Ditemukan di Indonesia, Spesis Bambu Baru Berwarna Keunguan

Ditemukan di Indonesia, Spesis Bambu Baru Berwarna Keunguan
info gambar utama

Bambu yang biasa kita lihat umumnya berwarna kekuningan atau hijau pekat. Namun, berbeda dengan bambu yang satu ini.

Para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada pertengahan tahun 2016 lalu menemukan jenis bambu baru yang juga sangat jarang ditemukan. Yang membuatnya unik adalah daun pelepah rebung yang berwarna keunguan. Keunikan ini akhirnya menjadi inspirasi para peneliti tersebut untuk memberi nama ilmiah bambu ini, yakni Schizostachyum purpureum.

S purpureum dikoleksi peneliti LIPI melalui Ekspedisi Widya Nusantara (E-WIN) tahun ini menyasar Pulau Sumba, Mei lalu. "Bambu itu ada lama, mungkin penduduk sana menggunakan bertahun-tahun lalu. Namun, secara ilmiah belum terungkap," kata periset bambu di Pusat Penelitian Biologi LIPI, I Putu Gede P Damayanto, seperti ditulis kompas.com.

Bambu dengan kulit pelepah berwarna keunguan ini ditemukan oleh para peneliti bambu dari LIPI (Foto: I Putu Gede P Damayanto)
info gambar

Gede yang juga ikut ke Sumba pada E-WIN 2016 menulis publikasi jenis baru ini dan diterbitkan pada Kamis (22/12/2016) di jurnal internasional yang dikelola LIPI, Reindwardtia. Ia menulis dalam bahasa Inggris bersama pakar taksonomi bambu LIPI, Elizabeth Widjaja.

Menurut Gede, bambu seperti ini sangat jarang ditemukan. Batang S purpureum berwarna hijau dengan miang warna putih hingga coklat muda pada buku, tegak dengan ujung melengkung. Tinggi batang 5-6 meter, diameter 4-5 centimeter, jarak antarruas 50-65 cm, berdinding tipis, di buku ada lilin putih melingkar. Habitatnya ialah hutan primer dan pinggirannya di ketinggian 525 meter di atas permukaan laut. Nama lokal bambu itu au tamiang, warga setempat memakai untuk membuat gedek (anyaman bambu) dan seruling.

"Warna keunguan jarang ditemukan di genus itu. Biasanya hijau pekat," kata Gede. S purpureum paling mirip S bamban yang habitatnya di Sumatera. Kini, S purpureum endemis di Sumba.


Elizabeth pergi ke Sumba pada 2003 mendata keanekaragaman hayati bambu. Bersama Karsono, ia menulis data itu pada 2005 di jurnal Biodiversitas. Saat itu, ada 10 jenis bambu di Sumba, tetapi salah satu jenis bambu merambat hanya diketahui marganya, tak diketahui nama spesiesnya sehingga disebut Dinochloasp.

Gede menargetkan mendapat spesimen Dinochloasp itu. Namun, yang didapatnya malah jenis baru dari marga lain di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti, Sumba Timur, di jalan menuju Danau Laputi. S purpureum jadi jenis baru mikroorganisme pertama dari E-WIN 2016 yang terkonfirmasi. Ada juga kandidat jenis baru, yakni dua jenis lalat buah Drosophila dan satu jenis tikus Rattus yang berbulu halus.

Rebung S purpureum berwarna hijau keunguan dengan rambut miang putih. Itu berbeda dengan dua jenis bambu dari marga Schizostachyum yang dicatat Elizabeth di Sumba, yakni S lima dan S brachycladum.

Atas penemuan ini, Elizabeth menuturkan, publikasi S purpureum menandakan banyak jenis bambu Tanah Air tak terekam ilmiah, terutama di luar Jawa. Data terakhir, ada 162 jenis bambu di Indonesia, dari total 1.439 jenis di dunia, 124 jenis di antaranya asli Indonesia dan 88 jenis endemis.

Sumber : kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini