Tentang Timnas dan Universitas Airlangga

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Tentang Timnas dan Universitas Airlangga
info gambar utama

Penulis senior GNFI

Pada tahun-tahun 60 ketika saya masih kecil, saya sering nonton sepak bola di stadium Tambaksari, Surabaya karena dekat dengan rumah. Dit engah ribuan penonton itu saya ikut menyaksikan kesebelasan nasional Indonesia melawan kesebelasan asing, kalau tidak salah dari Uni Sovyet dan negara-negara lain.

Dari pembicaraan bapak-bapak saya mengetahui beberapa pemain handalan Indonesia itu bernama Ramang, Tjie Bien, San Liong, dan lainnya. Saya sebagai anak kecil tentu tidak mengetahui skor pertandingan internasional itu karena hanya sekedar menonton. Namun saya masih bisa merasakan nuansa kebanggaan ribuan penonton bahwa tim Indonesia mampu melawan kesebelasan luar negeri.

Dalam perkembangan zaman setelahnya, kiprah kesebelasan nasional mulai memudar, konflik demi konflik terjadi, tawuran antar suporter, terjadi mis manajemen. Akibatnya performa tim kesebelasan Indonesia jauh dibawah standar.

Ada keprihatinan dari publik atas kenyataan bahwa negara Indonesia yang besar dan penduduknya ratusan juta, tidak satupun memiliki figur berlevel dunia seperti pemain sepak bola dari negara yang penduduknya “sak uprit” seperti Swiss.

Lalu muncul kekecewaan berjamaah atau Collective Disappointment alih-alih mengatakan “kutukan” bahwa nampaknya kesebelasan Indonesia itu takdir performanya kurang, selalu kalah bila bertanding dengan negara-negara jiran, larinya pemainnya tidak maksimal, tidak mampu menyelesaikan kesempatan membuat gol.

Belum lagi jika ada tayangan kesebelasan nasional bertanding dengan luar negeri selalu muncul skeptisme publik “ah kalah lagi” atau “paling-paling kalah”.

Lalu baru-baru ini dunia dibuat terguncang dan terkejut bahwa anak-anak muda Indonesia yang tergabung dalam Timnas maupun grup usia muda memporak-porandakan nalar kesebelasan internasional.

Para pemain muda kelihatan sepertinya sudah memiliki nalar international exposure. Kecintaannya terhadap tanah air terlihat ketika sebelum bertanding berdiri sikap sempurna sambil memberi hormat ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, diikuti gemuruh ribuan penonton yang ikut menyanyi lagu Nasional itu.

Para pemain ini sepertinya bukan pemain Indonesia yang seperti biasanya kita lihat, lari nya cepat terukur, taktiknya sempurna, improvisasinya bagus, teknik lemparan bola yang spektakuler, sampai-sampai para pelatih tingkat dunia di pusat-pusat sepak bola dunia terkagum-kagum, membicarakan dengan seksama para pemain yang level dunia ini.

Di media sosial beredar luas para pemain muda Indonesia ini mengalahkan kesebelasan dunia di Asia, Australia, Eropa dan Timur Tengah. Akhirnya Indonesia sukses mengakhiri puasa gelar selama 32 tahun tak pernah juara sepak bola SEA Games dengan menjadi kampiun di SEA Games 2023 Kamboja.

Indonesia juara SEA Games 2023 usai mengalahkan Thailand 5-2 di final sepak bola putra SEA Games 2023 di Stadion Nasional Olimpiade, Phnom Penh, Kamboja. Keberhasilan itu menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu berlaga di level dunia, level playing field Indonesia bukan lagi Asia tapi dunia.

Berhasrat ke Piala Asia U-23 2024, Tantangan Ini Telah Menanti Timnas U-23 Indonesia

Di dunia pendidikan, Indonesia juga mengalami dinamika naik turun, meskipun diakui bahwa reputasi perguruan-perguruan tingginya sangat hebat, banyak tokoh berkaliber nasional dan internasional dihasilkan dari Universitas terkemuka di negeri ini. Namun perkembangan zaman terutama politik membuat hambatan bagi kemajuan perguruan tinggi.

Ada anggapan bahwa perguruan tinggi kita kalah--jangankan dengan negara-negara Amerika Serikat dan Eropa, dengan negara jiran saja kalah.

“Kapan negeri kita maju kalau ganti menteri ganti peraturan” itu pendapat publik yang muncul.

Namun, saya amati yang terjadi di Universitas Airlangga Surabaya, salah satu perguruan tinggi tertua di negeri ini di mana Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Kedokterannya sudah ada sejak jaman kolonial Belanda.

Perguruan Tinggi Negeri yang berada di Timur Jawa Dwipa ini diresmikan pada Hari Pahlawan tahun 1954 oleh Presiden RI asal Surabaya Ir. Ahmad Soekarno ini terus berkarya tanpa memperdulikan pendapat negative. Para Guru Besar, Dosen, alumninya bahu membahu membangun almamaternya. Sistem manajemen, pengelolaan diperbaiki, mahasiswa-mahasiswanya banyak mengikuti kegiatan level dunia.

Ada “keraguan” apakah Universitas Airlangga ini mampu bersaing di tingkat global?

Rasanya sulit kalau masih di rangking 1.000, 700, 500 dst. Namun dengan langkah pasti Universitas ini tiba-tiba masuk ranking atas dunia. Semakin memperkokoh posisinya sebagai salah satu perguruan tinggi kelas dunia, Universitas Airlangga(UNAIR) menempati posisi 101-200 dunia pada perankingan Times Higher Education (THE) Impact Rankings 2023.

Posisi tersebut mengalami peningkatan dibanding sebelumnya, dimana pada 2022 UNAIR berada pada posisi 201-300 dunia. Perangkingan ini menilai kualitas sebuah perguruan tinggi dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan pembangunan berkelanjutan ini berisi 17 poin untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi seluruh penduduk bumi.

Rektor UNAIR, Prof. Dr. Mohammad Nasih S.E., M.T., Ak.. mengatakan, bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, UNAIR turut aktif dalam berbagai kegiatan.

“UNAIR turut berperan aktif dalam berbagai kegiatan untuk menghasilkan dan mengelola sumber daya air termasuk penyediaan sanitasi di dalamnya,” ujarnya (3/6/2023).

Upaya yang civitas UNAIR lakukan tidak sia-sia. Hal ini mengantarkan UNAIR mendapat poin 75,5 dan menempatkannya pada posisi 51 dunia pada poin SDGs ke-6 yaitu Clean Water and Sanitation. Selain itu pada poin SDGs ke-5 yaitu Gender Equality, UNAIR berada pada posisi 66 dunia. Pencapaian ini berkat upaya UNAIR yang senantiasa mengedepankan kesetaraan gender.

Sementara itu poin SDGs ke-1 yang merupakan No Poverty, UNAIR berada pada peringkat 13 dunia. Prof Nasih menegaskan bahwa UNAIR akan selalu memberikan kontribusi terbaiknya dalam pemberantasan kemiskinan hingga stunting.

“Pencapaian ini berkat kontribusi UNAIR dalam upaya memberantas dan menghapuskan kemiskinan di bumi, termasuk program-program penurunan stunting,” terangnya.

5 Perguruan Tinggi Negeri Tertua di Indonesia, Kampus Kamu Salah Satunya?

Bersaing dengan 1591 Kampus

Bukan hal yang mudah bagi UNAIR untuk berada pada posisi tersebut. Tercatat ada 1591 perguruan tinggi di seluruh penjuru dunia yang berlomba-lomba untuk memberikan performa terbaiknya.

“Dari banyaknya perguruan tinggi di dunia, UNAIR berada pada posisi saat ini. Artinya bahwa dampak yang UNAIR berikan kepada masyarakat sangat luar biasa,” tutur Prof Nasih.

Berbagai capaian yang UNAIR raih, sambungnya, menandakan bahwa perguruan tinggi yang terletak di Surabaya ini bukan perguruan tinggi yang bisa dipandang sebelah mata. Dari prestasi itu, menegaskan bahwa UNAIR bukanlah perguruan tinggi ecek-ecek.

“Siapapun yang lulus dari sini berarti dia lulus dari perguruan tinggi berkelas dunia,” tutur Prof Nasih.

Dengan peringkat dunia tersebut, secara nasional UNAIR berada pada peringkat dua. UNAIR berada di bawah UI dan disusul UGM pada peringkat tiga, IPB pada peringkat empat, dan ITB dalam peringkat lima.

Kedua contoh Timnas dan Universitas Airlangga ini sekali lagi menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mampu berlaga di International Playing Field.

Kisah Alumni-Alumni Universitas Airlangga dari Malaysia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini