Beladiri Bermandikan Lumpur dari Indonesia

Beladiri Bermandikan Lumpur dari Indonesia
info gambar utama

Setiap negara pastinya punya teknik beladiri masing-masing yang memiliki ciri khas. Di Indonesia, kita tentu sudah mengenal adanya beladiri asli Indonesia seperti Pencak Silat, Tarung Derajat dan Silat Betawi. Namun, dari sekian banyak itu, beladiri yang satu ini mungkin berbeda dari yang lainnya karena tidak hanya berfungsi untuk membela diri, namun juga sebagai pertunjukan dan penghormatan.

Mepangtingan, adalah beladiri dari Bali yang memiliki daya tarik sendiri karena menggunakan media lumpur sebagai arena pertandingan.

Mepantingan dibuat oleh seorang seniman beladiri Bali bernama I Putu Winset Widjaya karena terinspirasi oleh sosok yang bernama Wayan Limbak dan seorang pelukis berkebangsaan Jerman, Walter Spies pada tahun 1930 yang menggagas tarian Bali.

Tak hanya sebagai beladiri, Mepantingan juga ditampilkan pada suatu pementasan yang telah menjadi tradisi di Bali semenjak 2003. Mepantingan menggabungkan berbagai seni bela diri seperti Sitembak, 7 harian dan Depok yang merupakan Pencak Tradisional Bali. Seni bela diri tersebut kemudian dipadukan dengan drama, tari Bali dan jurus-jurus beladiri dari luar seperti Tae Kwon Do, Capoeira, Jujitsu dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, Mepantingan berarti saling membanting dan sesuai namanya, tradisi ini dilakukan oleh dua orang petarung yang diharuskan mengenakan pakaian Bali kuno, yakni Udeng (ikat kepala Bali) dan kain tradisional Bali yang dililitkan ke badan pemain. Dipimpin oleh seorang wasit dan bertempat di kubangan lumpur, kedua petarung berjuang membanting dan menjatuhkan satu sama lain.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Pertandingan akan diperhatikan oleh beberapa juri yang duduk melingkar. Juri berfungsi sebagai pengaman untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi saat berlangsungnya pertandingan. Dalam gulat lumpur ini, meskipun ada wasit, namun pada akhirnya wasit akan menyatakan bahwa tidak ada yang menang maupun kalah. Hal ini dikarenakan tujuan dari pertarungan ini bukanlah untuk menjatuhkan atau membunuh lawan, namun sebagai penghormatan dan pertunjukan tradisi.

Pertandingan berjalan selama dua ronde dan diberi waktu menggunakan pengatur waktu yang terbuat dari bambu, biasanya satu ronde berlangsung selama kurang lebih tiga menit. Tergantung dari air di dalam bambu sebagai pengatur waktu dalam pertandingan.

Selama pertandingan berlangsung, petarung akan ditemani musik tradisional Bali sebagai penyemangat. Instrumen yang digunakan untuk musik ini adalah gamelan, kendang cedugan dan ceng-ceng kopyak. Selain itu sesajen sebagai pendukung utama kesuksesan acara harus ada dalam pagelaran ini.

Tradisi Mepantingan sebenarnya adalah sebuah pementasan untuk menghormati Dewi Sri atau Dewi Padi sebagai pertanda kesuburan. Tradisi ini kini menjadi tontonan unik yang diminati oleh kalangan turis internasional maupun domestik. Pagelaran Mepantingan pun kini dijadikan sebuah pertunjukan di beberapa acara seperti pembukaan bela diri di Bali maupun acara hotel di Ubud, Bali.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini