Larangan Warga Panjalu Menebang Pohon Berusia 5 Tahun Demi Lestarikan Alam

Larangan Warga Panjalu Menebang Pohon Berusia 5 Tahun Demi Lestarikan Alam
info gambar utama

Masyarakat Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat yang dianugerahkan bisa hidup di lahan subur dekat belasan mata air tidak lupa diri. Alam tetap diberikan kesempatan memulihkan kondisinya setelah buahnya dimanfaatkan.

Tujuannya agar alam tidak murka dan memberikan bencana bagi masyarakat. Masyarakat Panjalu memiliki sebuah pesan dari leluhur yakni Titip, jangan sampai Gunung Ciremai dan Gunung Sawal menjadi satu.

Potret Gerakan Satu Juta Pohon dan Reboisasi Hutan di Indonesia

Emod Suganda menyebutkan kalimat itu adalah pesan mitigasi bencana dari orang tua zaman dahulu. Mereka paham longsor atau banjir bandang bisa terjadi saat tinggal di lembah dua gunung sehingga ribuan warga yang hidup di sekitarnya binasa.

“Pesan itu tetap kami pegang dan pertahankan. Salah satu jalannya adalah hidup berdampingan dan berbagai dengan alam.” kata Emod yang dimuat Kompas.

Program penghijauan

Panjalu merupakan daerah dengan susunan tanah vulkanis dan rentan lepas, kawasan ini masuk dalam kategori daerah gerakan tanah menengah tinggi. Pohon berakar besar di kaki gunung menjadi andalan warga untuk selamat dari terjangan hujan dan longsor.

Emod menyebut bahwa pada tahun 1980-an, warga sempat lupa pentingnya menjaga pohon sebagai pelindung hidup. Pembalakan liar terjadi sehingga banyak kawasan hutan gundul, karena itu longsor membayangi terutama saat musim hujan tiba.

“Penebangan pohon yang sembarangan di sekitar mata air juga membawa petaka. Belasan mata air mendadak kehilangan fungsinya. Krisis air bersih pun mengancam masyarakat,” ucapnya.

Pelestarian Pohon Damar Mata Kucing Demi Berdikari Secara Ekonomi

Karena rasa khawatir itu, mendorong warga di delapan desa di Panjalu berbenah. Aturan ketat khususnya penebangan pohon, diberlakukan. Salah satu programnya adalah melarang warga menebang pohon berumur kurang dari enam tahun.

Pohon itu baru boleh ditebang setelah warga menanam pohon pengganti berusia 1-3 tahun tergantung jenis pohonnya. Warga juga menolak membeli pohon yang dijual ketika usianya belum mencapai 1-3 tahun.

“Meski masih ada yang membandel, mayoritas warga menolak pembelian kayu di bawah umur dan meminta pembeli untuk menunggu,” kata Maman.

Perlindungan ketat

Perlindungan lebih ketat diterapkan di Desa Ciomas dengan menetapkan 10 hektare hutan dari total 800 hektare lahan di desa itu. Kepala Desa Ciomas saat itu, Mumu mengatakan penetapan itu dilatarbelakangi keberadaan 19 mata air di dalam hutan.

Mumu menjelaskan saat di dalam areal yang tumbuh beringin, pinus, dan albasia itu semua orang dilarang menebang. Bahkan, pohon ambruk dan mati pun dilarang oleh warga diambil atau dimanfaatkan warga.

“Konsep itu sudah diterapkan orang tua dahulu. Akibat desakan ekonomi hal itu dilupakan masyarakat,” katanya.

Pelestarian Pohon Masoi Demi Kemandirian Ekonomi Masyarakat Fakfak

Sementara itu Kementerian Kehutanan pun sudah menetapkan sekitar 500 hektare hutan di delapan desa di Panjalu sebagai percontohan pelaksanaan sertifikasi sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari.

“Tujuannya memenuhi kebutuhan kayu produksi bersertifikasi, peningkatan ekonomi masyarakat, dan menjaga kelestarian hutan,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini