Logo FNKLogo FNK

Melihat Energi Terbarukan sebagai Potensi Masa Depan

Sampai saat ini Indonesia belum tercatat dalam pemanfaatan secara signifikan renewable energi(energi terbarukan) seperti pemanfaatan energi surya, angin dan fuel ethanol. Sementara itu ketergantungan terhadap energi fosil dalam penggerak ekonomi masih cukup besar.

Hal ini bisa dilihat dari data Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2020, yang menyebut kontribusi energi baru terbarukan (EBT) dalam penggunaan bahan bakar pembangkit listrik baru mencapai 12,6 persen. Sementara non-EBT masih sangat besar yakni 87,4 persen.

Satya Hangga Yudha Co-Founder Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) dalam acara Festival Negeri Kolaborasi (FNK) bertajuk Kolaborasi untuk Masa Depan Energi Indonesia yang diselenggarakan oleh GNFI, Kamis (30/9/2021), menjelaskannya dalam video berikut.

Padahal menurut Hangga ketergantungan terhadap sumber energi minyak bumi, gas dan batubara cukup membahayakan karena ketersediaannya makin terbatas.

Bila dihitung dari rata-rata produksi saat ini, maka diperkirakan minyak bumi hanya mampu bertahan sekitar 24 tahun, gas hanya 59 tahun, sementara batu bara berkisar 93 tahun.

Dirinya pun menyoroti Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN yang ditetapkan pada 2017 tentang target bauran EBT pada 2025 yang harus menyentuh angka 23 persen. Sementara 31 persen pada 2050.

Menurut Hangga hal ini harusnya menjadi target yang perlu dicapai oleh Indonesia. Sesuai juga dengan ketetapan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mendorong pemanfaatan EBT dan mengerem penggunaan sumber energi fosil.

Padahal Indonesia telah menandatangani Paris Agreement di markas PBB di New York pada Jumat, 22 April 2016. Salah satu kesepakatan utama dalam Paris Agreement adalah membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat celsius dan berusaha untuk mencapai 1,5 derajat celsius.

Hal ini penting disoroti, karena sektor energi dan lahan masih menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia. Lebih dari 90 persen total emisi yang dihasilkan berasal dari kedua sektor tersebut.

AssetAsset

"Indonesia memainkan peran penting (menjaga temperatur) bagi masyarakat global. Karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar kempat di dunia."

Satya Hangga Yudha
Co-Founder Indonesian Energy and Environmental Institute

Hanya punya waktu 10 tahun

Tantangan mengenai perubahan iklim memang sedang dialami oleh seluruh negara di dunia. Kondisi ini bila tidak segera ditangani akan segera menimbulkan krisis ekologis yang besar

Tidak adanya upaya untuk mengatasi perubahan iklim, pastinya akan mengancam eksistensi dan peradaban umat manusia pada masa depan.

Bedasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Assessment Reportyang ke-6 memperingatkan gentingnya kondisi iklim saat ini.

Suhu permukaan global terus naik dalam empat dekade terakhir. Pada periode 2011-2020, bumi 1,9 derajat celsius lebih panas daripada kondisi pra industri (1850-1900).

Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam skenario dengan emisi karbon paling rendah pun, diproyeksikan kenaikan suhu permukaan global akan mencapai 1,5 derajat celsius dalam waktu dekat.

Tanpa penurunan emisi CO2 yang signifikan, sangat mungkin kita akan melampaui kenaikan 2 derajat celsius di atas suhu pra industri.

Padahal Indonesia saat ini masih sangat mengandalkan energi dari pembakaran bahan bakar fosil. Hal yang tercatat berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dunia.

Karena itu menurutnya Indonesia perlu mengambil langkah agar secepatnya meninggalkan energi fosil. Tentunya konsekuensinya adalah segera bisa menemukan EBT yang mudah diproduksi dan bisa dijangkau oleh masyarakat.

Selain itu melihat Indonesia sebagai negara berkembang yang membuat penggunaan energi masih cukup rendah. Tentunya potensi ini akan sangat besar bila pemerintah bisa segera menemukan EBT sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Salah satu EBT yang dirinya soroti adalah penggunaan tenaga surya. Menurut penelitian dari IESR potensi energi surya itu bisa mencapai 3000-20.000 GWp bedasarkan kapasitas lahannya.

Hal ini ternyata juga bisa berdampak kepada sektor ekonomi. Karena bila inovasi atas EBT ini bisa berjalan akan membuka para pelaku usaha untuk berinvestasi terhadap sumber energi tersebut.

AssetAsset

"Semua yang kita gunakan itu dari fosil yang menjadi kontribusi pertama pemanasan global dan memicu krisis iklim."

Fabby Tumiwa
Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR).

EBT sebagai demokratisasi energi

Energi terbarukan ternyata tidak hanya terkait dengan lingkungan dan juga potensi ekonomi. Tetapi juga pemerataan energi bagi masyarakat Indonesia yang selama ini terabaikan.

Tri Mumpuni, seorang ilmuwan dari Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), melihat Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) bisa menjadi sumber energi bersih bagi desa terpencil, yang belum terjangkau akses penerangan dari PLN.

Menurutnya desa di Indonesia memiki sumber daya alam yang melimpah, namun belum sepenuhnya dikembangkan sebagai sumber energi yakni air.

infografis kain tenun 0

Dirinya saat ini sudah membangun setidaknya 65 PLTMH di desa-desa terpencil. Namun hingga April 2020, tercatat masih ada 433 dari 75 ribu desa di Indonesia yang belum teraliri listrik.

Sebagian besar desa-desa itu terletak di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku. Baginya hal ini seharusnya menjadi upaya pemerintah untuk mengupayakan pengembangan sumber daya di masyarakat.

Sayangnya selama ini pemerintah memang lebih sering memberikannya program perlistrikan lokal kepada swasta. Kondisi ini membuat masyarakat tidak bisa terlibat dalam pengupayaan listrik di daerahnya.

Karena itulah bersama pemerintah Provinsi Jawa Barat, dia mengembangkan program Patriot Desa untuk melatih generasi muda yang mau terjun membangun desa. Salah satu aktivitasnya dinamai One Village One Company (OVOC), yang bertujuan memaksimalkan potensi desa dengan merintis Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Dirinya juga berharap, pemerintah bisa menemukan teknologi terbaik yang bisa dinikmati oleh masyarakat, tentunya dengan harga terjangkau. Hal yang penting juga adalah upaya untuk mensejahterakan masyarakat agar kehidupannya menjadi lebih layak.

AssetAsset

"Jadi memperkuat ekonomi masyarakat. Transfer pengetahuan teknologi. Juga tetap berinovasi untuk menemukan energi yang kompetibel dengan kemampuan rakyat."

Tri Mumpuni
Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA)

Kebijakan pemerintah untuk energi rakyat

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan saat berbicara soal energi. Salah satunya komitmen untuk menyediakan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang terjangkau untuk masyarakat.

Karena itulah dalam memberikan akses listrik kepada masyarakat, tiga pendekatan dilakukan oleh Kementerian ESDM, yaitu (1) Pendekatan On Grid; (2) Pendekatan Micro-grid Off grid; dan (3) Pemasangan Solar home system/PLTS portable/Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).

Pertama, pendekatan On Grid diperuntukan untuk desa yang berdekatan dengan desa berlistrik, pendekatannya adalah melalui ekspansi power grid. Hingga Triwulan III tahun 2019, kapasitas terpasang pembangkit listrik adalah sebesar 66,46 GW yang dibangun oleh PLN, Independent Power Producer (IPP) serta Private Power Utility (PPU).

Kedua, pendekatan Off Grid, diperuntukan untuk desa dengan jarak antar rumah tangga yang berdekatan. Tetapi jauh dari jaringan listrik sehingga dapat dilakukan dengan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat Off Grid dengan total kapasitas mencapai 50 MW.

Ketiga, pemasangan Solar home system/PLTS portable atau LTSHE yang diperuntukkan bagi warga di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal), yang letaknya jauh dari jangkauan listrik dan belum menikmati listrik sama sekali.

Asset

"Ini banyak di Indonesia bagian timur. Ini yang kita dorong agar mereka bisa mendapatkan energi yang sama dengan masyarakat lain di wilayah lain. Karena itu program LTSHE, sekarang ini mendorong alat penyedia daya listrik yang kita bagikan agar mereka mendapat listrik yang lebih baik."

Terkait dengan pengembangan EBT, Kementerian ESDM mengakui cukup sulit untuk menyakinkan para investor. Pasalnya banyak dari investor masih melihat risiko yang tinggi saat berinvestasi ke sektor energi terbarukan.

Karena itulah, pemerintah akan segera memperbaiki regulasi agar investasi di sektor ini bisa transparan. Sehingga para pelakunya bisa berbisnis secara kompetitif dan sehat.

Selain itu, Kementerian ESDM akan terus mendorong segala lini, terutama BUMN agar segera bisa mengembangkan teknologi. Supaya saat pasar EBT terbuka, para pelaku di Tanah Air tidak hanya menjadi penonton.

AssetAsset

"Teknologi dalam negeri harus dipercepat supaya nantinya saat kita memiliki pengembangan EBT yang besar. Jangan hanya mengandalkan teknologi dari luar dan produksi dari luar. Tetapi gimana industri kita bisa tumbuh."

Chrisnawan Anditya
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM

Indonesia menuju ketahanan energi

Pertamina sebagai salah satu pemain dalam sektor energi nasional telah menargetkan portofolio energi hijau 17 persen dari keseluruhan bisnis energinya pada 2030. Target tersebut dicanangkan untuk mewujudkan transisi energi nasional.

Menurut Dicky Septriadi, Corporate Secretary PT Pertamina Power Indonesia, sebagian besar portfolio tersebut dikelola oleh Pertamina NRE sebagai sub-holdingPertamina yang fokus pada pengembangan EBT. Portofolio energi hijau tersebut antara lain geothermal, hydrogen, electric vehicle (EV) battery dan energy storage system (ESS).

Saat ini proyek EBT yang telah dioperasikan Pertamina NRE antara lain PLTS Badak dengan kapasitas sebesar 4 MW, PLTBg Sei Mangkei berkapasitas 2,4 MW, O&M PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau berkapasitas 2x1 MW, dan PLTS di sejumlah SPBU Pertamina dengan total kapasitas 260 KW.

Sedangkan proyek yang sedang berjalan antara lain PLTGU Jawa-1 dengan kapasitas 1,8 GW, PLTS Sei Mangkei sebesar 2 MW, PLTS RU Dumai berkapasitas 2 MW, dan PLTS RU Cilacap dengan kapasitas sebesar 2 MW.

Sementara itu Pertamina NRE memiliki aspirasi untuk menjadi Indonesia Green Energy Champion di tahun 2026 dengan kapasitas terpasang sebesar 10 GW, yang dikontribusikan dari gas to power sebesar 6 GW, energi terbarukan 3 GW, dan pengembangan energi baru sebesar 1 GW.

Asset

"Kalau market sudah berubah haluan, Indonesia malah menjadi pangsa pasar oleh banyak pihak. Karena itu, kita harus jadi bangsa yang mampu mandiri dalam penyediaan energi."

Dicky Septriadi
Corporate Secretary PT Pertamina Power Indonesia

Energi terbarukan untuk masa depan industri otomotif

Melihat perkembangan dunia saat ini, EBT telah dianggap sebagai masa depan umat manusia. Hal ini terlihat dari perkembangan industri otomotif berbasis tenaga listrik di beberapa negara.

Menurut Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) Jumlah mobil listrik, bus, van dan truk berat di jalan diperkirakan mencapai 145 juta pada akhir dekade ini atau tahun 2030. Organisasi yang berbasis di Paris itu mengatakan sekitar 3 juta mobil listrik baru terdaftar tahun 2020.

Melihat lonjakan yang cukup besar memberi tantangan bagi Eldres Garage untuk menangkap momen tersebut. Salah satunya dengan merilis Elettrico Kit yaitu konversi kit untuk Vespa 2-tak jika ingin mengubah jadi Vespa berdaya listrik.

Asset

Heret Frasthio, Founder Elders Garage saat dihubungi GNFI, Selasa (5/10/2021), mengatakan bahwa pihaknya memiliki fokus utama untuk konversi sementara roda dua berjenis vespa. Dengan konversi vespa, pihaknya juga menyuarakan supaya kegiatan ini berdampak kepada lingkungan.

Heret melihat besarnya potensi pasar motor listrik Indonesia pada masa depan. Terutama setelah adanya target dari pemerintah untuk menjual 6 juta motor konversi di tahun 2025.

Namun, dirinya juga menyoroti minimnya komponen bagi motor elektrik di Indonesia. Selama ini Elders perlu mengimpor beberapa komponen dari luar negeri saat memproduksi motornya.

Menurutnya hampir 90 persen komponen konversi dikirim dari China. Terutama tiga komponen penting, seperti baterai, controller, dan dinamo.

Lain Heret, pengamat otomotif yang juga merupakan jurnalis senior, Munawar Chalil, menilai banyak pihak yang belum berani keluar dari zona nyaman. Kondisi ini salah satunya berasal dari kurangnya kebijakan dan infrastruktur dari pemerintah.

"Pemerintah tidak mau keluar dari zona nyaman. Sudah terbiasa dengan pola yang sama. Mereka pikir bahan bakar fosil kita masih banyak. Tetapi kan pada suatu hari itu akan habis," tegasnya.

Berbincang dengan penulis GNFI, Rizky Kusumo, Bang Chali—sapaan akrabnya—menjelaskan bagaimana tantangan Indonesia dalam menghadapi krisis energi pada masa depan? Dan potensi Indonesia dalam mengembangkan beberapa energi alternatif, terutama kendaraan listrik.

Indonesia telah menandatangani Paris Agreement pada tahun 2016, apa sudah terlihat dampaknya?

Terus terang saja belum ada terlihat upaya yang signifikan. Paling upaya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Menurut saya belum cukup, harus ada upaya yang nyata dan konkret dan juga mendesak. Salah satu contoh misalnya konversi ke mobil listrik, tetapi masih sedikit masyarakat yang pindah.
Belum lagi soal tambang, regulasi tambang kita sangat longgar. Misal kita masih lihat sampai satu pulau dijadikan tambang emas.
Bicara energi alternatif harus ada upaya integratif. Ini kan yang paling masuk akal, energi alternatif itu yang terjangkau. Terutama untuk kendaraan bermotor.
Seperti panel surya, padahal matahari kita melimpah tetapi karena perangkatnya mahal. Jadi orang tidak tertarik untuk ke sana.
Mungkin kalau panel surya bisa diproduksi massal dengan harga kompetitif, orang akan memilih panel surya ketimbang Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Kan panel surya hanya bayar di depan saja. Masalahnya perangkatnya mahal untuk saat ini. Harus ada campur tangan pemerintah untuk memproduksinya secara massal.

Asset

"Memang saat bicara energi, itu bicara tentang politik. Harus ada keputusan politik yang mengikat dan mendesak. Pemerintah harusnya berinisiatif membuat keputusan politik yang mengikat dan mendesak untuk menuju energi yang terbarukan itu."

Munawar Chalil
Jurnalis Senior & Pemerhati Kebijakan Industri Otomotif