Mitos Pengantin Dikutuk Jadi Batu hingga Larangan Nikah Antar Dua Desa

Mitos Pengantin Dikutuk Jadi Batu hingga Larangan Nikah Antar Dua Desa
info gambar utama

Watu Nganten yang berlokasi di Dukuh Ngelobener, Kel/Kec Jepon, Kabupaten Blora menyimpan kisah mistis. Pasalnya keberadaan Watu Nganten ini terkait dengan kisah pengantin yang dikutuk.

Dikutip dari Liputan6, seonggok batu ini berada di bawah himpitan pohon tua. Batu tersebut cukup dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Bahkan dibangunkan sebuah bangunan untuk menaunginya.

Supardi, salah satu sesepuh desa menceritakan bahwa dulunya ada sepasang suami istri yang baru menikah, tetapi mereka dikutuk menjadi batu karena membuang hajat secara sembarangan.

Mengenal Ragam Paes Pengantin pada Pernikahan Adat Jawa

Dirinya mengaku peristiwa tersebut terjadi saat ia kecil. Sehingga tak mengetahui pasti siapa nama pasangan suami istri tersebut. Namun dipercaya laki-laki itu berasal dari Dukuh Ngelobener dan perempuannya dari Desa Brumbung.

“Tapi kok ya dulu orang tua saya tidak bilang namanya itu siapa, ya saya tidak tahu. Sebenarnya saya ingin tahu, tapi waktu itu saya tidak kepikiran. Zaman dulu saya masih kecil. Jadi ya tidak mengurusi hal-hal seperti itu,” ungkapnya.

Kronologi kejadian

Supardi kemudian menceritakan usai menikah pasangan pengantin baru itu ingin pergi ke rumah orang tuanya menggunakan kuda. Tetapi di tengah jalan, tiba-tiba si pengantin pria tak tahan buang air besar.

“Si pengantin laki-laki itu tak tahu kalau sudah buang air besar di tempat angker,” katanya.

Ternyata perbuatan dari pria itu membuat penghuni hutan itu murka karena sudah mengotori tempatnya. Karena itulah penunggu tempat tersebut mengutuk pengantin baru tersebut menjadi seonggok batu.

Wajib Tahu, Begini Filosofi di Balik Kain-kain Batik dalam Pernikahan Adat Jawa

Kuda yang dipakai oleh pengantin itu kemudian jalan pulang ke rumah sendiri. Sampai di rumah, kedua orang tuanya heran, dan bertanya-tanya di mana anak-anaknya. Kuda itu lantas mengantarkan orang tua itu ke tempat batu tersebut.

Setelah mengetahui anak-anaknya sudah menjadi batu. Orang tua itu menangis dan kabar ini terdengar ke pelosok desa. Masyarakat yang mempercayainya lantas mengkeramatkan batu tersebut.

Larangan menikahi warga

Japar, Ketua RW setempat juga tidak bisa memastikan kebenaran cerita turun temurun itu. Walau begitu bagi masyarakat yang mempercayai, selain mengkeramatkan batu, mereka juga melarang pernikahan antar warga Desa Brumbung dengan Desa Ngelobener.

“Menurut orang sepuh melarang,” ujarnya.

Hingga kini Watu Nganten tetap dikenal sebagai tempat sakral untuk menghormati leluhur. Setiap tahun, warga menggelar hajatan di Watu Nganten bersamaan dengan acara sedekah untuk alam.

Mengenal Ragam Paes Pengantin pada Pernikahan Adat Jawa

“Tempat ini dipakai bancakan (kenduri), tegas deso (sedekah bumi),” pungkas Japar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini