KESEHATAN - Fenomena minuman manis saat ini tengah menjadi pembicaraan hangat di nusantara. Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan tarif cukai dari minuman berpemanis dalam kemasan mulai tahun 2024 mendatang sebagai upaya untuk menekan tingginya angka konsumsi terhadap minuman manis.
Pakar Advokasi Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Abdillah Ahsan, mengatakan bahwa konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan sebanyak 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
Lantas mengapa hal demikian dapat terjadi di Indonesia?
Mengonsumsi makanan dan minuman manis ternyata sudah menjadi budaya bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Saat suasana hari besar, seperti lebaran, masyarakat sudah terbiasa untuk menyediakan dan menyuguhkan makan dan minuman manis, mulai dari hasil olahan sendiri sampai dengan minuman berpemanis dalam kemasan.
Anak-anak hingga lansia pun rasanya tidak akan menolak jika disuguhkan dengan makanan dan minuman manis. Mereka sudah terbiasa mengonsumsi dan menyukai rasa manis dalam olahan apapun.
Maraknya iklan makanan dan minuman sejenis ini dalam kemasan yang ditayangkan secara masif dalam televisi dan media sosial, ternyata memberikan pengaruh begitu besar terhadap pola konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Selarik Senyuman Benih Cinta Budaya di Tengah Gempuran Globalisasi
Tren ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama dari konten yang diunggah oleh para influencer pun tak jarang untuk mempromosikan minuman manis dari berbagai merek dagang.
Harga dari minuman tersebut juga relatif murah dan dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.
Tidak heran melihat fenomena minuman manis ini begitu digemari oleh masyarakat Indonesia. Sejak kecil, anak-anak Indonesia telah terbiasa untuk mengonsumsi rasa manis. Padahal, minuman manis sebaiknya baru diperbolehkan diberikan pada saat anak mencapai usia sekitar 6 tahun dengan dibatasi konsumsi setiap harinya.
Iklim Indonesia yang panas juga disinyalir menjadi alasan masyarakat gemar mengonsumsi minuman dengan rasa manis dalam kemasan yang umumnya disajikan dalam kondisi dingin.
Minuman manis memang terasa nikmat untuk dikonsumsi, tetapi dilihat dari dampaknya jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan risiko terhadap kesehatan seseorang serta dapat mengancam nyawa. Untuk itu, konsumsi harian perlu dibatasi jumlahnya.
Kurangi Konsumsi Manis Sejak Dini
Untuk mengurangi konsumsi minuman manis, masyarakat dapat mulai mengubah melalui kebiasaan-kebiasaan sederhana.
Pertama dengan membatasi konsumsi gula harian sesuai dengan anjuran konsumsi GGL (Gula, Garam, dan Lemak), yaitu sekitar 10% dari asupan total atau setara dengan 5-9 sendok teh per hari bagi kelompok usia remaja hingga dewasa.
Anak-anak usia dibawah 6 tahun, sebaiknya hanya mengonsumsi gula dari bahan alami seperti buah, madu. Dalam pembuatan Makanan Pendamping ASI (MPASI), tidak perlu diberikan tambahan gula ataupun garam.
Konsumsi kebutuhan harian air mineral harus terpenuhi dengan baik. Kebiasaan mengonsumsi air mineral juga perlu mulai dijadikan sebagai gaya hidup, tidak hanya dikonsumsi saat haus saja.
Apabila, konsumsi air mineral sudah tercukupi dengan baik, keinginan untuk mengonsumsi minuman berpemanis akan semakin berkurang. Hal tersebut dapat membantu mengurangi jumlah asupan kalori harian, sebab air mineral tidak mengandung kalori dan dapat melepaskan rasa dahaga secara lebih baik dibandingkan dengan minuman berpemanis.
Baca Juga: Beragam Pemanfaatan Lahan Basah sebagai Lahan Budidaya
Keinginan mengonsumsi minuman berpemanis juga dapat dialihkan dengan mengonsumsi jus buah tanpa tambahan pemanis apapun.
Sejatinya, buah sendiri sudah mengandung gula alami dalam bentuk fruktosa sehingga telah memberikan rasa manis alami. Struktur gula yang ada pada buah lebih aman dan mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan dengan pemanis buatan.
Melalui kebiasaan baru yang lebih sehat dengan mengurangi konsumsi minuman manis. Diharapkan kualitas kesehatan dan taraf hidup masyarakat Indonesia dapat meningkat. Bukan hanya panjang umur, tetapi dapat hidup dengan tubuh yang sehat dan bugar, serta terhindar dari penyakit tidak menular.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News