Table of Content
Logo GNFI

Cerita dari Megahnya Masjid Istiqlal

Sejarah Masjid Istiqlal Sebagai Simbol Kemerdekaan Indonesia.

    1950

    Sejumlah tokoh Islam menggelar rapat di Deca Park untuk membahas pembangunan masjid. Tokoh yang mengikuti rapat di antaranya Anwar Tjokroaminoto, Taufiqurrahman, dan Wahid Hasyim.

    1954

    Yayasan Masjid Istiqlal diresmikan setelah Presiden Sukarno menyetujui rencana pembangunan masjid.

    1955

    Pemerintah mengadakan sayembara maket Masjid Istiqlal dan menggalang dana dari masyarakat untuk membiayai pembangunan.

    Presiden Sukarno dan dewan juri sayembara perancangan Masjid Istiqlal berfoto dengan tiga panel gambar karya F. Silaban yang ditetapkan sebagai pemenang pada 1955. Sumber: Selayang pandang Masjid Istiqlal (1987).

    1961

    Pembangunan Masjid Istiqlal selesai setelah melalui proses panjang, mulai dari pembersihan lahan hingga tahap konstruksi

    1978

    Masjid Istiqlal selesai dibangun, peresmiannya dihadiri oleh Presiden Suharto.

    KOMPAS/H Kodhyat Persiapan pengecoran kubah Masjid Istiqlal pada awal Agustus 1971. Lokasi masjid negara yang tengah dibangun itu bersebelahan dengan Gereja Katheral Jakarta.

Ide Proklamasi hingga Monumen Keagungan Nasional

Empat tahun pascaproklamasi kemerdekaan, tokoh agama Islam di Tanah Air mulai membicarakan rencana pendirian masjid monumental yang agung dan megah. Bangunan itu perlu untuk menunjukkan identitas Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar sedunia.

Achmad Rizki Nugraha dalam Pandangan Politik Soekarno dalam Membangun Masjid Istiqlal mencatat bahwa pada 1950, Wahid Hasyim yang saat itu menjabat Menteri Agama (Menag) RI bersama anak tokoh Syarikat Islam, Anwar Tjokroaminoto, menggelar pertemuan di Deca Park, Jalan Medan Merdeka Utara, tak jauh dari Istana Merdeka. Sekitar 200—300 orang tokoh Islam hadir mengikuti rapat yang dipimpin Mantan Menag RI, Taufiqurrahman.

Pertemuan itu membentuk pengurus Yayasan Masjid Istiqlal. Para hadirin sepakat, Anwar Tjokroaminoto menjadi ketua. Setelah rapat usai, sejumlah tokoh Islam mengajukan ide kepada Anwar untuk membangun Masjid Istiqlal di ibu kota Jakarta. Lantas, dia pun menyampaikan ide itu kepada Presiden RI Sukarno.

Sukarno ternyata setuju dan menyatakan siap membantu pembangunan masjid tersebut. Singkat cerita, Yayasan Masjid Istiqlal diresmikan di depan Notaris Elisa Pondaag pada 7 Desember 1954. Sukarno diangkat sebagai kepala bagian teknik.

Sayembara dan Lokasi: Perjalanan Awal Pembangunan Masjid Istiqlal

Setelah panitia terbentuk dan lokasi pembangunan masjid ditentukan, pemerintah mengadakan sayembara maket Masjid Istiqlal. Kegiatan ini diumumkan melalui surat kabar dan media massa pada 22 Februari 1955 dan ditutup pada 30 Mei 1955. Sukarno bertindak sebagai ketua dewan juri.

Setelah menggelar berkali-kali sidang di Istana Negara, dewan juri akhirnya memutuskan maket milik arsitek Friedrich Silaban sebagai pemenang dengan sandi “Ketuhanan”. Kemudian, perdebatan muncul saat menentukan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Hingga akhirnya, Sukarno memutuskan masjid ini dibangun di Taman Wijaya Kusuma yang dahulu bernama Wilhelmina Park.

Wilhelmina Park. Tropen museum

Wilhelmina Park pernah digunakan sebagai tempat penobatan nenek Ratu Beatrix, yaitu Ratu Wilhelmina, pada 1898. Taman ini terletak di sebelah tenggara kawasan Weltervreden dan dihiasi pepohonan rindang. Di sana, terdapat dua alur sungai Ciliwung dan beberapa jembatan yang menghubungkan kedua tepiannya. Di tengah Wilhelmina Park, ada sebuah benteng yang dibangun Gubernur Jenderal van der Bosch pada 1834, yakni Citadel Frederik Henderik.

Proses Panjang Pembangunan Masjid Istiqlal: Pembongkaran Benteng dan Kendala Dana.

Pada 26 November 1954, Pemerintah Kota Jakarta mulai membongkar kompleks Benteng tersebut untuk dijadikan lahan bangunan Masjid Istiqlal. Pada 1960, ribuan orang dari berbagai daerah datang untuk membersihkan taman itu yang dahulu sepi, kotor, tak terurus. Mereka bahkan membawa peralatan sendiri.

Proses pembangunan Masjid Istiqlal cukup lama. Pembongkaran benteng saja menghabiskan waktu nyaris satu setengah tahun karena petugas mesti menghancurkan terowongan bawah tanah. Selama pembongkaran, petugas menemukan juga bagian benteng berupa terowongan Berland Matraman yang dahulu menjadi tempat pelatihan militer. Pemerintah mengerahkan prajurit Zeni Angkatan darat untuk menghancurkan benteng menggunakan dinamit.

Di samping itu, jalur kereta api di sebelah proyek Masjid Istiqlal dipindahkan ke daerah pinggiran. Gedung-gedung milik angkatan darat di sekitar masjid juga dibongkar untuk menyediakan lapangan parkir dan halaman kosong sebagai penyeimbang dari kemegahan dan luasnya masjid ini.

“Dibangun pada masa Presiden Sukarno, lalu diresmikan atau selesai pembangunannya pada 1978 oleh Presiden Suharto. Hampir 17 tahun untuk membangun masjid Istiqlal yang besar ini,” ujar Kasubbag Humas Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI), Saparwadi dalam acara GNFI Virtual Tour Jelajah Kota Eps 1: Masjid Istiqlal.

Awalnya, pemerintah tidak punya modal yang cukup untuk membangun Masjid Istiqlal ini. Pada malam pengumuman hasil sayembara di Istana Negara, biaya yang terkumpul baru berjumlah Rp 442.000. Kekurangan dana juga menjadi faktor yang menyebabkan pembangunan masjid ini berlangsung lama. Sepanjang 1961—1965, pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp. 3.044.421.717,47.

Gerakan Penggalangan Dana dan Makna di Balik Nama Masjid Istiqlal.

Pada 1955, pemerintah mengumumkan seruan kepada umat Islam untuk membantu menggalang dana pembangunan Masjid Istiqlal. Gerakan masyarakat untuk pembangunan Masjid Istiqlal pun tumbuh karena taksiran dana yang berubah seiring dengan nilai mata uang saat itu tidak stabil.

Sedikit demi sedikit dana pun terkumpul. Para tokoh Islam saat itu meyakini, berapapun dana yang dibutuhkan, asal proyek mulai dikerjakan, maka masalah keuangan dapat diusahakan. Akhirnya, tiang pertama Masjid Istiqlal mulai dipancangkan pada 24 Agustus 1961.

Bukan tanpa alasan pula masjid ini diberi nama Istiqlal yang dalam Bahasa Arab berarti “Merdeka”. Ada makna mendalam di balik nama tersebut.

“Masjid Istiqlal ini adalah salah satu monumen wujud rasa syukur, rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada Tuhan yang maha pencipta, Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas anugerah, pemberian, kemerdekaan Republik Indonesia”, kata Saparwadi.

Masjid Istiqlal

Masjid Penuh Simbol

Jika kawan GNFI datang ke Masjid Istiqlal, tidak banyak hiasan atau ornamen yang terlihat sehingga suasana yang dihasilkan cenderung lebih clean. Di bagian mihrab atau tempat imam terdapat kiswah, yakni bekas kain penutup ka’bah yang merupakan hadiah dari Raja Arab Saudi.

Ragam Simbol Masjid

Masjid Istiqlal mengadopsi konsep bangunan tropis dengan tidak menggunakan jendela atau pintu sehingga udara dapat bebas masuk ke dalam masjid. Konsep itu digunakan untuk menciptakan kesan sejuk secara alami sehingga meminimalisir penggunaan AC.

Masjid Istiqlal selain dikenal akan sejarahnya, juga dikenal dengan fasilitas yang sangat nyaman. Bahkan, setiap bagian dari bangunannya memiliki makna tersendiri. Karena masjid ini adalah wujud rasa syukur atas kemerdekaan, banyak simbol-simbol dalam Masjid Istiqlal yang merujuk pada keislaman dan keindonesiaan.

“Desain arsitektur Masjid Istiqlal ini mengandung beberapa simbol terkait dengan nilai-nilai Islam atau simbol-simbol Islam, dan juga terkait nilai-nilai atau simbol negara,” papar Saparwadi.

Masjid Istiqlal tersusun dalam lima lantai yang merupakan lambang dari Rukun Islam. Lima lantai masjid juga merujuk pada Dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila. Kelima lantai tersebut disangga oleh tiang-tiang dengan berbagai ukuran.

Tiang berukuran kecil berjumlah sekitar 4 ribu, sedangkan tiang yang berukuran besar berjumlah 12 buah. Angka 12 tersebut merujuk pada tanggal lahir Nabi Muhammad SAW, yakni 12 Rabiul Awwal.

Dari luar, Masjid Istiqlal juga terlihat kubah besar di bagian atas bangunan. Itu adalah kubah utama dengan diameter 45 meter yang merujuk pada tahun kemerdekaan Republik Indonesia, yakni 1945. Selain itu, Masjid Istiqlal juga memiliki kubah kedua yang berdiameter 8 meter. Angka tersebut menunjukkan bahwa Kemerdekaan Indonesia tepat pada bulan ke-8, yakni Agustus. Di atas kubah utama terdapat simbol bulan bintang dengan ketinggian 17 meter yang merujuk pada tanggal kemerdekaan Republik Indonesia.

tiang raksasa

12 Tiang Raksasa - Tanggal Lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awwal

lima lantai

Lima lantai - Rukun Islam dan Pancasila

kubah masjid

Kubah berdiameter 45 dan 8 meter, plus simbol bulan bintang setinggi 17 meter - Tanggal Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945

Sementara itu, menara Masjid Istiqlal hanya satu ini menunjukkan bahwa Allah itu esa. Tingginya yang 6666 cm atau 66,66 meter melambangkan jumlah ayat Al Qur’an, dengan bentuk seperti obor atau lilin yang merepresentasikan bahwa Masjid Istiqlal berfungsi sebagai cahaya penunjuk jalan. Di bagian puncak menara terdapat besi anti petir dengan ketinggian 30 meter yang merujuk pada jumlah juz dalam Al Qur’an.

Jika ditotal, menara Masjid Istiqlal memiliki ketinggian 114 meter yang menyimbolkan jumlah surat dalam Al Qur’an.

Tak Cuma untuk Salat

Semua tentu sepakat jika fungsi utama masjid adalah tempat untuk beribadah, terutama salat. Pun demikian dengan Masjid Istiqlal. Namun, salat bukan satu-satunya aktivitas yang bisa dilakukan di sana karena ada pula beragam kegiatan lainnya.

Ya, Masjid Istiqlal memang Masjid Istiqlal pun tidak hanya sekadar menjadi tempat ibadah bagi umat Muslim, melainkan juga menjelma menjadi pusat kegiatan yang memperkaya kehidupan sehari-hari masyarakat.

Keberadaan Masjid Istiqlal diharapkan menjadi pusat kegiatan umat, namun tidak hanya terbatas pada ibadah semata. Di sini, terdapat berbagai macam kegiatan yang tidak hanya diselenggarakan oleh pihak masjid, tetapi juga melibatkan kerja sama dengan pihak luar.

“Kita harapkan orang datang ke Istiqlal juga bisa mengikuti seminar-seminar, kegiatan pengajian, dauroh, kemudian ada kajian keislaman, mungkin juga kadang ada kegiatan ekonomi seperti bazaar dan lain-lain,” tutur Saparwadi.

Tidak hanya itu, masjid Istiqlal juga pusat pembelajaran yang inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang ingin mengembangkan dirinya. Selain kegiatan rutin seperti salat dan baca Quran, terdapat juga kegiatan tidak rutin seperti kursus bahasa Inggris, Arab, bahkan Mandarin.

Ketika bulan Ramadan tiba, masjid Istiqlal menjadi pusat kegiatan yang semakin ramai. Mulai dari tarawih, ceramah, tadarus, hingga buka puasa bersama, semua dilakukan dengan semangat kebersamaan dan kesederhanaan.

Menariknya, kegiatan ini tidak hanya terbuka bagi umat Muslim, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin merasakan nuansa Ramadan di tengah-tengah keramaian ibu kota atau sekedar mencari atau berdiskusi soal ilmu agama.

Selain kegiatan ibadah, masjid Istiqlal juga aktif dalam kegiatan sosial. Misal, pada Ramadan 2024 ini pihak Masjid memberikan 1000 bingkisan Lebaran dan santunan anak yatim sebagai bentuk semangat kepedulian dan kebersamaan dalam menjaga solidaritas sosial.

Meskipun merupakan tempat ibadah utama, masjid Istiqlal juga menjadi tempat beristirahat bagi siapa saja yang membutuhkannya. Namun, aturan tetap berlaku, seperti larangan makan dan minum di dalam masjid untuk menjaga kebersihan dan kesucian tempat ibadah.

Dengan begitu banyaknya kegiatan yang diadakan di masjid Istiqlal, informasi mengenai jadwal dan kegiatan mungkin akan sedikit membingungkan Kawan GNFI. Tapi, tenang saja. Masjid ini aktif di media sosial, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi terkini mengenai kegiatan yang akan diadakan.

Masjid Istiqlal yang begitu ‘hidup’ tidak hanya menjadi tempat ibadah, melainkan juga menjadi oase kegiatan yang memperkaya kehidupan masyarakat. Dengan semangat inklusivitas, pendidikan, dan kepedulian sosial, masjid ini pun semakin berkembang sebagai pusat spiritualitas dan kegiatan yang terbuka bagi siapa saja. Bahkan bukan cuma umat Islam yang bisa punya kegiatan di sana, melainkan juga umat agama lain.

Ya, Masjid Istiqlal memang tidak hanya dikenal sebagai tempat ibadah umat Islam Indonesia. Tetapi juga telah menjadi simbol toleransi antar umat beragama. Hal ini dibuktikan dengan lokasi Masjid Istiqlal yang bersebelahan dengan Gereja Katedral. Banyak masyarakat hingga tokoh masyarakat yang mengambil foto dengan background Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.

“Ini spot yang paling pas untuk berfoto-foto di Masjid Istiqlal. Bisa foto sekaligus dua tempat ibadah sebagai simbol toleransi,” ujar Saparwadi.

Tetapi tidak hanya simbol, pengurus Masjid Istiqlal juga membuka tamu dari Gereja Katedral yang ingin berkunjung. Hal yang sama dilakukan bila ada umat Islam ingin berkunjung ke Gereja Katedral.

Dikatakan olehnya, hal ini penting untuk menjaga toleransi antar dua agama tersebut. Apalagi bagi Saparwadi, dialog antara agama sangat penting untuk merawat toleransi dan kerukunan pada masa depan. 

“Jangan sampai mencederai kerukunan. Saling dialog,” tegasnya.

Pengurus Masjid Istiqlal menyatakan bentuk toleransi ini juga terwujud dari saling tolong menolong saat ada kegiatan keagamaan. Baik Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral mempersilahkan parkirannya digunakan untuk kegiatan agama.

unknown

Misalnya saja pada tahun 2023 lalu, Masjid Istiqlal menyediakan kantong parkir untuk jemaat Misa Natal Gereja Katedral. Tempat parkir ini cukup besar dengan rincian mampu menampung 800-1.000 kendaraan milik jemaat Gereja Katedral.

Hal yang menarik adalah pemerintah tengah membangun terowongan untuk menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Program yang menelan biaya hingga Rp37,8 miliar itu diharapkan bisa menambah hubungan erat dua agama.

“Lebih dari itu menambah hubungan erat antara dua tempat ibadah,” ucapnya.

Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) juga menyelenggarakan kegiatan Dialog Internasional Lintas Agama. Bekerjasama dengan Leimena Institute, acara ini diharapkan bisa mempererat silaturahmi antar umat beragama.

“Kalau kita ingin menciptakan humanity yang solid, maka kita harus berpikir lain, yaitu menciptakan konsep sentripetal dan tidak lagi berpikir sentrifugal,” demikian pesan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, yang dimuat dari laman Masjid Istiqlal.

Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, Masjid Istiqlal tidak hanya menjadi rumah ibadah. Namun sudah bisa memberdayakan masyarakat bukan hanya umat Islam, tetapi juga dengan umat agama lain.

Hal ini juga sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 16 yaitu perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh. Hal yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan damai.

Setelah menambah fasilitas untuk penyandang disabilitas, giliran anak-anak yang mendapat perhatian. Pada tahun lalu, tepatnya Februari 2023, Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) yang bekerja sama dengan PT Niramas Utama, membangun taman bermain anak yang diberi nama “Taman Persaudaraan”. Taman ini diresmikan bersamaan dengan Milad ke-45 Masjid Istiqlal pada Februari 2023.

Keberadaan taman bermain tersebut menjadi contoh tentang bagaimana umat Islam seharusnya mendekatkan anak-anak dengan masjid. Keberadaan taman bermain menunjukkan Masjid Istiqlal yang ramah anak. Arena ini menjadi ruang yang nyaman bagi anak-anak untuk bermain, sekaligus menjadi tempat menjalin silaturahmi persaudaraan antarumat.

Kegiatan di masjid Istiqlal

Dengan segala kegiatan, semangat toleransi, keterbukaan, dan inklusivitasnya, Masjid Istiqlal akhirnya tampil sebagai “rumah” bagi segenap masyarakat Indonesia, apapun latar belakangnya. Dalam satu kesempatan, Ketua Harian Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI), Dr. Ismail Chawidu menyampaikan kepada GFNI perihal sebuah tujuan mulia di balik begitu hidupnya masjid ini.

“Jadi, masjid berfungsi tidak hanya untuk pelaksanaan peribadatan. Visi Istiqlal itu sudah mengarah kepada bagaimana pemberdayaan umat,” ujar Ismail.

Dibuat oleh Good News From Indonesia
Logo GNFI