Agus Pramono dosen Untirta berhasil mengembangkan teknologi manufaktur terbaru

Agus Pramono dosen Untirta berhasil mengembangkan teknologi manufaktur terbaru
info gambar utama

Repetitive Press Roll Forming (RPRF) merupakan metode terbaru yang dikembangkan oleh Agus Pramono, Ph.D di Tallinn Institute of Technology Estonia sebuah negara di kawasan Eropa utara yang dulu merupakan pecahan negara Uni Soviet, yang kini bernama Rusia. Metode ini merupakan penyempurnaan metode Accumulative Roll Bonding (ARB) yang dikembangkan Nobuhiro Tsuji ilmuwan dari Jepang. Untuk menghasilkan logam berkekuatan tinggi proses ARB memerlukan pengulangan tekanan rolling sampai puluhan kali, bahkan untuk logam baja industri pengulangan bisa mencapai 18 kali, namun dengan menggunakan metode RPRF tidak diperlukan pengulangan untuk menghasilkan material berkekuatan tinggi dengan sifat ringan.

Dosen Teknik Metalurgi Universitas Negeri Tirtayasa Banten ini mengembangkan metode RPRF untuk aplikasi perangkat kemiliteran, saat ini persyaratan teknis untuk produk perangkat militer dibutuhkan persyaratan; kekuatan tinggi dengan bahan yang ringan, hal ini sesuai dengan metode RPRF yang mampu menghasilkan kekuatan tinggi dengan sifat yang ringan. Selain untuk aplikasi perangkat kemiliteran, di Eropa perusahaan seperti Metallicum telah mengkhususkan diri dalam logam berstruktur nano. Saat ini teridentifikasi lebih dari 100 pasar khusus untuk nano-metals dalam bidang aerospace, transportasi, peralatan medis, pengolahan produk olah raga, makanan dan bahan kimia serta bahan bahan piranti elektronik.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Teknologi manufaktur terbaru ‘Severe Plastic Deformation’ dari perusahaan Metallicum yang memproduksi bahan berstruktur nano untuk aplikasi piston mesin, sistem sambungan dan bahan implant.

Hasil Rancangan metode RPRF tersebut telah dipresentasikan di beberapa negara di kawasan Eropa dan Rusia, dintaranya di Helsinki - Finlandia pada 24 Januari 2015, di Moscow - Rusia pada 7 Mei 2015. Dalam manivesto Moskow yang dihadiri duta besar Indonesia untuk Rusia, dosen yang saat ini merupakan Rois Aam Pembina PCI NU Federasi Rusia dan kawasan Eropa utara juga sempat merekomendasikan kemutakhiran perangkat kemiliteran terkait rencana dan strategi pertahanan yaitu:

1) Menetapkan secara jelas standarisasi, spesifikasi, dan perangkat kemiliteran sesuai dengan sektor pertahanan (darat, laut dan udara).

2) Meningkatkan kecakapan personil TNI berupa keahlian dalam perangkat kemiliteran.

Manivesto tersebut direkomendasikan kepada duta besar Indonesia untuk Rusia bapak Djauhari Oratmangun untuk diteruskan kepada pemerintah Reublik Indonesia, dalam hal ini adalah Kementrian Pertahanan dan Keamanan sebagai pemangku kebijakan.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Pemaparan materi metode RPRF untuk aplikasi perangkat kemiliteran di Stockholm - Swedia.

Konferensi berikutnya di Stockholm - Swedia pada 5 Desember 2015, Agus kembali memaparkan penemuannya kepada audiens yang dihadiri para pelajar dan diaspora dari Denmark, Finlandia, Estonia, Icelandia, Norwegia dan juga Swedia. Dalam pemaparannya dosen yang hobi bermain musik ini berharap agar Indonesia juga menerapkan metode RPRF untuk perangkat kemiliteran di semua sektor fabrikasi pembuatan perangkat kemiliteran sesuai dengan rekomendasi yang pernah dituangkan dalam kesepakatan manivesto Moskow. Dalam penelusuran literaturnya teknologi Severe Plastic Deformation atau dalam kalangan industri lebih dikenal dengan istilah advanced metal forming, beberapa metode selain RPRF diantaranya; Reversed shear spinning (RSS) dari German, Metode Accumulative Press Bonding (APB) dari Inggris dan Accumulative Continuous Extrusion (ACE) hasil penemuan Yongfeng Shen ilmuwan China akan diterapkan oleh Russia dan negara-negara Eropa anggota NATO untuk aplikasi perangkat ALUTSISTA yang mulai diproduksi pada pertengahan tahun 2017.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Perangkat kemiliteran yang akan dikembangkan NATO dan Russia dari berbagai metode manufaktur teknologi ‘Severe Plastic Deformation’.

Teknologi Severe Plastic Deformation’ pertama kali dibangun untuk perangkat kemiliteran di negara Rusia, sejarah mencatat bahwa beberapa ilmuwan Russia berhasil mengembangkan riset hingga menjadi produk perangkat militer dari senjata maupun peralatan kendaraan tempur. Selain Mikhail Kalashnikov yang mengembangkan AK-47, ilmuwan Russia yang telah mengembangkan dan melakukan riset kemiliteran sejak tahun 1979 adalah Vladimir Segal dilanjutkan pada tahun 1980 oleh Alexander Merzhanov dan pada tahun 1997 oleh Ruslan Valiev. Ilmuwan Russia tersebut mengembangkan dari skala laboratorium hingga menjadi perangkat kemiliteran. Teknologi Equal Channel Angular Extrussion (ECAE) yang digagas oleh Vladimir Segal kemudian disempurnakan oleh Ruslan Valiev yang kemudian menjadi Equal Channel Angular Pressing (ECAP) dan High Pressure Torsion (HPT). Sedangkan teknologi lain Self-propagating High-temperature Synthesis (SHS) yang dikembangkan oleh Alexander Merzhanov lebih mengarah ke aplikasi senjata dan mesiu. Sampai saat ini perangkat tersebut banyak dikembangkan oleh Russia maupun Negara-negara anggota NATO dalam kerjasama riset untuk membangun kemutakhiran perangkat kemiliteran.

Selama kurun waktu 4 tahun belajar di bekas negara pecahan Uni Soviet tersebut Agus Pramono yang juga pernah mengajar di AURI Halim Perdana Kusuma pada tahun 2006 telah melakukan eksperimen dengan menggunakan semua metode Severe Plastic Deformation’ tersebut mulai dari ECAP, ARB dan SHS sampai munculnya ide RPRF. Kita semua berharap metode RPRF ini mampu membangun transformasi ipteks kemiliteran di Indonesia sehinga ke depannya Indonesia tidak perlu melakukan adopsi teknologi dari berbagai negara sehingga Indonesia akan menjadi terdepan dalam teknologi perangkat kemiliteran di kawasan Asia – Afrika.

Sumber : https://tribunindo.com/alutsista-militer-indonesia-akan-makin-mengerikan-dengan-sentuhan-ilmuwan-indonesia/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini