Pada pertengahan Desember 2019, Indonesia kembali menggemparkan panggung arkeologi dunia. Hal ini setelah penemuan gambar cadas tertua di dunia yang berumur 44.000 tahun yang ditemukan di Gua Leang, Maros Pangkep, Sulawesi Selatan.
Penemuan ini dihasilkan dari penelitian tim arkeologi gabungan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Universitas Griffith (Australia), dan didukung Balai Arkeologi Sulsel serta Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulsel.
Menelisik Nenek Moyang Kita yang Jadi Pelukis Ulung di Gua-Gua Nusantara
Bukan hanya tua, gambar cadas tersebut menggambarkan adegan sekelompok figur setengah manusia dan setengah hewan (therianthropes) yang sedang berburu mamalia khas Sulawesi, yakni dua babirusa dan empat anoa.
“Penemuan gambar cadas tertua di kawasan karst Maros-Pangkep tidak hanya menunjukkan budaya artistik yang sangat maju, tetapi juga pesan leluhur untuk melestarikan alam di sana,” ucap Aloysius Budi Kurniawan dalam Pesan Leluhur di Dinding Gua yang dimuat Kompas.
Simbol dari leluhur
Pemburu yang digambarkan pada dinding Gua Leang Bulu Sipong 4 merupakan makhluk mirip manusia dengan kepala atau bagian tubuh lain seperti burung, reptil, dan spesies endemik Sulawesi lainnya.
Penggambaran therianthropes bagi Aloysius menjadi bukti tertua dari kemampuan manusia mengimajinasikan keberadaan supranatural yang merupakan titik permulaan pengalaman terhadap kepercayaan rohani.
Associate Professor Adam Brumm dari Australian Research Centre for Human Evolution Universitas Griffith menyebut lukisan itu merepresentasikan bukti tertua tentang kapasitas otak manusia untuk memahami hal-hal di luar nalar.
Kawasan Karst Maros Pangkep Resmi Masuk Daftar UNESCO Global Geopark
Kepala Puslit Arkenas I Made Geria meyakini kawasan Karst Maros-Pangkep tempat ditemukannya gambar cadas tertua di dunia itu bukan hanya sekadar aset sumber daya alam, tetapi menjadi sumber daya kebudayaan.
“Sangat diperlukan simbol-simbol penguat untuk melindungi kawasan dan lingkungan seperti karst Maros-Pangkep yang menjadi tandon air dan daur hidrologi bagi lingkungan sekitarnya. Inilah (gambar cadas) pesan dari leluhur kita untuk melindungi alam,” katanya.
Melindungi warisan
Tetapi ada beberapa masalah yang dialami warisan leluhur ini, pasalnya banyak lapisan dinding dua tempat menempelnya gambar-gambar cadas mengalami pengelupasan. Di Leang Bulu Sipong 4, kondisi gambar-gambar cadasnya sangat rapuh dan rentan rusak.
“Dalam waktu empat bulan, kami mencatat ada penambahan pengelupasan sekitar 1,36 sentimeter,” kata arkeolog BPCB Sulsel, Rustan Lebe.
Kasus terparah adalah pengelupasan permukaan batu gua serta pigmen di atasnya. Dalam pemeriksaan ditemukan pula pengaruh kerusakan dari bakteri yang dibawa pengunjung, debu, serta asap.
Geopark Maros-Pangkep, dari Lukisan Gua Tertua hingga Kekaguman Alfred Wallace
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Totok Suprayitno mengingatkan bahwa kehilangan satu jejak peninggalan masa lalu nilainya akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan keuntungan ekonomi.
“Bayangkan nenek moyang kita telah melakukan sebuah aktivitas yang sangat cerdas pada masanya. Mereka bisa memberikan petunjuk tentang apa yang mereka lakukan dahulu kepada generasi berikutnya yang berselang ribuan tahun sesudahnya,” ujarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News