Musik Etnik Indonesia Sebagai Kekayaan Budaya
Musik etnik Indonesia memiliki potensi yang besar sebagai kekayaan budaya Indonesia. Selain jumlahnya yang sangat banyak, budaya tradisi ini telah mengharumkan nama Indonesia ke pentas dunia
Salah satunya gamelan, pernah tampil sebagai pembuka acara dalam peresmian menara Eiffel, 31 Maret 1889 di Paris, Prancis. Kemudian gamelan bernama Sari Oneng ini juga pernah tampil di Pameran Teh di Belanda sekitar abad ke-18.
Gamelan Sari Oneng ini berasal Parakansalak Sukabumi yang pada masanya telah melanglang buana ke Amerika Serikat, Prancis, dan Belanda. Karena itulah perkebunan Parakansalak pernah menjadi sangat terkenal, melebihi Hindia Belanda.
Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, Kepala Kawedanan Kridho Mardowo, departemen yang mengurusi seni tradisi Keraton Yogyakarta, memaparkannya dalam diskusi Memperkuat Musik Etnik, Memperkokoh Budaya Indonesia pada acara Festival Negeri Kolaborasi (FNK) yang diadakan secara daring oleh GNFI, Kamis (23/9/2021).
Karena kepopulerannya, komponis musik klasik Claude Debussy (1862-1918) digadang-gadang sebagai salah satu musisi Eropa yang dalam karyanya terpengaruh oleh gamelan Jawa. Saking kagumnya, Debussy menyebut gamelan sebagai sebuah mahakarya.
Notonegoro menyebut musik etnik Indonesia tidak hanya menampilkan unsur keindahannya, tetapi juga dari rasa. Hal inilah yang membuatnya bisa menyentuh segala lapisan masyarakat.
Kekayaan potensi budaya, terutama musik etnik juga bisa digunakan untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional. Pasalnya banyak yang sudah melakukan hal ini seperti negara Amerika Latin, Jepang, hingga Korea Selatan (Korsel).
Khusus Korsel, Negara Gingseng ini tidak hanya menjadikan budayanya sebagai alat kesenian. Tetapi juga sebagai diplomasi budaya kepada negara-negara lain.
"Musik tradisi itu bukan hanya tontonan tetapi juga tuntunan. Ini yang kami pegang terus. Terutama di Keraton Yogya."
KPH Notonegoro
Kepala Kawedanan Kridho Mardowo, Departemen Seni Tradisi Keraton Yogyakarta
Musik etnik sebagai diplomasi budaya
Musisi muda asal Sumatra Utara (Sumut) Viky Sianipar, juga berharap kekayaan budaya Indonesia, terutama musik diperhatikan oleh pemerintah. Pasalnya hanya kekayaan budayalah yang bisa menjadi keunggulan Indonesia dibandingkan dengan negara lain.
"Ibaratnya kita menggunakan ekonomi, negara lain lebih keren. Membanggakan wisata, banyak negara lain yang alamnya lebih keren. Olahraga, politik? Mereka punya lebih keren," ucapnya.
"Tetapi kalau kita berbicara budaya apapun bentuknya. Ini tidak punya negara lain. Ini layak menjadi barang jualan utama produk unggulannya. Sayang perhatiannya sangat minim dalam 10 tahun belakangan."
Viky mengaku merasakan bagaimana apresiasi yang didapatnya saat tampil di luar negeri. Walau dirinya hanya menggunakan gitar dan alat musik tradisi, banyak penonton yang memberikanstanding applause setelah penampilannya selesai.
"Ibaratnya satu gitar dengan gendang Sunda saja udah dapat applause dari mereka," ucapnya.
Karena itulah, dirinya berharap pemerintah tidak hanya memasukan unsur budaya dalam satu kotak kesenian. Tetapi juga mampu menggali filosofi yang ada dalam budaya, khususnya musik etnik tersebut.
Hal ini menurutnya agar masyarakat terutama anak muda tidak kebingungan saat mencari literasi budaya leluhur. Selain itu, katanya, budaya leluhur juga sangat terkait filosofi yang perlu dijaga
"Budaya itu kan keyakinan leluhur, harusnya menggalinya mulainya dari filosofinya."
Viky Sianipar
Musisi
Viky melihat bila pengembangan budaya ini bisa ditunjukan sebagai kekayaan nasional. Banyak generasi muda akan lebih bangga dengan budaya leluhurnya.
Dirinya mencontohkan ketika albumnya berjudul Toba Dream yang menggabungkan musik etnik dan modern digemari oleh masyarakat. Banyak anak muda dari Sumut yang mulai tertarik dengan musik daerahnya.
Anak-anak muda ini kemudian membuat sebuah komunitas sebagai upaya untuk menggali potensi daerahnya. Menurut Viky, hal ini terjadi karena peran musisi yang mau menggali kekayaan daerahnya.
Peran pemerintah untuk musik tradisi
Mendengar permintaan dari para musisi etnik, Ahmad Mahendra menyatakan begitu banyaknya kekayaan musik etnik menjadi kendala sendiri. Pasalnya bila terlalu fokus untuk memperkenalkan satu tradisi bisa memunculkan kecemburuan.
Karena itulah, pemerintah meminta kepada setiap elemen untuk memberikan masukan terkait pengembangan musik etnik. Sehingga pada masa depan, Indonesia memiliki skema untuk mempromosikan musik tradisi ke mancanegara.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru (PMMB) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Ahmad Mahendra, menjelaskannya dalam video di bawah ini.
Dirinya pun mengungkapkan bahwa tahun ini telah ada festival musik bertajuk Toba Caldera World Music Festival. Di sana banyak menghadirkan beragam musisi dari lintas daerah Indonesia, tetapi harus menyanyikan lagu Toba.
Pemerintah juga menegaskan telah serius untuk merawat musik tradisi, termasuk memberikan penghargaan bagi para maestro. Selain itu pemberian fasilitas kepada anak muda juga dilakukan agar budaya ini tetap terpelihara.
Ia juga menambahkan pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara sebagai bentuk komitmen pelindungan terhadap musik tradisional Indonesia. Dirinya menyatakan dengan pembentukan lembaga ini diharapkan bisa membentuk eksosistem yang baik untuk para musisi etnik.
LMK Musik Tradisi juga bertujuan untuk memfasilitasi pencatatan dan dokumentasi musik tradisi nusantara sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan. Hal ini juga termasuk mengakomodir pelindungan paten bagi pencipta, pemain hingga produser musik tradisi Nusantara.
Walau begitu, katanya, beragam tantangan tetap saja terjadi di lapangan. Seperti musik etnik yang terus berkembang, kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) juga minimnya kolaborasi antara pemerintah setempat dengan para musisi daerah.
"Memang kendala di Indonesia itu SDM. Kita kan tidak bisa langsung datang ke daerah. Benar-benar sulit sekali."
Ahmad Mahendra
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbud Ristek
Kesungguhan untuk merawat musik tradisi
Memang salah satu hal yang menjadi sorotan dalam perkembangan musik etnik Indonesia adalah minimnya database. Misalnya saja di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki beragam musik etnik di setiap kecamatan.
Hal ini disampaikan oleh Frans Cornelis Dian Bunda atau kerap disapa Nyong Franco menyatakan pemerintah perlu turun tangan untuk mengatasi hal ini. Pendataan musik etnik diharapkan bisa mempermudah generasi penerus yang ingin mempelajari musik asli daerahnya.
Karena itu dirinya melihat pelibatan setiap elemen dalam pendataan musik etnik cukup penting. Tetapi lebih dari itu adalah kesungguhan dari setiap pihak dalam proses pengarsipan data musik di Indonesia.
Hal ini dicontohkannya saat menerima dana hibah dari Kementerian Kebudayaan. Saat itu dirinya bersama tim bekerja selama 3 bulan untuk mengarsipkan data musik etnik.
"Pemerintah perlu membangun sebuah sistem database yang sistematis. Data yang akurat dan valid di seluruh Indonesia. Dan bisa diakses oleh semua orang dengan mudah, murah dan cepat."
Nyong Franco
Founder dan Ketua Sikkapedia
Musisi Indonesia yang memperkenalkan musik etnik ke mancanegara
Dewa Budjana: Musisi Etnik Indonesia Tidak Pernah Habis
Kepada penulis GNFI, Rizky Kusumo, Dewa Budjana menceritakan proses membuat album solonya yang juga menggabungkan antara musik etnik dengan modern. Hal yang menarik karena dia juga berkolaborasi dengan beragam musisi terkenal dari luar negeri.
Selain itu juga terkait alasannya tertarik mengeksplorasi musik etnik. Juga kecintaannya kepada budaya leluhurnya, yaitu Bali.
Strategi pengenalan kepada anak muda
Selain database, perawatan musik etnik tentunya harus berkaitan dengan generasi penerus. Menjadikan anak muda agar mencintai musik etnik menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan.
Bagi grup band Youth of Kalimantan (YK) Samarinda hal ini sudah menjadi perhatian serius. Bagi mereka selama ini, musik etnik Kalimantan telah banyak yang menyukai.
Tetapi masih minimnya upaya kolaborasi antara musik etnik dengan modern menjadi tantangan sendiri. Pasalnya dengan penggabungan ini akan bisa menarik lebih banyak penikmat musik terutama anak muda.
Dirinya memang melihat banyak potensi anak muda Samarinda dalam hal bermusik. Namun untuk bisa menggabungkan antara musik tradisi dengan modern memang butuh proses penggalian.
Walau begitu dirinya juga menyoroti fasilitas bagi para musisi muda untuk mengembangkan diri. Menurut Yusuf, banyak musisi Samarinda yang perlu bergerak sendiri untuk mengembangkan diri.
Hal ini terjadi karena banyak ruang publik yang tidak menyediakan ruang bagi mereka. Kondisi ini ditambah minimnya kegiatan festival yang diadakan oleh pemerintah setempat.
Bicara soal musik etnik di kalangan anak muda, Irfan Maulana atau akrab disapa Ipank Horehore, yang merupakan anak muda pegiat musik etnik dan kebudayaan Betawi, panjang lebar memberikan tanggapannya.
"Inginnya satu, yang muda-muda mau bergerak. Jangan sampai mati obor. Karena kalo bukan kite, siape lagi? Kalo bukan sekarang kapan lagi?"
Ipank Horehore
Pegiat Musik Etnik dan Budaya Betawi