Animasi Dunia, Rasa Indonesia

Animasi Dunia, Rasa Indonesia
info gambar utama

By Akhyari Hananto

Tentu kita akrab dengan anime Jepang yang sering mewarnai TV-TV kita tiap hari, seperti Doraemon, Pokemon, atau Detektif Conan. Bagi beberapa orang di Indonesia, bahkan ada yang "kecanduan" dan akhirnya mengkoleksi berbagai hal berbau animasi-aminasi tersebut. Seorang teman bahkan punya koleksi pakaian dalam Doraemon :). Kita begitu memuji negara asal anime-anime tersebut, Jepang. Bisa jadi, mungkin, grup band favorit saya J-Rock, membuat musik bergaya Jepang juga setelah banyak menonton anime2 Jepang. Wallahua'lam.

Namun...

Tak banyak yang tahu bahwa sebenarnya anime-anime tersebut 50% pembuatannya ternyata dilakukan di Indonesia, tepatnya di Bali oleh perusahaan PT Marsa Juwita Indah.

Hasil dari pekerjaan anak bangsa ini kemudian di kirimkan ke Jepang untuk disempurnakan ke tahap-tahap selanjutnya, lalu didistribusikan ke seluruh dunia. Dari pengerjaan tahap pertama dan kedua untuk animasi Doraemon yang durasinya 24 menit, perusahaan Asiana Wang Animation dan PT Marsa Juwita Indah meraup keuntungan sebesar $30.000 (~270 juta rupiah). Perusahaan-perusahaan anime di Jepang lebih memilih untuk meng-hire perusahaan animasi Indonesia karena kualitasnya bersaing dengan harga terjangkau. Harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan dengan Korea yang mematok $90.000 dan Filipina yang mematok $40.000. (Gatra)

Selain mengerjakan anime, ternyata animator di Indonesia juga mendapatkan tawaran dari Walt Disney. Asiana Wang Animation yang berlokasi di Tanggerang mendapat orderan untuk menggambar tokoh kartun si rusa, Bambi. Menurut pengakuan Amarsyah, Direktur Asiana, saat ini selain Walt Disney, perusahaanya juga turut menggarap kartun yang di produksi oleh MGM dan Warner Bros. Namun ketiga perusahaan raksasa animasi itu tidak mencantumkan nama Asiana Wang Animation di credit title film-film animasi tersebut. Hal ini dikarenakan pengerjaannya tidak seluruhnya dilakukan oleh Asiana, sehingga Asiana juga tidak berhak untuk mendapatkan royalti dari karya animatornya. (Gatra)

Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa saat ini di MNC TV dan stasiun-stasiun TV lain sibuk menayangkan anime-anime asing padahal di negeri sendiri kita dijadikan tumpuan perusahaan-perusahaan animasi raksasa dunia?

Bisa jadi yang terjadi adalah karena kita sendiri kurang mampu menghargai produk negeri sendiri. Kita masih melihat banyak orang memilih terbang bersama Singapore Airlines, meski Garuda Indonesia juga sama nyamannya, terkadang jauh lebih murah. Serial Upin-Upin, adalah serial animasi yang mengangkat isu-isu sederhana, dengan teknik animasi yang sederhana juga, namun begitu laku di Indonesia. Bukankah Si Unyil juga menawarkan hal yang sama, lebih mewakili Indonesia, dan dengan isu-isu yang sangat Indonesia?

Pertanyaannya sekarang, kalau dengan attitude konsumsi seperti itu, sanggupkah Indonesia bertahan pada saat Asean Single Market diterapkan pada 2015?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini