Tradisi Coko Iba yang dilakukan masyarakat di Weda dan Patani, Halmahera Tengah serta Maba dari Halmahera Timur merupakan perayaan untuk memperingati kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW.
Esensi dari tradisi Coko Iba adalah mempererat persaudaraan dan keguyuban antar masyarakat. Bukan hanya orang Muslim, masyarakat non Muslim juga ikut terlibat dalam kegiatan ini.
Dimuat dari Kompas, biasanya sejak pagi hingga siang, satu demi satu bahan makanan terkumpul di rumah sesepuh warga. Sebanyak 15 warga setempat, semuanya perempuan bahu membahu mengolahnya menjadi beragam menu.
Menikmati Tradisi Nasi yang Disholawatkan untuk Peringati Maulid Nabi
Dua hari sebelumnya masyarakat akan menyiapkan bahan yang dibutuhkan untuk membuat topeng Coko Iba, seperti daun pandan, keraton putih, dan kertas stiker. Coko Iba adalah ikon perayaan maulid warga setempat.
“Umat non Muslim di Fidi Jaya ini banyak yang ikut membuat Coko Iba, memakai topeng itu, dan ikut berkeliling di jalan-jalan. Coko Iba sudah seperti permainan rakyat, tidak melihat lagi latar belakang agama seseorang,” kata Kepala Desa Fidi Jaya Mustafa Alting.
Turun temurun
Fidi Jaya adalah salah satu desa dengan jumlah penduduk sekitar 3.000 orang. Dari jumlah itu penduduknya separuh beragama Islam, dan separuh lagi beragama Kristen. Tetapi warga tetap antusias merayakan tradisi tersebut.
Sementara itu sudah menjadi kesepakatan turun temurun bahwa acara diadakan di rumah marga Lukman. Latief Lukman, selaku tokoh yang dituakan di marga Lukman, mengungkapkan kesepakatan ini didasari sejarah.
“Bahwa saat tradisi Coko Iba diciptakan pada pertengahan abad ke 19, orang-orang marga Lukman menempati posisi penting di daerah itu,” ucapnya.
Ampyang Maulid, Perayaan Kelahiran Nabi Muhammad SAW yang Bersejarah dan Penuh Makna
Meski hajatan menjadi tanggungan marga Lukman, warga dari marga lain tak tinggal diam. Mereka juga ikut membantu dengan membaca riwayat Nabi, zikir, dan salawat. Ada juga yang ikut menyiapkan bahan makanan hingga patungan uang.
“Memang sudah biasa (saling) bantu Tradisi Coko Iba ini bukan hanya tradisi marga Lukman, melainkan tradisi bersama sehingga kita harus saling membantu,” ujar Lastuti Hamis.
Ajaran berbagai
Wakil Bupati Halmahera Tengah kala itu, Ahmad mengatakan nuansa kebersamaan itu pula yang selalu terlihat di Patani. Bahkan di sana masyarakat makan bersama setiap malam hari saat menjelang hingga akhir Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Masyarakat di Patani selalu saling membantu setiap tradisi Coko Iba. Jadinya acara sangat semarak, bahkan mengalahkan acara pada hari raya besar Islam lainnya. Zikir dan makan bersama seusai zikir digelar selama satu minggu,” ucap Sekretaris Kesultanan Tidore Amin Faaroek.
Bungo Lado; Tradisi Sambut Maulid Nabi dengan Pohon Uang
Tokoh masyarakat Weda, Zainuddin Jumat mengatakan di balik riuh saling entak rotan antar pemakai topeng Coko Iba terkandung makna solidaritas. Rotan diayunkan dan dipukulkan secara terukur sehingga tak bermaksud melukai.
“Coko iba merupakan warisan leluhur untuk menguatkan fogoguru, nilai-nilai yang mengikat kehidupan bersama masyarakat tiga negeri,” paparnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News