Logo FNKLogo FNK

Berbagai Tantangan dan Upaya Membangun Desa Wisata Berkelanjutan di Indonesia

Saat ini, Kementerian pariwisata Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tengah gencar-gencarnya mengembangkan desa wisata. Pengembangan desa wisata diyakini dapat menyerap tenaga kerja serta menggerakan perekonomian masyarakat melalui inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.


Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, desa wisata merupakan potensi yang perlu dikembangkan dan diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sehingga memiliki daya saing dan sebagai lokomotif kebangkitan perekonomian di tengah pandemi.

Sebuah desa bisa disebut desa wisata bila memenuhi berbagai unsur, mulai dari objek wisata alam, budaya, wisata buatan, dan didukung dengan atraksi, akomodasi, serta fasilitas penunjang. Tak lupa sebuah desa wisata pun mengangkat unsur kearifan lokal.

Image 1

Secara umum, desa wisata memiliki empat klasifikasi, mulai dari rintisan, berkembang, maju, dan mandiri dengan indikator berupa jumlah kunjungan, industri pariwisata yang berkembang, kesiapan keterampilan dan sumber daya manusia (SDM), diversifikasi produk dan aktivitas wisata, serta amenitas pariwisata.


Kini berbagai upaya tengah dilakukan demi melestarikan desa wisata di Indonesia. Meski banyak manfaat bisa didapatkan dari pembangunan desa wisata, nyatanya banyak pula tantangan yang dihadapi para pelaku, terutama di masa pandemi seperti sekarang ini.


Untuk lebih mengetahui seluk-beluk isu tentang desa wisata, dari pengembangan, rencana pemerintah, sampai pengalaman pelaku pengelola desa wisata, berikut penjelasannya:

Dukungan Pemerintah dalam Membangun Desa Wisata

Asset
Asset

"Indikator keberhasilan pengembangan desa wisata bisa dilihat dari lima faktor, yaitu atraksi, adanya inovasi terhadap potensi atraksi unggulan di desa wisata, aksesibilitas yaitu kemudahan terhadap akses oleh wisatawan, amenitas atau sarana dan prasarana sudah mengikuti standar ASEAN dan tersedia SDM yang kompeten"

Endah Ruswanti, Sub Koordinator Pengelolaan Pengunjung, Atraksi, Fasilitas, Direktorat Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf menjelaskan rencana-rencana pemerintah terkait desa wisata dalam diskusi Membangun Desa Wisata yang Lestari pada ajang Festival Negeri Kolaborasiyang diadakan Good News From Indonesia, Kamis (2/9/2021), yang disiarkan secara daring.
Kemenparekraf mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dalam membangun 224 desa wisata melalui program pendampingan desa wisata. Tahun 2021 ini ada 67 desa wisata yang akan disiapkan untuk pendampingan.
Desa wisata dibagi menjadi tiga jenis, yaitu berbasis alam, budaya, dan buatan. Untuk program pengembangannya termasuk atraksi, aksesibilitas, dan amenitas, juga pengembangan pemasaran, meliputi branding, advertising, dan selling.

Endah juga menyebut bahwa pengembangan desa wisata dilakukan secara kolaboratif antara pengelola desa dengan pemerintah dan pihak wisata. Lalu soal dana desa harus dimanfaatkan sesuai regulasi dan kebijakan yang berlaku. Lain itu menyangkut aspek penerapan teknologi, sekiranya dapat memanfaatkan basis digital dalam pengelolaan, promosi, dan pemasaran desa wisata.
Endah pun menuturkan memang sangat penting kolaborasi dan sinergi pembangunan desa wisata bekerja sama dengan strategi 3C yaitu commitment, competent, dan champion.
Di era sekarang ini, sambung Endah, yang paling penting adalah penerapan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi, untuk pengembangan desa wisata, yang menurutnya bisa jadi senjata membangkitkan pariwisata dan ekonomi kreatif.

Upaya melestarikan desa wisata di masa pandemi

Di masa pandemi ini, pariwisata merupakan salah satu sektor yang terpukul dan terkena dampaknya. Endah menerangkan bahwa Kemenparekraf telah membuat langkah-langkah untuk memulihkan pariwisata, termasuk revitalisasi destinasi dan peningkatan confidence pasar atau rasa aman berwisata. Salah satu programnya adalah sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment).

Strategi pengembangan destinasi pariwisata dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas dan reputasi destinasi pariwisata yang memiliki outstanding value proposition, lokalitas, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan untuk mewujudkan ekosistem pariwisata yang terintegrasi, mendorong pembangunan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Adapun strategi pengembangan destinasi pariwisata mengacu pada lima hal berikut ini:
Asset

Analisis tipologi dan strategi pengembangan destinasi perwilayahan dan tematik.

Asset

Penataan dan penguatan manajemen destinasi dan daya tarik melalui penerapan visitor management serta carrying capacity untuk meningkatkan destination appeal dan market attractiveness.

Asset

Pembangunan infrastruktur, fasilitas, aksesibilitas, konektivitas, serta pengelolaan fasilitas pariwisata.

Asset

Koordinasi pengembangan kawasan desa wisata, geopark, KEK, cultural heritage, dan sentra kreatif.

Asset

Peningkatan dan pemberdayaan masyarakat dan UMKM di destinasi pariwisata.

Pengembangan desa wisata dari sisi pengelola

Saat ini, jumlah desa wisata di Indonesia mencapai 1.838 dan masih terus akan bertambah seiring dengan pengembangannya. Salah satu daerah yang direncanakan akan menjadi desa wisata adalah Desa Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Akbar Al Ayyubi sebagai pemuda asli suku Ata Modo atau suku asli Pulau Komodo mengatakan bahwa Desa Komodo sedang direncanakan menjadi desa wisata dan saat ini sudah mulai dilakukan pengembangan kelembagaan dan studi banding. Namun, ia menjelaskan belum ada bentuk pembangunan penunjang desa wisata.

Asset

"Saya sepakat bila Desa Komodo dijadikan desa wisata karena merupakan solusi mengintegrasikan pariwisata skala besar menuju desa yang dikelola berbasis komunitas. Muara pengembangannya langsung berimplikasi pada masyarakat setempat melalui ekonomi kreatif"

-- Akbar Al Ayubbi --

Asset

Untuk pengembangan desa wisata, Akbar menerangkan ada banyak potensi Desa Komodo yang bisa diunggulkan, mulai dari wisata, pengetahuan konservasi, wisata budaya dan sejarah, wisata tematik, dan lanskap alam yang indah. Selain destinasi, Desa Komodo juga memiliki produk unggulan seperti kesenian tari adat, kerajinan tangan patung komodo, kalung, gelang, dan masih banyak lagi.
Dalam proses pengembangan menjadi desa wisata, Akbar mengakui bahwa Desa Komodo masih membutuhkan aspek pembangunan, akomodasi, dermaga, hingga akses internet. Meski saat ini masih dalam proses pengembangan, harapannya di Desa Komodo bisa tercipta pemerataan ekonomi pariwisata yang adil, sehingga tidak hanya terfokus di Labuan Bajo.

Image 1

Berbeda dari Desa Komodo yang baru akan merintis desa wisata, ada Desa Nglanggeran yang sudah mulai berkembang. Sugeng Handoko, pegiat Desa Wisata Nglanggeran, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menuturkan bahwa Nglanggeran merupakan salah satu desa wisata yang berkembang.

Asset

"Kami aktif mulai pengembangan sejak tahun 2007 ketika fokus pada desa wisata. Tapi sebenarnya sudah dilakukan oleh karang taruna sejak 1999 dan dimulai dari kegiatan konservasi. Spirit awalnya adalah pengembangan Nglanggeran keinginan untuk lingkungan yang lebih baik, masyarakat lebih baik, dan bonusnya pariwisata."

Asset

Menurut Sugeng, ketika berbicara tentang pengembangan desa wisata akan lebih baik jika indikatornya tak selalu soal ekonomi.
“Ada hal-hal yang sifatnya lebih tinggi, yaitu ketika kita bisa menjaga alam, lingkungan, budaya, masyarakat, desa itu akan sangat kondusif dan nyaman untuk didatangi wisatawan. Prinsipnya adalah pariwisata itu semua harus bahagia, dari tuan rumahnya, wisatawan, lingkungan, alam, budaya, dan sosial masyarakatnya juga harus bahagia.”

Fenomena menjamurnya desa wisata

Tak dapat dimungkiri bila kehadiran desa wisata kian menjamur dan seolah menjadi tren di Indonesia. Bila semua bisa berkembang dan maju, tentunya ini menjadi kabar baik. Namun, jangan sampai ada salah kaprah soal pembentukan desa wisatanya itu sendiri.

Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021

Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset

Klasifikasi Desa Wisata berdasarkan Kemenparekraf

Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset

Boyke Hutapea: Pengembangan Desa Wisata di Sumba Potensinya Bisa Lebih dari 100 Desa

Asset
Asset

"untuk saat ini masih sedikit sekali desa wisata yang memanfaatkan teknologi--untuk promosi digital. Ini disebabkan karena belum baiknya jaringan atau koneksi internet di wilayah desa atau kampung tersebut"

Di sektor pariwisata, pengembangan desa wisata tengah mendapatkan sorotan. Hal ini pun tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Kemenparekraf yang memiliki target membangun 224 desa wisata melalui program pendampingan desa wisata.
Pengembangan desa wisata terus dilakukan demi mendukung berbagai upaya melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya lokal dan nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat. Saat ini, pengembangan desa wisata berjalan begitu pesat dan telah menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur termasuk salah satu daerah yang memiliki banyak desa wisata dan kampung adat dengan potensi alam dan budaya yang terbilang unik.
Dalam proses pembangunan desa wisata tentu tak selalu mudah dan akan menemukan berbagai tantangan serta hambatan. Namun, tentunya berbagai upaya pun terus dilakukan demi memajukan desa wisata yang akan memberikan dampak positif pada masyarakat setempat.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu pengembangan desa wisata di Sumba, Boyke Hutapea sebagai wakil ketua bidang pendidikan dan pelatihan di DPC Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI) Kabupaten Sumba Barat Daya, memaparkan kepada gamblang kepada penulis GNFI, Dian Afrillia.
Berikut kutipan bincang-bincang Boyke dengan GNFI terkait isu pengembangan desa wisata di Sumba.

Asset

Saat ini, ada berapa desa wisata di keseluruhan Sumba? Apakah ada desa yang diunggulkan atau diutamakan dalam pengembangannya?

Saat ini untuk jumlah pastinya saya tidak tahu secara pasti, tapi potensi untuk desa wisata di pulau Sumba bisa lebih dari 100 desa.
Untuk desa yang diunggulkan, ada beberapa desa wisata (lebih fokus ke situs kampung adatnya) seperti situs kampung adat (SKA) Ratenggaro, SKA Wainyapu, SKA Manola, SKA Totok Kalada, SKA Wee Lewo, SKA Umbu Koba, SKA Mbukubani, SKA Waindimu, dan Desa Tema Tana (Kabupaten Sumba Barat Daya).
Di Sumba Barat ada SKA Praijing, SKA Tarung, SKA Pardhe Lembung, SKA Bodo Ede, SKA Waibaka, dan SKA Praigoli. Di Sumba Tengah ada SKA Pasunga. Di Sumba Timur ada SKA Raja Prailiu, SKA Praiyawang, SKA Prainatang, dan SKA Wunga.
Dari beberapa kampung adat tersebut, sudah ada juga yang diutamakan pengembangannya, baik oleh pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi NTT maupun pemerintah pusat.

Produk wisata sebagai penggerak ekonomi masyarakat lokal dan sekitar desa wisata

Selain bertujuan memperkenalkan potensi wisata di berbagai daerah, program desa wisata juga berdampak pada potensi ekonomi khususnya bagi masyarakat lokal dan sekitar. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, yang mengatakan bahwa desa wisata memiliki potensi yang sangat besar untuk membangkitkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan selain menarik minat masyarakat, desa wisata juga dapat membuka lapangan pekerjaan dan peluang usaha lebih banyak. Desa wisata juga akhirnya dapat melahirkan berbagai produk wisata yang siap disajikan pada wisatawan lokal maupun mancanegara.

Asset

Mengelola potensi desa dengan pendekatan Desa Wisata nyatanya tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata dan ekonomi semata. Hal tersebut mampu membawa dampak pada terkikisnya kesenjangan wilayah yang dapat menimbulkan berbagai macam konflik.
Oleh sebab itu, desa wisata bukan hanya program yang diinisiasi oleh Kemenparekraf saja, namun juga didampingi oleh Kementerian Pedesaan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Koordinator Pengembangan Manusia dan Kebudayaan.
Program lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggapi banyaknya jumlah desa wisata dan desa yang berpotensi menjadi desa wisata adalah dengan pendampingan untuk pengelola desa wisata yang bertujuan pada peningkatan kualitas pengeloaan potensi wisata dari suatu desa.
Peran pemangku kebijakan dalam pengembangan desa wisata tidak hanya berhenti di pemerintah pusat, namun juga dilakukan turunannya di Daerah Tingkat 1, Daerah Tingkat 2 hingga lingkup terkecil dalam tatanan masyarakat.
Mengingat salah satu komponen dalam upaya membangun desa wisata adalah melihat minat dan kesiapan masyarakat terhadap pengembangan destinasi wisata setempat. Sinergi dari berbagai pihak itu diharapkan dapat membawa dampak keberlanjutan desa wisata.

---