nagari 1000 menhir menjadi salah satu tempat wisata bersejarah yang terletak di Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar. Desa ini selalu masuk dalam daftar tujuan wisata.

Hal yang menarik adalah di desa ini terdapat barang-barang peninggalan zaman purbakala. Saking banyaknya akan terlihat puing-puing menhir sejauh mata memandang yang terbentang secara luas di atas hamparan tanah di desa ini.

Eksplorasi Situs Peradaban Kuno di Maluku

Dikutip dari Langgam.id, menhir-menhir yang ada di desa ini diperkirakan telah berusia sekitar 2.000-6.000 tahun sebelum Masehi. Menhir-menhir yang ada pun tersusun dan tertancap dengan rapi sejak dari zaman purbakala.

Menhir-menhir ini menghadap ke satu arah, yakni ke Gunung Sago. Keberadaan menhir-menhir ini memiliki makna sebagai tanda makam, tanda penghormatan, sekaligus tanda kepercayaan.

Menhir terpanjang

Kepala BPCB Sumbar, Nurmatias mengkonfirmasi bahwa menhir di Nagari Sungai Rimbang salah satu yang terpanjang di Nagari 1000 Menhir. Dari pengamatan klikpositif, menhir itu tampak berdiri kokoh di sebuah bukit di tanah kosong milik warga.

Tidak ada yang tahu, berapa kedalaman menhir itu menancap dalam tanah. Namun warga sekitar menduga panjang 4,8 meter dari atas permukaan tanah ini juga sama dengan yang di dalam tanah, sehingga kalau ditotalkan panjangnya diduga lebih dari 9 meter,

Menhir ini juga tampak polos tanpa ada hiasan atau tulisan-tulisan. Hanya saja ada ditemukan lubang kecil di pinggang menhir tersebut. Selain itu, juga ditemukan 4 menhir lainnya, di antaranya satu berdiri tegak dan tiganya rebahan.

Warisan Megalit Lembah Bada

Semuanya berukuran lebih kecil yang panjangnya hanya mencapai 150 hingga 180 sentimeter dengan lebar 45 sampai 67 sentimeter dan ketebalan 30 hingga 50 sentimeter. Walau begitu warga tak mengetahui banyak menhir di lokasi tanahnya.

“Batu (menhir) itu sudah ada dari zaman dulunya. Tapi nenek moyang kami tidak pernah tahu semenjak kapan batu itu ada di sana, siapa yang menanamannya dan apa fungsinya,” sebut Isep.

Jadi tempat penelitian

Koto Tinggi Wike, juru pelihara Menhir Bawah Parit menyebut kunjungan wisata bagi masyarakat umum masih rendah. Biasanya orang yang berkunjung ke tempat tersebut bertujuan untuk penelitian.

“Memang setiap harinya itu ada yang datang, tapi memang kebanyakan dari orang yang memiliki keinginan seperti meneliti atau tugas,” katanya.

Dirinya mengatakan situs cagar budaya tersebut akan ramai apabila ada kegiatan yang dilakukan, baik dari pemkab atau pihak lainnya. Padahal tempat wisata tersebut tidak memungut biaya masuk.

7 Peninggalan Zaman Megalitikum di Indonesia, dari Dolmen hingga Kubur Batu

Menurutnya salah satu hal yang jadi penyebab rendahnya tingkat kunjungan masyarakat, yakni karena akses untuk mencapai tempat tersebut belum dapat dikatakan baik. Sehingga aksesnya cukup berat.

“Jalan menuju ke sini juga bisa dikatakan kurang baik karena masih banyak yang belum diaspal. Setelah itu kan lokasi cukup jauh dari perkotaan,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini