Si Cantik dari Sukabumi yang Menjadi Sarjana Kedokteran Termuda se-Indonesia

Si Cantik dari Sukabumi yang Menjadi Sarjana Kedokteran Termuda se-Indonesia
info gambar utama

Rata-rata, di usia 17 tahun seseorang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau paling cepat baru masuk perguruan tinggi. Namun tidak bagi Rafidah Helmi, gadis asal Sukabumi.

Pada usia 17 tahun delapan bulan, gadis kelahiran 31 Juli 1998 ini menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Ia pun menjadi sarjana kedokteran termuda sepanjang sejarah pendidikan dokter di Indonesia.

Rafidah Helmi, putri pasangan AKP Helmi dengan Rofiah ini mengikuti jejak kakaknya, Riana Helmi yang sebelumnya juga tercatat menjadi sarjana termuda, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) pada usia 17 tahun lebih 11 bulan.

Rafidah tepat menyelesaikan pendidikan kedokterannya selama 3,5 tahun. Saat diterima masuk di FK Unissula, putri ketiga dari tiga bersaudara ini juga tercatat sebagai mahasiswa termuda di Unissula, yakni pada usia 13 tahun enam bulan. Dia resmi diterima menjadi mahasiswa baru Unissula melalui jalur Penelusuran Bakat Skolastik (PBS).

Perjalanan akademiknya pun bisa dibilang unik dan ngebut, karena ketika dulu ia diterima di TK Kemala Bhayangkari Secapa Polri Sukabumi, ia hanya menjalani kelas nol kecil selama sehari dan langsung naik kelas nol besar.

Karena kecerdasannya, pada usia 4 tahun 10 bulan, Rafidah sudah masuk ke SD Sriwidari Sukabumi. Bangku SD dilaluinya selama 5 tahun karena masuk program akselerasi. Begitu juga ketika duduk di bangku SMP dan SMA, ia menyelesaikannya masing-masing hanya 2 tahun.

"Dari SD, SMP, dan SMA akselerasi. SD 5 tahun, SMP dan SMA 2 tahun," kata Rafidah usai wisuda ke-71 Unissula.

Awalnya ia ingin menjadi guru, namun akhirnya memilih dokter karena terinspirasi oleh kakak pertamanya. Meski lulus lebih cepat Rafidah belum tercatat dalam rekor Muri.

"Bukan rekornya yang penting, tapi ilmunya," tandasnya.

Lalu apa rahasianya bisa sampai menoreh prestasi seperti itu? Rafidah mengaku tidak ada yang istimewa, ia juga sering bermain dan belajar tanpa tekanan. Yang terpenting menurutnya menetapkan tujuan dari awal.

"Selagi muda belajar, berusaha raih cita-cita dan menetapkan tujuan dari awal. Saya di rumah ya biasa saja, sering main juga," tandas gadis yang akan fokus Koas setelah ini.

Sementara Helmi, sang ayah mengaku tak menerapkan pembinaan khusus pada anak-anaknya. Dia beralasan, tiap anak memiliki keinginan dan kemampuan berbeda-beda. Les dan bimbingan belajar hanya sebagai proses penguatan pendidikan di luar sekolahnya saja.

"Tidak pernah dipaksa harus ini dan itu. Misalnya anak pertama sudah akselerasi, anak yang kedua tidak saya paksa ikut akselerasi. Kemampuan dan minat anak kan beda-beda. Kemudian Fifi (Rafidah) ini akselerasi dan ingin jadi dokter itu juga bukan kita paksa," bebernya.


Sumber : detik.com ,republika, sindo
Sumber Gambar Sampul : liputan6

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini