Makam Peneleh, Tempat Peristirahatan Terakhir Kaum Elit Surabaya Zaman Kolonial

Makam Peneleh, Tempat Peristirahatan Terakhir Kaum Elit Surabaya Zaman Kolonial
info gambar utama

Kompleks pemakaman tua di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng menjadi bukti adanya pusat pemerintahan Hindia Belanda seabad lalu di kota Surabaya, Jawa Timur. Tempat ini disebut sebagai pemakaman para pembesar Belanda.

Warga Surabaya mengenal pemakaman tersebut dengan sebutan Makam Peneleh. Sementara dalam bahasa Belanda, pemakaman dengan seluas 6,4 hektare dengan sebutan De Begraafplaats Soerabaia.

Bukti Cinta di Balik Kemegahan Mausoleum OG Khouw Petamburan

Dimuat dari Kompas, Makam Peneleh ini ternyata tidak jauh dari tempat Presiden Soekarno dilahirkan juga tempat tinggal pahlawan nasional Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Tetapi kompleks makam ini tak lagi digunakan selain sebagai wisata heritage.

Lokasi tersebut memang menjadi objek menarik bagi komunitas fotografi karena berlatar belakang makam khas Eropa. Beberapa yang dimakamkan pun bukan orang sembarangan, tetapi para pejabat Belanda.

Pemakaman elite

Pegiat sejarah, Kuncarsono Prasetyo menjelaskan dalam kompleks pemakaman itu ada 3.500 lebih jasad yang dikuburkan. Pemakaman ini sendiri mulai dipakai pada tahun 1814 sebagai opsi pengganti Makam Krembangan yang mulai penuh.

Tetapi jasad yang bakal menghuni Makam Peneleh kala itu tak boleh orang sembarangan. Sebagian besar pejabat, ningrat, atau darah biru. Hingga orang atau kelompok yang memiliki andil besar di era kala itu.

Beberapa di antaranya adalah Residen Surabaya Daniel Francois Willem Pietermaat (1700-1848), Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Markus (1787-1844), Wakil Direktur Mahkamah Agung Hindia Belanda Pierre Jean Baptiste de Perez.

Kisah Kampung Bergota, Perkampungan yang Berada di Tengah Pemakaman

Tulisan di beberapa makam dengan bahasa Belanda masih jelas menyebut informasi siapa yang dimakamkan. Selain itu, makam ini ternyata bukan hanya untuk orang Belanda, tetapi juga warga Jerman, Inggris, Jepang, Asia dan lainnya.

“Satu makam rata-rata dipakai untuk lebih dari dua jasad, tidak seperti sekarang yang ditutup permanen setelah dipakai menguburkan satu orang,” kata Kuncar.

Kunjungan wisata

Makam Peneleh kemudian ditutup pada 1924 karena sudah penuh. Pemerintah Hindia Belanda saat itu memindahkan makam ke komplek makam Kembang Kuning di Kelurahan Pakis Kecamatan Sawahan.

Tetapi bagi Kuncar, Makam Peneleh merupakan laboratorium sejarah desain dan arsitektur. Bukan hanya model bangunan makamnya yang berbeda tiap zaman, namun juga material pembuatannya, bentuk fontnya, simbol-simbolnya hingga ornamen ragam hiasnya.

“Ada perkawinan desain Belanda - Jawa dari bentuk makam. Ada konstruksi atap seng plus ornamen lisplang berukir tembaga,” ucapnya.

Indonesia Graveyard, Komunitas yang Belajar Sejarah dari Kuburan

Kepala Kebersihan Makam Peneleh Surabaya Agus Wahyudi mengatakan sejak era Wali Kota Tri Rismaharini tempat tersebut mulai terawat. Mulai dari menambah petugas, hingga menempatkan aksesoris berupa lampu penerangan di tahun 2006.

“Sebelumnya, sama sekali tidak ada sentuhan (dari Pemkot Surabaya). Lalu ada 6 orang petugas,” katanya yang dimuat Detik.

Kini Makam Peneleh tidak lagi terkesan angker karena sudah ada lampu penerangan yang menyebar di 36 titik. Selain itu sudah banyak wisatawan mancanegara asal Eropa yang mulai berdatangan ke kompleks tersebut untuk berziarah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini