Petani Lombok Ciptakan Solusi untuk Menentukan Curah Hujan

Petani Lombok Ciptakan Solusi untuk Menentukan Curah Hujan
info gambar utama

Kondisi cuaca yang sulit diprediksi membuat para petani di Lombok Timur sempat kesulitan dalam menentukan masa tanam dan masa panen tanamannya. Pasalnya, metode wariga, metode tradisional soal astronomi yang selama ini digunakan masyarakat lombok khususnya petani dalam meprediksi cuaca tak lagi akurat. Tak jarang pula petani menelan kekecewaan gagal panen akibat kekeliruan prediksi waktu tanam dan waktu panennya.

Kini kondisi tersebut tak lagi dialami para Petani di Lombok Timur ini. Para petani tak lagi khawatir dalam memprediksi cuaca untuk menentukan waktu tanam dan panennya. Sebagaimana dilansir CNNindonesia.com , para petani di Lombok Timur kini telah memanfaatkan sebuah alat sederhana yang dapat digunakan untuk memprediksi cuaca. Alat yang berfungsi menampung curah hujan ini disebut Centong.

Adalah Maskandar yang menciptakan alat pengukur curah hujan ini. Ia belajar dari kegagalan panen tembakau dua tahun yang lalu sehingga membuatnya merugi. Menurut Maskandar yang merupakan petani tembakau asal Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat itu, salah satu penyebab gagal pnen adalah tidak bisa diandalkannya lagi metode Wariga.

Centong ini bukanlah sendok besar untuk menciduk nasi. Cara kerja Centong terbilang cukup sederhana, Centong yang berupa tabung ini dipasang dikayu setinggi satu meter. Kemudian diletakkan di tengah sawah untuk menampung curah hujan. Keesokan harinya, petani akan mengukur curah hujan yang tertampung di centong tersebut. selanjutnya petani akan menganalisis dan memprediksi curah hujan selama beberapa bulan kedepan. Dari sinilah petani akan menyusun skenario cuaca untuk menentukn masa tanam dan masa panennya.

“Sebelum mengukur curah hujan, cara kami masih ngawur. Tapi setelah mengukur, kami jadi tahu kondisi tanahnya dan cuaca seperti apa yang cocok untuk menanam,” ungkap Maskandar.

Agar pengukurannya lebih akurat, Maskandar bersama petani lainnya mendapatkan bimbingan dari Profesor Yunita T Winarto dari Pusat Kajian (Puska) Antropologi FISIP Universitas Indonesia. Yunita mendirikan Klub Pengukur Curah Hujan (KCPH) di Lombok Timur dan beberapa daerah lainnya dalam rangka memperkenalkan metode pengukuran curah hujan untuk mengantisipasi kerugian petani akibat gagal panen.

Dia menuturkan peranan dirinya sebagai peneliti adalah membantu para petani menganalisis hasil pengukuran curah hujan. Dari hasil tersebut, sambungnya, petani juga diminta untuk mengaitkan dengan kondisi lahan, tanah, dan asupan pupuk yang dibutuhkan.

"Kalau mereka memahami curah hujan tertentu maka mereka tahu kondisi seperti apa yang cocok untuk menanam tembakau atau tanaman lain," jelas Yunita.


Sumber : CNNindonesia.com
Sumber Gambar Sampul :kabarhandayani

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini