Peraturan Adat Suku Penduduk Asli Raja Ampat Dukung Perlindungan Laut

Peraturan Adat Suku Penduduk Asli Raja Ampat Dukung Perlindungan Laut
info gambar utama

Raja Ampat merupakan wilayah primadona bagi para pelancong yang menyukai wisata laut dan bawah laut. Kabupaten yang memiliki titik-titik penting keanekaragaman hayati laut ini bahkan berulang kali dimasukkan dalam daftar titik diving terindah di dunia. Selain itu 75% dari spesies karang di dunia dan 1.765 spesies ikan yang menghidupi lebih dari 76.000 penduduk Raja Ampat. Namun kelestarian laut di Raja Ampat dapat terancam bila tidak ada upaya untuk melindunginya. Salah satu upaya untuk melindungi Raja Ampat adalah dengan pemutakhiran Peraturan Adat. Seperti yang telah dilakukan pada 5-6 Desember yang lalu.

Sebagaimana dilansir oleh Conservation International (CI) Indonesia, peraturan perlindungan laut di Raja Ampat sedang dalam proses menjadi peraturan yang lebih mengikat. Tahap yang saat ini telah dilakukan adalah tahap lokakarya dengan sekitar 100 orang yang mayoritas adalah anggota dewan adat dari 40 kampung di Raja Ampat.

Kristian Thebu, Raja Ampat MPA Manager CI Indonesia yang juga merupakan Ketua Dewan Adat Suku Maya mengemukakan bahwa masyarakat adat mengusung isu laut sebagai jalan masuk peraturan adat karena 80 persen warga bergantung pada sumber daya alam laut. Peraturan adat bisa mendorong penetapan Peraturan Daerah Raja Ampat terkait pengakuan akan masyarakat adat Suku Maya. Dalam peraturan adat, masyarakat menyepakati pelaku kejahatan kelautan disidang oleh dewan adat untuk didenda atau mendapat sanksi sosial.

“Kami akan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah ini kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat agar dilegitimasi menjadi sebuah peraturan adat. Tentunya, sebelum Rancangan Peraturan Adat ini diajukan, kami perlu melakukan sosialiasi terlebih dahulu kepada semua warga agar bisa memahami konten peraturan yang kami ajukan,” ujar Kristian.

Seluruh perwakilan Suku Maya berfoto bersama Wakil Bupati Raja Ampat dalam acara Lokakarya Dewan Adat Raja Ampat (Foto: CI Indonesia)
info gambar

Dalam lokakarya yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Dewan Adat Suku Maya, Yayasan Nazaret Papua, PEW Charitable Trust, dan CI Indonesia tersebut membahas tentang kelengkapan poin-poin penting yang belum masuk dalam peraturan adat Raja Ampat yang selama ini digunakan sebagai penanganan kasus-kasus perusakan laut di wilayah adat yang sebelumnya telah ada.

Lokakarya selama dua hari ini menghasilkan Rancangan Peraturan Adat Suku Maya Raja Ampat Tentang Perlindungan Ikan dan Biota Laut dan Potensi Sumber Daya Alam Lainnya di Wilayah Pesisir dan Laut dalam Petuanan Adat Suku Maya Raja Ampat oleh semua anggota dewan adat yang hadir. Rancangan Peraturan Adat ini akan diajukan oleh dewan adat kepada pemerintah daerah agar mampu mendorong pembuatan sebuah peraturan adat yang bersifat mengikat.

Rancangan Peraturan Adat ini merupakan respon akibat Raja Ampat yang masih terancam penangkapan ikan dengan bom dan sianida, serta perburuan hiu dan pembabatan mangrove yang ternyata tidak menurun meski telah ada hukum dari negara. Menurut Wakil Bupati Raja Ampat, Manuel Piter Urbinas, hukum yang telah ada belum membuat pelaku jera. Sehingga pihaknya ingin memberikan dasar hukum bagi masyarakat adat agar bisa menindak tegas pelanggaran yang terjadi di Raja Ampat.

“Kami harap dengan adanya peraturan adat ini, posisi masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan bisa ditingkatkan sesuai dengan peraturan adat yang berlaku,” harap Kristian Thebu.

Sumber : Conservation International Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini