Logo FNKLogo FNK

Mendongkrak Citra Bangsa Melalui Gastrodiplomasi

Jika Anda pernah mendengar istilah gastronomi, istilah itu seringkali terdengar atau digunakan dalam dunia kuliner. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa istilah satu ini memiliki makna ‘seni menyiapkan hidangan yang lezat’.

Teranyar, gastronomi memiliki padanan makna dengan istilah yang lebih umum dikenal sebagai ‘tata boga’. Sedangkan bagi kebanyakan orang awam, ketika mendengar istilah tata boga makna yang terlitas di pikiran adalah kemampuan dalam membuat hidangan lezat ala juru masak berpengalaman.

Nyatanya, makna yang dibawa oleh istilah baik gastronomi atau tata boga lebih dari itu. Gastronomi secara historis berpotensi menjadi penghubung untuk masyarakat antara jarak budaya dan geografis, yang tentu erat kaitannya dengan elemen pariwisata, khususnya wisata kuliner.

infografis kain tenun 0

Diplomasi makanan dan pariwisata sejatinya telah lama muncul dan diakui dengan istilah diplomasi gastronomi atau disingkat gastrodiplomasi.

Secara definisi, gastrodiplomasi dapat dianggap sebagai ranah kebijakan dan praktik yang dilakukan oleh aktor negara dan non-negara yang berusaha untuk menumbuhkan citra positif dengan nation brand yang ditunjukkan kepada publik asing.

Targetnya adalah wisatawan asing yang dinilai sebagai potensi berharga untuk dapat meningkatkan pendapatan negara serta citra negara.

Pendek kata, gastrodiplomasi adalah sarana pencampuran antara diplomasi budaya, diplomasi kuliner, dan nation branding.

Gastrodiplomasi sebagai salah satu elemen untuk mendongkrak citra bangsa, menjadi tema khusus GNFI dalam ajang Festival Negeri Kolaborasi melalui webinar bertajuk "Mengenalkan Citra Bangsa Melalui Gastrodiplomasi", Kamis (9/9/2021).

Peran gastronomi dalam diplomasi kuliner Indonesia

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sudah mengakui dan menyatakan bahwa gastrodiplomasi merupakan salah satu metode sebagai penjuru diplomasi ekonomi Indonesia dengan negara-negara lain, dalam menjalin hubungan dan kerja sama dalam jangka panjang.

Adapun pelaksanaan upaya gastrodiplomasi yang dimaksud sama halnya dengan diplomasi sektor lain yang sudah dilakukan Indonesia, di antaranya diplomasi ekonomi, diplomasi budaya, diplomasi pertahanan, dan lain sebagainya.

Setelah sekian lama berjalan, banyak keberlangsungan gastrodiplomasi yang menghasilkan hubungan baik yang terjalin antara pemerintah Indonesia dengan berbagai negara lain, di antaranya dengan Thailand, Korea Selatan, dan Jepang.

Dalam gastrodiplomasi, makanan digunakan sebagai strategi diplomatik dalam diplomasi antar pemerintah. Banyak negara telah menerapkan kampanye gastrodiplomasi selama dekade terakhir untuk meningkatkan pengaruh budaya mereka di dunia internasional.

Tujuan utama dari gastrodiplomasi tentu saja adalah untuk meningkatkan pendapatan ekonomi suatu negara dengan melibatkan aspek promosi yang dilakukan untuk mendukung penyebaran pengaruh budaya suatu negara.

Gastrodiplomasi sendiri memanfaatkan budaya kuliner secara strategis untuk membangun citra, yang berkaitan dengan memengaruhi persepsi publik asing terhadap budaya suatu bangsa.

Pada implementasinya, diplomasi gastronomi boleh jadi berbeda dengan diplomasi kuliner. Jika kuliner lebih menekankan pada proses masak-memasak dan seni menikmati makanan, maka gastronomi mempelajari dimensi sejarah, filosofi, dan latar budaya dari makanan.

Karena di sana ada dimensi yang disebutkan itu, maka kelindan gastronomi dengan promosi budaya menjadi tak terhindarkan. Juga, karena mengandung elemen budaya, dalam khasanah diplomasi, gastronomi dimasukkan dalam klaster diplomasi kebudayaan.

Berangkat dari itu, pemahaman atas gastrodiplomasi mestinya tak hanya sebatas pada mempromosikan reputasi kasat mata suatu negara seperti lezatnya makanan. Tapi yang lebih penting adalah memproyeksikan identitas nasional terkait karakter dan budaya bangsa.

Ketika gastrodiplomasi juga menyentuh identitas budaya bangsa, maka di sinilah letak irisan antara gastrodiplomasi dengan diplomasi kebudayaan.

Gastrodiplomasi, kunci ekspor rempah dan Kuliner Nusantara

Guna memanfaatkan potensi rempah dari bumi Nusantara, agenda gastrodiplomasi pun mulai digaungkan Indonesia sebagai upaya mengenalkan nilai Indonesia di kancah internasional.

Gastrodiplomasi sejatinya juga merupakan jembatan diplomasi budaya dan kuliner untuk membangun dan meningkatkan citra suatu bangsa.

AssetAsset

"Makanan adalah identitas nasional suatu bangsa. Gastrodiplomasi akan mendukung diplomasi ekonomi Indonesia"

Retno Marsudi
Menteri Luar Negeri

Asset
Asset
AssetAssetAsset
AssetAsset
AssetAsset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
AssetAsset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset
Asset

Program Gastrodiplomasi yang digaungkan oleh Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) adalah "Indonesia Spice Up The World" yang merupakan salah satu program utama pemerintah dengan melibatkan lintas kementerian/lembaga sebagai salah satu upaya perluasan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia.

Setidaknya ada 6 jenis rempah yang menjanjikan di pasar internasional, yakni:

1

Lada

Lada banyak tersebar di Nangroe Aceh Darussalam, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan D.I. Yogyakarta.

Pada 2016, lada menjadi komoditas rempah utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai 143,6 juta dolar AS atau sekitar 1,9 triliun rupiah.

2

Cengkeh

Cengkeh tersebar di daerah Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Selatan, dan D.I. Yogyakarta.

Pada 2016, nilai ekspor cengkeh mencapai nilai 11,3 juta dolar AS.

3

Kayu Manis

Daerah persebaran kayu manis banyak terdapat di Jambi, Sumatra Barat, dan D.I. Yogyakarta. Pada 2016, nilai ekspornya adalah 44,8 juta dolar AS.

4

Pala

Tanaman ini merupakan tanaman khas Banda dan Maluku. Pala banyak tersebar di Bengkulu, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Pada 2016, nilai ekspornya mencapai 44,1 juta dolar AS.

5

Jahe

Jahe menjadi salah satu komoditas rempah unggulan Indonesia yang nilai ekspornya di 2016 mencapai 2,6 juta dolar AS. Jahe memiliki khasiat bagi kesehatan terutama digunakan sebagai bahan obat herbal.

6

Kunyit

Nilai ekspornya di tahun 2016 mencapai 3,5 juta dolar AS. Pemanfaatan kunyit sebagai bahan rempah dalam olahan kuliner nusantara adalah sebagai penguat warna alami yang memiliki rasa gurih.

Selain itu, kunyit juga dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal di beberapa wilayah yang juga dikomersialisasi dalam produk kemasan.

Ragam upaya gastrodiplomasi yang dilakukan orang Indonesia

Upaya gastrodiplomasi yang dilakukan oleh orang Indonesia seperti apa yang dilakukan oleh Diana Widjojo, Chef & Co-Owner Hardena Waroeng Surabaya, di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat.

Awalnya, restoran ini dirintis oleh pasangan suami istri Ena dan Harry Widjojo, kemudian pada pada 2001 hingga kini bisnis restoran tersebut diteruskan oleh kedua putri mereka, Diana dan Maylia Widjojo.

Lain Diana, pengenalan kuliner nusantara di mancanegara juga terlihat dari gerakan Indonesian Tempe Movement, melalui kepanjangan tangan Dr. Amadeus Driando Ahnan-Winarno, yang merupakan Co-Founder gerakan itu.

Sejatinya, menurut Amadeus, tempe merupakan salah satu bahan panganan yang sering kali dibanggakan masyarakat Indonesia—terutama dalam aspek olahan makanan--dan nyatanya memang banyak diminati oleh masyarakat dunia.

Indonesian Tempe Movement adalah organisasi non-profit yang saat ini bergerak untuk mempromosikan tempe sebagai makanan sehat, ramah lingkungan, dan sumber pangan protein dengan harga yang relatif terjangkau.

Fakta unik lainnya, organisasi tersebut kerap melakukan inovasi pengolahan tempe, supaya tak terlihat membosankan dan tampak selalu menarik. Salah satunya tempe Indomie yang pernah viral di media sosial.

Asset

"Kunci gastrodiplomasi adalah entrepreneurship yang harus dibangun di seluruh mata rantai untuk dikonversikan. Jangan sampai kita duduk di atas harta karun yang terkunci"

Helianti Hilman
Founder & Executive Chairperson Javara
Asset