Romantika Batik Banyumasan yang Pernah Kemilau di Tanah Jawa

Romantika Batik Banyumasan yang Pernah Kemilau di Tanah Jawa
info gambar utama

Masyarakat Banyumas mempunyai tradisi batiknya sendiri yang pernah berjaya. Batik Banyumasan walau bersumber dari tradisi Mataram Islam, tetapi malah tumbuh dan berkembang dengan nafas yang berbeda.

Pasangan Sukrisno TB dan Puspa Handayani masih mengingat bahwa leluhurnya Ong Juk merupakan saudagar batik. Tradisi membatik ini bertaut erat dengan Laskar Diponegoro yang menyebar di berbagai wilayah salah satunya di Banyumas.

“Kami tak pernah tahu kapan Ong Juk membangun rumah ini. Yang selalu dituturkan kepada kami, Ong Juk menikah dengan salah satu laskar Pangeran Diponegoro, kami menyebutnya Mbah Sri,” ucap Puspa yang dimuat Kompas.

Melacak Batik Batang yang Diduga Sudah Digunakan di Zaman Raden Wijaya

Anto Djamil, salah satu pengusaha batik di Sokaraja juga menyebut tradisi batik tidak lepas dari Perang Jawa. Tradisi membatik Sokaraja diawali kedatangan para laskar Diponegoro yang bergerilya karena menolak tunduk kepada tentara Hindia Belanda.

Selain itu juga ada pengusaha batik di Ungaran, Jawa Tengah, Nyonya Von Oosterom memindah pabrik batiknya ke Banyumas sekitar tahun 1855. Sosok ini yang memunculkan lagam batik panastroman.

“Langgam batik panastroman memulai kemunculan batik banyumasan dengan warna merah khas batik pesisiran utara Jawa, berikut warna merah tua, biru, hijau, hitam dengan latar kuning gading bercorak Eropa,” papar Mawar Kusuma dan Aryo Wisanggeni G dalam Batik Banyumasan Melintas Zaman.

Masa kejayaan

Herman C Veldhuisen dalam Batik Belanda 1840-1940 menyebut batik banyumas menjadi sangat populer di Jawa melalui saluran perdagangan di Bandung. Disebutnya selain perusahaan besar milik orang Indo-Eropa, ada juga perusahaan kecil milik orang Jawa.

Periode keemasan batik banyumasan terjadi pada pertengahan abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Hal ini itu ditandai dengan kemunculan para saudagar batik peranakan Tionghoa, termasuk Ong Keng Sui, yang adalah kakek buyut dari Puspa.

“Ong Keng Sui adalah anak Ong Juk, Anak Ong Juk lainnya juga leluhur pembatik Slamet Hadiprijanto,” ujar Puspa.

Kok Bisa? Ada Batik dan Kebaya dalam Pernikahan 'Crazy Rich Thailand'

Puspa masih mengingat cerita orang tuanya mengenai masa keemasan bisnis batik pada 1930-1970 an. Ketika itu, orang tuanya mengirim batik ke Bandung dan Tasikmalaya, ketika pulang mereka membawa koper besi penuh uang logam.

Tetapi kini hanya keluarga Slamet yang masih bertahan sebagai juragan batik. Zaman dulu, ada 105 pengusaha di Banyumas. Tetapi satu demi satu hancur mulai tahun 1980-an. Sejak dekade 1990-an, dunia perbatikan bisa disebut habis.

Cerita masa lalu

Haji Munarsi, salah satu pengusaha batik menyebut sekitar 85 persen perusahaan batik gulung tikar. Kini di Banyumas tidak sampai 10 pengusaha. Beberapa ada yang akhirnya memilih meninggalkan.

“Sayang memang, kalau meninggalkan begitu saja usaha yang pernah membuat terkenal. Tapi, ya apa boleh buat,” paparnya.

Prof Teguh Djiwanto, pemerhati batik menyebut penyebab merosotnya batik banyumasan karena perusahaan batik di sana umumnya perusahaan keluarga. Karena itu mereka sangat lemah dalam permodalan maupun organisasi.

Jangan Sembarangan Pakai Motif Batik Ini, Ada Maknanya!

Sementara itu persaingan dengan batik printing yang mulai diintrodusir sejak tahun 1970-an juga menjadi penyebab menurunnya batik banyumasan. Padahal motif batik Banyumasan tergolong kaya.

“Karena itu, harapan satu-satunya untuk memulihkan kejayaan batik Banyumasan terpulang pada orang Banyumas,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini