Salut! Dua Remaja Ini Mampu Menggugah Gubernur untuk Wujudkan Bali Bebas Sampah

Salut! Dua Remaja Ini Mampu Menggugah Gubernur untuk Wujudkan Bali Bebas Sampah
info gambar utama

Bali sebagai destinasi wisata tingkat dunia ternyata juga menghadapi permasalahan klasik yang banyak ditemui di lokasi-lokasi pariwisata lainnya, yakni sampah. Menumpuknya sampah di Bali, telah membuat banyak pendatang resah dan telah merusak lingkungan. Melihat kondisi tersebut, dua gadis cilik asal Bali, Melati Wijsen dan Isabel Wijsen tidak tinggal diam. Mereka kemudian mendesak dan meyakinkan pemerintah setempat untuk membantu mereka mewujudkan mimpi menjadikan Bali bebas dari kantong plastik

Melati Wijsen dan saudaranya, Isabel Wijsen pada awalnya bukanlah siapa-siapa. Namun mereka terinspirasi dari apa yang telah mereka dapatkan di sekolah tentang sosok-sosok pembawa perubahan. Putri-putri dari Elvira Wijsen tersebut melihat banyak tokoh perubahan yang rela bersusah payah dan berkorban untuk mewujudkan visinya yang mampu membuat dunia menjadi lebih baik.

Tanpa menunggu untuk menjadi dewasa, mereka berdua layaknya Boyan Slat (remaja penggagas pembersihan lautan dari plastik), memutuskan untuk mengambil langkah yang tidak biasa bagi seorang remaja. Yakni mewujudkan mimpi mereka untuk membuat Bali bebas dari sampah.

Mimpi tersebut kemudian diwujudkan dengan memulai gerakan Bye-Bye Plastic Bags pada tahun 2013. Pada saat itu keduanya masing-masing masih berusia 10 dan 13 tahun. Melalui gerakan tersebut, siswi-siswi didikan Green School tersebut mengajak anak-anak dari berbagai penjuru Bali untuk mewujudkan Bali bebas sampah.

Bermacam-macam cara mereka lakukan untuk mengkampanyekan ide dan misi mereka seperti membagikan kantong spunbond dan kantong kertas ke kios-kios, melakukan pendataan pengurangan kantong plastik, memuguti sampah plastik di jalan dan di pantai. Termasuk banyak mengajak ekspatriat yang berada di Bali. Hingga kemudian mereka berhasil menggandeng Desa Cemagi, Denpasar di sebagai desa percontohan bebas sampah. Namun pemerintah Bali belum juga memberikan perhatian. Padahal setiap harinya sampah di Bali terus juga menumpuk.

"Di Bali, kami menghasilkan 680 meter kubik sampah plastik setiap harinya," ujar Isabel.

Angka itu menurut Isabel setara dengan gedung setinggi 14 lantai, dan sampah plastik sebanyak itu hanya 5 persen saja yang didaur ulang.

Keduanya akhirnya mencari cara agar bisa mendapatkan perhatian pemerintah, seperti mengumpulkan satu juta tanda tangan untuk petisi hingaa cara ekstrim pun dilakukan. Yakni dengan melakukan aksi mogok makan. Mereka memang pantang menyerah demi meraih dukungan.

Inspirasi aksi mogok makan tersebut muncul saat keduanya pergi ke India bersama orang tuanya. Mereka mengunjungi rumah pribadi tokoh pembaharu India, seorang Mahatma Gandhi yang dahulu melakukan metode yang sama untuk memprotes pemerintah India. Mulai saat itulah aksi yang terbilang nekat tersebut dilakukan Melati dan Isabel. Berkat aksi itu tidak lama, sekitar 24 jam kemudian, pihak pemerintah Bali pada akhirnya datang dan mengajak mereka ke kantor Gubernur.

Inhabitat menyebutkan bahwa Gubernur I Made Mangku pada awalnya menyebut sampah di Bali adalah sesuatu yang lumrah. Namun kemudian dirinya tersentuh dengan gerakan yang dilakukan kakak-beradik Wijsen dan bersedia untuk menandatangani Nota Kesepatakan dengan Bye-Bye Plastics Bags. "Ini adalah kemenangan terbesar mereka," tulis situs yang memiliki perhatian khusus pada isu lingkungan tersebut.

"Anak-anak punya energi yang besar dan motivasi untuk menjadi agen perubahan yang dibutuhkan dunia.", Melati Wijsen.

Apa yang dikatakan Melati bukanlah isapan jempol, sebab Wijsen bersaudara ini telah membuktikan bahwa perubahan tidak harus dimulai oleh mereka yang telah dewasa. Melati dan Isabel adalah dua dari sekian banyaknya anak Indonesia yang memiliki perhatian lebih dan berpartisipasi aktif terhadap penyelesaian masalahan yang ada di sekitar mereka.

Sumber : SAYS Indonesia
Sumber Gambar Sampul : nowbali.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini