Seri Tokoh Uang Emisi 2016 - Idham Chalid, Sang Ulama Visioner dari Tanah Banjar

Seri Tokoh Uang Emisi 2016 - Idham Chalid, Sang Ulama Visioner dari Tanah Banjar
info gambar utama

Bank Indonesia secara resmi telah meluncurkan emisi uang terbaru Senin (19/12) terdapat 11 desain baru yang diluncurkan untuk uang rupiah NKRI. Dalam desain baru tersebut seluruhnya berupa sosok tokoh pahlawan nasional Republik Indonesia. Namun Bank Indonesia tidak mengeluarkan secara resmi alasan dibalik pemilihan tokoh-tokoh tersebut. Oleh karena itu, GNFI berusaha untuk mengorek kembali sejarah yang menyangkut jasa-jasa para pahlawan tersebut.

Visi politiknya disebut-sebut menjadi panutan berbagai kalangan di negeri ini. Kemampuannya menguasai berbagai bahasa juga menjadikannya sebagai seorang ulama yang disegani. Tekadnya untuk menjadikan umat dan bangsa yang merdeka membuatnya dianugerahi gelar pahlawan. Tindak tanduknya yang santun membuatnya dihormati. Dialah KH Idham Chalid satu-satunya satu tokoh ulama yang masuk dalam daftar 12 pahlawan nasional Indonesia dalam uang NKRI emisi 2016.

Idham Chalid, ulama kelahiran 27 Agustus 1921 di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang merupakan pemangku jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terlama. Salah satu organisasi Islam yang memiliki basis masyarakat terbesar di negeri ini.

Selama 28 tahun, tokoh lulusan Pondok Pesantren Gontor tersebut memimpin PBNU tidak hanya sebagai tokoh agama tetapi juga berperan dalam dunia politik. Seperti pada masa perjuangan kemerdekaan, kemampuan berpolitiknya diasah dengan menjadi anggota aktif di berbagai organisasi dan partai di Kalimantan. Hingga akhirnya beliau sempat diangkat menjadi anggota Parlemen Sementara Republik Indonesia di Kalimantan.

Selain aktif berpartisipasi, salah satu modal politik andalannya adalah kemampuan berbahasa yang unggul seperti saat Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang. Pada masa itu Jepang sering memintanya untuk menjadi penerjemah dalam pertemuan dengan para ulama. Dalam pertemuan-pertemuan itulah Idham mulai akrab dengan tokoh-tokoh ulama di nusantara. Konon, KH. Idham Chalid juga disebut-sebut mampu menguasai bahasa Jerman, Prancis, Inggris dan tentu saja bahasa Arab.

Penjelasan uang NKRI emis 2016 Rp 5.000 (Foto: dok. Bank Indonesia)
info gambar

Pada masa 1950, Idham kembali terpilih menjadi anggota parlemen yang saat itu telah bernama DPRS, mewakili Masyumi. Namun saat Nahdlatul Ulama memutuskan untuk terpisah dari Masyumi di tahun 1952, beliau memilih untuk bergabung dengan NU.

Pemilu tahun 1955 kemudian menempatkan Idham Chalid di pemerintahan berkat partai NU yang saat itu memiliki jumlah suara terbanyak ketiga setelah PNI dan Masyumi. Sehingga NU memiliki 5 kursi menteri dan satu kursi wakil perdana menteri yang diberikan pada KH. Idham Chalid pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II.

Selanjutnya pada Muktamar NU ke-21 di Medan pada Desember 1955, Idham terpilih menjadi ketua umum PBNU di usia yang terbilang muda yakni 34 tahun. Jabatan tersebut diemban beliau selama 28 tahun hingga 1984. Oleh karena itu hingga saat ini, KH. Idham Chalid merupakan tokoh yang paling lama menjabat amanah sebagai ketua umum PBNU.

KH. Idham Chalid adalah sosok yang terus memperjuangkan idealisme. Beliau memilih kemajuan bangsa dan negara sebagai sebuah visi tanpa meninggalkan statusnya sebagai seorang ulama. Di tengah himpitan situasi politik yang sensitif terutama pada masa Orde Baru, beliau terbukti mampu memerankan peran tersebut untuk tetap menjaga perdamaian diantara berbagai golongan dibawah bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hingga tahun 1989.

Kisah kerukunan yang paling populer dikisahkan dari sosok KH. Idham Chalid adalah saat beliau berinteraksi dengan Buya HAMKA yang berbeda metode dalam beragama Islam. KH. Idham Chalid yang NU dan Buya HAMKA yang memegang prinsip Muhammadiyah diceritakan dapat saling menghormati dalam beberapa kesempatan sholat Subuh berjamaah.

Kiprah terakhir KH. Idham Chalid dalam bidang politik adalah saat beliau menjadi ketua Dewan Pertimbangan Agung yang usai pada tahun 1983. Setelah masa itu beliau lebih banyak menghabiskan waktu mengelola Pesantren Daarul Maarif di Bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Hingga beliau wafat di usia 88 tahun pada 11 Juli 2010.

Satu tahun kemudian, berkat jasa dan peran beliau pada bangsa dan negara, KH. Idham Chalid diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia, bersama dengan 6 tokoh lain. Dibawah Keputusan Presiden (keppres) Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011. Beliau adalah tokoh Banjar ketiga yang menjadi pahlawan nasional setelah Pangeran Antasari dan Brigjen Hasan Basry. Dan pada tahun 2016 sosok beliau muncul dalam desain uang NKRI pecahan Rp 5.000.

Sumber : dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini