Suatu hari, saya terpaku membaca sebuah tulisan di koran Jawa Pos, tentang sekelompok anak-anak muda yang meluangkan banyak waktu, tenaga, pikiran, dana, dan semuanya, untuk menolong anak-anak jalanan yang lama termarjinalkan. Anak-anak muda ini tergabung dalam gerakan Rumah Pintar Matahari (RPM), memberikan pendidikan dan berbagai bantuan lain kepada anak-anak pemulung, pengemis, maupun mereka yang secara ekonomi kurang mampu. Satu hal yang paling penting yang diberikan RPM kepada mereka adalah harapan akan masa depan, dan kepercayaan diri akan kemampuan mereka menghadapi masa depan.
Sebuah usaha mulia yang patut kita teladani bersama.
Rumah Pintar Matahari telah membantu puluhan anak jalanan/yatim/piatu/terlantar yang ada di Surabaya. Mereka merupakan anak-anak para pemulung , pengemis, maupun tukang becak yang berada di wilayah bantaran sungai Kalimas Jembatan Merah. Selain membantu anak-anak marginal yang tinggal di daerah bantaran sungai Kalimas, Rumah Pintar Matahari juga membantu anak-anak marginal yang tinggal di kawasan ‘merah’ daerah Bangunsari dan Tambak Asri. Mereka mendapat bantuan memperoleh akses dan prasarana pendidikan, pembinaan minat-bakat, pelayanan kesehatan, makanan sehat, serta beberapa kebutuhan dasar lainnya. Sebagian dari anak-anak binaan yang tinggal bersama orang tuanya, masih harus menerima kenyataan dipekerjakan/dieksploitasi untuk ikut menopang ekonomi keluarga, dengan menjadi pengemis, pengamen, pemulung (ikan, bawang), dan ojek payung. Namun ada juga sebagian orang tua yang membebaskan anak-anaknya untuk tidak lagi bekerja di jalanan, dan bahkan menyerahkan pengasuhan pada pengurus rumah singgah. Beban ekonomi yang berat, tempat tinggal yang tidak layak (di gubug bantaran sungai), buruknya pengaruh lingkungan tempat tinggal , dan faktor kekerasan yang pernah dialami anak, adalah sebagian alasan orang tua merelakan anaknya untuk tinggal dan dalam pengasuhan rumah singgah.


Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News