Berjuang Melawan Gelap

Berjuang Melawan Gelap
info gambar utama

by : Edi Santoso*

(ditulis ulang oleh Esti Durahsanti, untuk Good News From Indonesia)

 Sampai tahun 1995, warga Dukuh Karanggondang, Desa Sambirata, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, hidup dalam gelap. Tak ada aliran listrik. “Selepas maghrib, orang sudah di rumah masing-masing. Hampir tak ada aktivitas bersama di malam hari,” kenang Mukti Ali, salah seorang warga.

 Desa Sambirata secara umum sebenarnya telah merasakan listrik yang disuplai PLN sejak tahun 80-an. Tapi Dukuh Karanggondang memang sebuah perkecualian. Letaknya di atas bukit, di sebelah selatan lereng Gunung Selamet. Posisinya terkucil dari perdukuhan lainnya. Tak ada aspal, hanya pecahan batu sungai yang ditata sedemikian rupa. Itu pun hanya bisa dinikmati sepanjang kurang lebih 50 meter, persis di pintu masuk dukuh dari arah Karangtengah. Selebihnya adalah jalan berbatu selebar satu sampai dua meter yang naik turun, layaknya kawasan perbukitan lainnya.

 ”Tapi kami tetap saja memimpikan bisa merasakan listrik di sini, suatu saat. Kami ingin menikmat alat elektronik seperti televisi. Memang ada televisi, hitam putih, meskipun waktu itu hanya satu orang yang punya. Dayanya berasal dari aki yang secara rutin harus di-strum ke Cilongok atau Lebaksiu, jaraknya sekitar 4 km. Berat aki lebih dari 10 kg, biasanya digotong dua orang,” jelas Mukti.

Cahaya terang itu berawal di tahun 1995, ketika datang seseorang dari Purbalingga yang menikah dengan salah seorang gadis di kampung tersebut. ”Dia menularkan ide tentang listrik mikrohidro,” ujar Mukti. Air yang deras mengalir di tanah berbukit di lereng Gunung Selamet yang curam sangat potensial untuk menggerakkan turbin. Jadilah proyek pertama listrik mikrohidro di Karanggondang. Perangkatnya sangat sederhana. Dua buah Kincir air, besar dan kecil,  dibuat dari kayu. Dengan piranti gelang karet, kincir ini akan menggerakkan dinamo yang diambil dari mesin motor bekas. Listrik yang dihasilkan kemudian dibagi ke rumah-rumah melalui kabel.

Akhirnya warga mulai berpikir membuat pembangkit sendiri-sendiri.Hampir setiap kepala keluarga memiliki satu pembangkit listrik mikrohidro. Satu pembangkit untuk satu keluarga. Sebagian besar pembangkit ini berjarak agak jauh dari rumah. ”Dibutuhkan beberapa rol kabel untuk menghantarkan aliran listrik sampai di rumah,” kata Mukti. Untunglah warga saling memahami. Lintasan kabel yang melewati tanah-tanah dan rumah orang lain tak pernah menjadi masalah. ”Saya kira semua sudah sama-sama mengerti. Yang penting tak mengganggu jalan, ketinggiannya juga cukup, jadi tak membahayakan orang.”

Semenjak ada listrik, Malam di Karanggondang tak lagi mati. Aktivitas menggeliat perlahan. ”Banyak warga yang membeli televisi untuk hiburan. Pertemuan-pertemuan, pengajian, jadi bisa dilaksanakan di malam hari,” ujar Mukti. Seorang warga lainnya, Sodirun, menambahkan, sejak ada listrik prestasi anak-anak sekolah meningkat. ”Sebelumnya, dengan penerangan petromak, jarang sekali ada anak-anak yang belajar malam. Menurut para guru, setelah ada lampu  listrik, prestasi anak-anak jadi meningkat,” kata dia.

Selain itu, lanjut Sodirin, orang mulai membincangkan masalah politik. ”Mungkin karena sering melihat berita-berita televisi, jadi di sini banyak yang ngomong politik. Kadang-kadang seperti pengamat saja mereka,” tambah dia, tertawa. Sebelumnya, terang pegiat  berbagai kegiatan kampung ini, warga hanya mengenal dua partai politik. ”Sekarang kita tahu banyak soal politik. Dalam pemilu kemarin, ada tujuh partai yang sudah masuk ke sini.”.

Begitulah, banyak yang berubah di Karanggondang setelah ada listrik. Setidaknya, mereka tak lagi merasa terlalu jauh dipinggirkan peradaban modern. Ada terang di malam hari yang mengimbangi indahnya panorama alam berbukit itu di kala siang.

 * Dosen Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purworkerto

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini